Di era digital yang serba cepat, kita terbiasa hidup dalam banjir informasi. Dari pagi hingga malam, jari kita seolah otomatis menggulir layar demi layar yang penuh dengan video lucu, meme konyol, dan potongan-potongan konten singkat yang disebut-sebut sebagai hiburan ringan.
Namun, tanpa disadari, kebiasaan ini perlahan-lahan mengubah cara otak kita bekerja. Pikiran kita menjadi lebih mudah teralihkan, sulit fokus dalam jangka panjang, dan cenderung berpindah dari satu hal ke hal lainnya tanpa memahami lebih mendalam.
Fenomena ini dikenal dengan istilah attention fragmentation, yaitu terpecahnya perhatian akibat terlalu sering berpindah fokus secara cepat, dan salah satu penyebab utamanya adalah konsumsi konten receh di media sosial.
Apa Itu Attention Fragmentation?
Attention fragmentation adalah kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan mempertahankan fokus secara berkelanjutan pada satu tugas atau informasi karena perhatiannya mudah terpecah-pecah. Dikutip dari CyberSafely (24/4/2025), attention fragmentation terjadi ketika fokus berulang kali terpecah, oleh notifikasi, pesan, dan multitasking digital.
Alih-alih berkonsentrasi secara mendalam, anak-anak malah berpindah-pindah tugas. Seiring waktu, hal ini dapat melemahkan daya ingat, mengurangi pembelajaran, dan meningkatkan kecemasan.
Psikolog Jonathan Haidt, dalam buku The Anxious Generation, mengeksplorasi bagaimana ponsel pintar dan media sosial telah mengubah otak remaja secara mendasar. Dia menghubungkan peningkatan masalah kesehatan mental remaja dengan kecepatan dan tekanan yang luar biasa dari kehidupan digital. Dalam dunia yang penuh notifikasi, video berdurasi 15 detik, dan informasi serba instan, otak dilatih untuk terus-menerus mencari hal baru.
Masalahnya, ketika otak terbiasa berpindah fokus dalam waktu singkat, ia mulai kehilangan kemampuan untuk mendalami sesuatu. Akibatnya, kita jadi cepat bosan saat membaca artikel panjang, sulit mendengarkan penjelasan dalam kelas atau rapat, dan bahkan kesulitan menikmati percakapan yang mendalam.
Attention fragmentation perhatian bukan hanya masalah kecil, tapi merupakan tanda menurunnya kualitas kognitif dalam jangka panjang.
Konten Receh dan Dampaknya terhadap Fungsi Otak
Konten receh sering kali dianggap sebagai hiburan ringan yang tidak berbahaya. Namun, jika dikonsumsi secara berlebihan, konten seperti video lucu, gossip selebriti, atau potongan kejadian absurd tanpa makna ini bisa membuat otak terbiasa dengan stimulasi cepat dan dangkal.
Hal ini membuat bagian otak yang bertanggung jawab atas fokus, pemrosesan mendalam, dan pengambilan keputusan menjadi kurang terlatih. Otak yang terbiasa dengan informasi superfisial akan kesulitan saat dihadapkan pada tugas-tugas yang menuntut perhatian jangka panjang, seperti belajar, menulis, atau berpikir kritis.
Lama kelamaan, kita menjadi mudah terdistraksi, bahkan saat tidak sedang memegang ponsel sekalipun.
Implikasi Jangka Panjang dan Tantangan Membangun Fokus
Jika tidak dikendalikan, attention fragmentation dapat berdampak pada produktivitas, kemampuan belajar, dan bahkan kesehatan mental. Kita menjadi lebih mudah stres karena merasa "sibuk tapi tidak selesai apa-apa", serta lebih cemas karena otak tak pernah benar-benar beristirahat.
Selain itu, hubungan sosial pun terdampak karena kita cenderung tidak hadir sepenuhnya dalam interaksi. Untuk membangun kembali kemampuan fokus, dibutuhkan upaya sadar seperti membatasi screen time, menerapkan deep work (bekerja dalam kondisi fokus penuh tanpa gangguan), serta membiasakan diri melakukan aktivitas yang memperkuat atensi, seperti membaca buku tanpa distraksi atau meditasi.
Attention fragmentation adalah tantangan nyata di tengah budaya digital yang mendewakan kecepatan dan hiburan instan. Konsumsi konten receh yang berlebihan mungkin menyenangkan, tetapi bisa membawa dampak jangka panjang pada kualitas berpikir dan hidup kita.
Menyadari pola ini adalah langkah awal untuk berubah. Kita perlu mulai memilah informasi yang masuk ke otak, melatih diri untuk hadir secara utuh dalam setiap aktivitas, serta memberi ruang bagi pikiran untuk benar-benar fokus dan berkembang.
Fokus bukan hanya soal kemampuan bertahan dalam tugas, tapi juga fondasi bagi pembelajaran, produktivitas, dan makna dalam hidup.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Novel The Vanishing Half: Diskriminasi Warna Kulit di Tengah Tekanan Sosial
-
Fenomena Brain Fog: Kesulitan Fokus Akibat Sering Konsumsi Konten Receh
-
Ulasan Novel Where the Crawdads Sing, Kisah Marsh Girl Melawan Tuduhan
-
Dari Imajinasi ke Otomatisasi: Krisis Dunia Kreatif di Era AI
-
Realita Kuliah di Yogyakarta: Antara Harapan, Kenyataan, dan Adaptasi
Artikel Terkait
-
Fenomena Brain Fog: Kesulitan Fokus Akibat Sering Konsumsi Konten Receh
-
Penurunan Fungsi Kognitif Akibat Kebiasaan Pakai AI: Kemajuan atau Ancaman?
-
Fenomena Brain Rot: Pembusukan Otak karena Sering Konsumsi Konten Receh
-
7 Kebiasaan yang Dapat Mendukung Kesehatan Otak
-
Manajemen OVT Tengah Malam: Ketika Pikiran Jadi Pesta dan Kita Tak Diundang
Health
-
Fenomena Brain Fog: Kesulitan Fokus Akibat Sering Konsumsi Konten Receh
-
6 Jenis Tanaman yang Dapat Mengatasi Bau Mulut, Ada Apel hingga Kemangi
-
Cognitive Offloading: Ketika Otak Tak Lagi Jadi Tempat Menyimpan Informasi
-
Digital Fatigue dan Mental Overload: Saat Notifikasi Jadi Beban Psikologis
-
5 Tips Atasi Lelah setelah Mudik, Biar Energi Balik Secepatnya!
Terkini
-
8 Rekomendasi Film Revenge Action Terbaik, Wajib Tonton!
-
Bojan Hodak Tanggapi Absennya Pemain Pilar saat Lawan Persita: Itu Normal!
-
Presentasi Hafalan di Sekolah: Mengasah Kemampuan atau Membebankan Siswa?
-
Bekali Dosen dengan Pelatihan AI, SCU Perkuat Literasi Digital dan Riset di Era Kecerdasan Buatan
-
Ulasan Novel Pelangi Waktu Malam, Kisah Luka dan Cinta yang Terlambat