Munculnya film 'Petualangan Sherina 2' bagaikan angin segar yang membuat kita dapat 'keluar' dari penatnya kehidupan. 'Petualangan Sherina 2' juga mengajak kita bernostalgia ke masa kecil yang penuh kenangan. Dengan cerita magisnya, film ini memberikan rasa hangat dan nyaman seakan dipeluk oleh ayah atau ibu. Sadar atau tidak, 'Petualangan Sherina 2' bagaikan obat bagi inner child kita yang mungkin telah terlupakan akibat banyaknya tanggung jawab yang harus kita emban di usia sekarang.
Ketika berbicara tentang inner child, mungkin sebagian dari kita belum menyadari betapa pentingnya untuk lebih perhatian dan peduli terhadap eksistensi 'anak kecil' dalam diri kita.
Mengutip dari Detik Health, seorang psikolog anak klinis menjelaskan bahwa inner child adalah sisi anak kecil yang ada di dalam diri setiap orang dewasa. Sisi ini muncul sebagai hasil dari keadaan, perasaan, dan pengalaman masa kecil seseorang, yang akhirnya 'tinggal' di dalam dirinya.
Umumnya, inner child seringkali dikaitkan dengan pengalaman emosional negatif dari masa kecil. Bisa dari pengalaman traumatis atau pengalaman sederhana yang dirasa kurang dapat dinikmati di usia kecil.
Misalnya, saat masih kecil, kamu tidak bisa membeli PlayStation karena orangtua kurang mampu secara finansial. Ketika kamu sudah dewasa dan mandiri secara finansial, kamu pun membeli dan memainkan Playstation sebagai cara untuk memberikan perhatian pada inner child dalam dirimu.
Akan tetapi, inner child juga bisa berupa kenangan-kenangan indah, momen kebahagiaan dan keceriaan. Misalnya, kamu ingin menonton film 'Petualangan Sherina 2' sebagai cara untuk menghibur inner child dalam dirimu dengan mengingat kenangan-kenangan masa kecil yang penuh keceriaan dan bebas dari beban serta kekhawatiran di usia dewasa.
Memerhatikan inner child dalam diri kita adalah hal yang penting karena pengalaman masa kecil membentuk pola pikir, emosi, dan perilaku kita saat dewasa. Seseorang dengan inner child yang terluka akan menimbulkan masalah emosional seperti cemas, depresi, dan rasa rendah diri, yang mana hal itu dapat memengaruhi cara kita berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain.
Mengutip dari the Asian Parent, jika salah satu dari tujuh tanda ini terjadi pada kamu, kamu mungkin memiliki inner child yang terluka. Apa saja?
1. Takut ditinggalkan
Gejala ketakutan ini bisa berupa perasaan tidak bisa jauh dari pasangan, sangat bergantung pada orang lain atau tidak mandiri, merasa tidak layak dicintai, atau merasa insecure. Orang-orang yang takut ditinggalkan biasanya selalu menuntut bukti kesetiaan dan komitmen dari orang lain.
2. Memiliki perasaan bersalah yang berlebihan
Ketika kamu merasa bersalah padahal tidak melakukan kesalahan, itu bisa menjadi tanda inner child mu terluka. Penyebabnya bisa karena saat kecil sering dibuat merasa bersalah oleh orang lain.
3. Memiliki trust issue
Apabila saat kecil kamu sering dibohongi, dikhianati, atau dimanipulasi, kamu akan sangat mudah curiga pada orang lain saat dewasa. Rasa curiga itu menjadi bentuk pertahanan dari rasa sakit atau kekecewaan akibat masa lalu.
4. Takut menetapkan batasan privasi
Contoh yang banyak dialami orang-orang yaitu ketika sulit mengatakan "tidak" karena takut menyakiti perasaan orang lain. Orang dengan ciri-ciri ini sering disebut sebagai people pleaser.
5. Terlalu mudah marah
Marah yang berlebihan bisa menjadi cara inner child mengekspresikan rasa sakit atau ketidakpuasan yang berasal dari pengalaman masa kecil. Dengan kata lain, ada amarah yang terpendam sangat lama di dalam alam bawah sadar.
6. Kesulitan 'melepaskan sesuatu' yang telah berlalu
Apakah kamu sering memikirkan argumen lama yang telah selesai? Apakah kamu sering merenungkan hal-hal buruk yang terjadi meskipun tahu akan lebih bahagia jika move on?
Atau, apakah kamu lebih memilih bertahan pada hal-hal yang sudah berakhir karena merasa lebih aman daripada menerima kenyataan? Nah, itu bisa menjadi tanda inner child mu sedang tidak baik-baik saja.
7. Takut untuk berpendapat
Anak terbiasa mengikuti aturan dan arahan orang tua tanpa diberi kesempatan untuk berdiskusi dan menentukan pilihan. Hasilnya, anak tumbuh menjadi pribadi yang takut merencanakan, berpendapat, dan mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.
Mengobati inner child memang memerlukan waktu yang tidak sebentar, namun jika tidak disembuhkan, akan menimbulkan dampak negatif seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Ada beberapa hal yang bisa dicoba untuk mengobati inner child yang terluka, melansir dari Alodokter.
1. Memahami apa yang terjadi dalam diri
Orang yang inner child-nya terluka cenderung menahan atau mengekspresikan perasaan negatif, seperti marah, cemas, kecewa, atau takut secara berlebihan dalam menghadapi situasi yang terkait dengan pemicu terlukanya inner child.
Namun, tidak semua orang dapat dengan mudah memahami kondisi inner child di dalam diri mereka. Maka dari itu, perlu untuk kita mengenali penyebab atau memahami perasaan negatif yang kerap muncul. Jika merasa kesulitan, tidak ada salahnya untuk mencari pertolongan dengan berkonsultasi pada psikolog atau psikiater.
2. Menulis jurnal
Menulis jurnal bisa menjadi cara untuk menerima masa lalu jika kita enggan bercerita kepada orang lain. Selain sebagai media untuk melepas emosi, menulis jurnal juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan refleksi diri terhadap pengalaman-pengalaman yang telah dilalui.
Dengan begitu, kita bisa mengenali dan memilah hal-hal apa yang kurang baik dan ingin diubah, seperti sikap, perasaan, atau respons terhadap sesuatu.
3. Melakukan meditasi
Secara spesifik, meditasi bermanfaat dalam proses penyembuhan inner child. Meditasi juga berguna untuk mengenali perasaan yang muncul, sehingga memudahkan kita dalam mengontrol emosi pada kondisi yang dapat memicu timbulnya trauma. Seiring waktu, kita akan terbiasa mengekspresikan perasaan dengan cara yang sehat.
4. Melakukan kegiatan yang menyenangkan
Setiap orang umumnya memiliki aktivitas yang disukai atau hobi yang berbeda-beda. Dengan melakukan hobi atau aktivitas yang menyenangkan, kita bisa melupakan sejenak masalah yang sedang dihadapi dan membangkitkan energi positif dalam diri.
Dengan melakukan reparenting atau menjadi 'orang tua' bagi inner child yang ada dalam diri, kita telah mengambil langkah menuju penyembuhan diri dan pertumbuhan pribadi yang lebih baik, yang tentunya akan membuat hidup kita menjadi lebih bahagia.
Sudahkah kamu perhatian dan peduli pada 'anak kecil' dalam dirimu atau inner child?
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Review I'm Not a Robot: Saat Captcha Bikin Kita Ragu, Aku Manusia atau Bot?
-
Kim Ji Won Pertimbangkan Peran Dokter Jenius di Drama Medis Baru
-
Fans Dibuat Bingung saat IVE Bersaing dengan Diri Sendiri di Music Bank
-
Belum Punya Agensi, Wheein MAMAMOO Ungkap Suka Duka yang Dialami
-
Ditawari Drama Variety, Son Ye Jin Perankan Karakter Mirip Min Hee Jin?
Artikel Terkait
-
7 Cara Mengelola Emosi untuk Hidup Lebih Tenang
-
Kolaborasi Fashion dan Snack Masa Kecil: Petualangan Menghidupkan Kembali Inner Child
-
Mengenal OCD yang Diderita Marcella Zalianty, sampai Bawa Sendok ke Restoran
-
Dari Joget Viral hingga Krisis Mental: Bagaimana Dampak TikTok pada Kesehatan Mental Generasi Muda?
-
Konsultasi Dokter Tumbuh Kembang Anak Online Kapan Saja, Ini Solusinya!
Health
-
Secondary Traumatic Stress : Rasa Simpati yang Justru Punya Dampak Negatif
-
Purging atau Alergi? Ini Cara Kenali Breakout Akibat Produk Baru
-
Waspada! Ini 3 Penyakit Menular yang Lazim Muncul saat Musim Hujan
-
Fenomena Fatherless di Indonesia dan Dampaknya bagi Perkembangan Anak
-
Seni Meronce Manik-Manik: Jalan Menuju Pemahaman Emosi dan Kesehatan Mental
Terkini
-
Segere Wes Arang-Arang, Fenomena Remaja Jompo dalam Masyarakat!
-
Sinopsis Film Berebut Jenazah: Bukan Horor, tapi Kisah Haru di Tengah Perbedaan
-
Ulasan Buku 'Kita, Kami, Kamu', Menyelami Dunia Anak yang Lucu dan Jenaka
-
Generasi Muda, Jangan Cuek! Politik Menentukan Masa Depanmu
-
Pesta Kuliner Februari 2025: Promo Menggoda untuk Para Foodie!