Tepat bulan September 2021, saya mulai bergabung masuk di media online di daerah kabupaten Majene, namanya mediasulbar. Di media itu, saya ditempatkan sebagai reporter untuk wilayah peliputan di kabupaten Majene. Sejak dari itu hingga sekarang, saya masih aktif dan bekerja layaknya seperti wartawan pada umumnya.
Seperti diketahui bersama, seorang wartawan tentu turun langsung di lapangan untuk mencari isu yang layak dijadikan berita sebagai konsumsi publik. Hadir pada tiap ada kegiatan, termasuk kegiatan pemerintah setempat yang akan dijadikan berita.
Terkesan tidak mudah bagi saya untuk menjadi reporter, siap sedia pada setiap waktu untuk dapat segera mungkin meliput berita. Tuntutan setiap hari agar dapat menghasilkan berita, merupakan bagian dari kewajiban bekerja di media online yang saya tempati itu.
Saya pribadi merasa canggung dan merasa kaku di lapangan, tidak ada pengalaman sebelumnya bagi saya, bagaimana menjadi reporter dan bagaimana membuat berita saat di lapangan. Bahkan mediasulbar yang saya tempati itu, tidak memberikan pelatihan kepada saya cara turun di lapangan dan bagaimana sikap reporter saat di lapangan.
Hal itu saya lalui dengan cara saya sendiri. Saya baru belajar dan memulainya walau tak ada pengetahuan dan pengalaman. Mungkin karena itu, pimpinan redaksi saya sering mengatakan, "kalau tulisan sudah bagus, tetapi turun di lapangannya yang masih kurang."
Perjalanan ternyata ada keberpihakan juga, makin hari saya bisa mendapatkan pelajaran banyak, berkenalan para wartawan lain merupakan bagian dari anugerah. Walau rasa canggung hingga detik ini belum bisa teratasi secara baik, tetapi setidaknya ada perubahan yang saya dapatkan.
Mungkin suatu bentuk rejeki, menjadi wartawan adalah wadah bagi saya untuk menuangkan hobi. Awalnya, saya hobi menulis, menulis perjalanan hidup, pandangan terhadap masalah sosial, dan tulisan dalam bentuk kegelisahan pribadi saya. Itu saya lakukan saat sedang sendiri, tidak dibebani dengan rasa terburu-buru dan di bawah tekanan, semuanya keluar dari lubuk hati secara alami.
Saya biasa menulis dalam keadaan tenang, menulis hanya di rumah saja, tidak ada target waktu kapan dan di mana, hanya saja ketika ada mood, maka di situlah keinginan untuk menulis akan terdongkrak dengan sendirinya. Beda halnya dengan menulis sebagai reporter, tentu dituntut untuk bisa ahli di lapangan dan secepat mungkin dapat segera menerbitkan berita.
Sedangkan, menulis yang hanya menjadi kontributor atau penulis lepas tentu tidak ada paksaan dan tuntutan, asalkan lolos kurasi itu sudah bisa diterbitkan. Kebiasaan itulah yang saya lalui sebelum menjadi reporter. Menjadi penulis lepas di berbagai media online, tak ada target waktu kapan harus menulis. Di situlah saya merasa bahwa saya mempunyai hobi menulis, makin hari saya sering menulis dan merasa puas dengan beberapa tulisan saya yang terbit di media online. Hingga saya beranggapan bahwa hobi saya menulis itu akan terus diasah.
Terlebih lagi saat pandemi covid-19 melanda kita, aktivitas banyak yang dibatasi dan mengharuskan harus bekerja dari rumah. Momen itu saya tidak sia-siakan, menulis setiap hari sempat menjadi bagian dari hidup saya waktu itu. Bekerja dari rumah telah memberikan ruang bagi saya untuk terus mengasah hobi menulis.
Di era new normal ini, bekerja di luar rumah sudah mulai sedikit dilonggarkan, hingga pada akhirnya saya bisa menjadi reporter di media online hingga sekarang ini. Saya tak tahu apakah takdir, atau pemberian jalan Tuhan yang memang terbaik bagi saya. Saya merasa telah menemukan hobi untuk menulis, akhirnya dibukakan jalan untuk bisa menjadi reporter.
Walau mekanismenya berbeda ketika menjadi penulis lepas saja, tetapi wadah itu akan sama-sama memberikan kesempatan bagi saya untuk dapat melatih kemampuan menulis. Bahkan menjadi reporter membuka lagi pelajaran baru terhadap saya, yakni tidak hanya ahli menjadi penulis tetapi mesti bisa juga lihai saat turun di lapangan untuk meliput.
Menjadi wartawan telah membuka peluang bagi saya untuk menuangkan hobi, menulis secara akurat dengan genre pemberitaan telah menjadi hobi yang mesti saya gali terus. Era new normal, era saya menjadi awal untuk menjadi seorang wartawan, dalam kesempatan itulah hobi menulis saya akan memiliki ruang dan pengalaman baru.
Baca Juga
-
10 Cara Mengatur HP agar Bisa Melantunkan Al-Quran Semalaman Tanpa Khawatir Baterai Rusak
-
Gagasan Pendidikan Ki Hajar Dewantara, Perlunya Akses Pendidikan Merata
-
Hari Raya Idul Fitri, Memaknai Lebaran dalam Kebersamaan dan Keberagaman
-
Lebaran dan Media Sosial, Medium Silaturahmi di Era Digital
-
Ketupat Lebaran: Ikon Kuliner yang Tak Lekang oleh Waktu
Artikel Terkait
Hobi
-
Mees Hilgers, Laga Kontra Cina dan Performa Buruknya di Timnas Indonesia
-
Harapan Pupus! Ada 2 Alasan Kekalahan MU dari Spurs Kali Ini Terasa Jauh Lebih Menyakitkan
-
Menanti Magis Ole Romeny: Bisakah Kembali Membuat Kejutan di Lini Depan Timnas Indonesia?
-
Gagal Juara Europa League, Tottenham Benar-Benar Berikan Musim Menyakitkan bagi Iblis Merah
-
Patrick Kluivert Kunjungi Bali United Training Center Demi Persiapan Timnas
Terkini
-
7 Rekomendasi Film Horor Terbaik dari tahun 80-an, Sudah Nonton?
-
Kembang Goyang Luna Maya Patah Detik-Detik Sebelum Akad, Pertanda Apa?
-
Mulai Rp1,4 Juta, Ini Daftar Harga Tiket Konser Doh Kyung-soo di Jakarta
-
5 Rekomendasi Film Klasik Ikonik yang Tak Lekang oleh Waktu, Ada Favoritmu?
-
Sinopsis The Comic Bang, Drama China Terbaru Shen Yue dan Wang Jing Xuan