Menonton film merupakan hobi yang selalu saya nikmati bahkan jauh sebelum new normal. Tapi, saya merasakan perbedaan emosi yang cukup signifikan yang membuat saya menjadi lebih tertutup dan menyendiri saat new normal berlangsung yang mengakibatkan perubahan genre film kesukaan.
Hal-hal yang biasanya saya lakukan untuk healing, seperti berkumpul dengan teman atau jalan-jalan, sayangnya harus berhenti. Sementara ketika saya melalui waktu istirahat, biasanya saya lebih menikmati film action, komedi romantis, atau thriller. Tapi sejak sebagian besar kegiatan saya lakukan di dalam rumah, kesesakkan itu membawa saya lebih menikmati film dengan cerita sedih.
Mengutip EG24 News, sebuah penelitian dari Oxford University menegaskan apabila menonton film sedih dapat tingkatkan perasaan ikatan dengan kelompok, keluarga, dan teman. Selain meningkatkan toleransi rasa sakit, banyak menonton film sedih akan meningkatkan kadar bahan kimia yang dikeluarkan oleh otak yang bertanggung jawab untuk merasa bahagia.
Menyadur sumber yang sama, profesor psikologi Robinn Dunbar, menegaskan gagasan tersebut, "Emosi yang terjadi akibat menyaksikan peristiwa tragis, mungkin membantu mengaktifkan sistem endorfin," Sementara endorfin diketahui bertanggung jawab untuk meningkatkan toleransi rasa sakit, baik fisik dan emosional, serta memberikan perasaan nyaman.
Merasakan perubahan kepribadian yang tadinya sangat terbuka, kini menjadi lebih tertutup, salah satu yang membantu saya untuk mengekspresikan emosi ketika sedang menjalani waktu sulit adalah menonton film sedih. Bagi saya, hobi ini menjadi terapi untuk kembali meningkatkan mood bahkan dapat bantu saya untuk meredakan stres dan anxiety akibat kehidupan di era new normal.
Menonton film dengan berbagai cerita tragis atau mengharukan yang menyentuh hati, membantu saya untuk mampu menilik berbagai situasi atau jenis-jenis manusia di luar sana yang belum pernah saya temui, tentunya ini akan memberikan pelajaran tersendiri untuk saya.
Saya termasuk orang yang jarang menyampaikan perasaan yang saya rasakan, terkadang sesaknya hanya saya simpan sendiri, di sisi lain saya tidak bisa mengeluarkan emosi itu dalam bentuk ekspresi. Menangis adalah jalan keluarnya. Untuk memancing air mata keluar adalah dengan menonton film sedih. Tentunya ini akan sangat membantu saya dalam penyampaian beban yang saya simpan seorang diri dan membuat saya merasa lebih baik.
Bagi kamu yang masih belum bisa menemukan cara untuk mengekspresikan diri, bisa mencoba cara ini, lho! Meskipun tidak semua orang berhasil dengan cara ini. Bila tidak berhasil dapat pula dibantu dengan berolahraga atau meditasi untuk menyalurkan emosi.
Baca Juga
-
Makin Blak-blakan, Aaliyah Massaid Akui Bucin Ke Thariq Halilintar: Kamu Juara di Hati Aku
-
Mengenal Li Ran, Princess Eropa dari Asia Pertama, Istri dari Pangeran Charles Belgia
-
Fans Fuji Kecewa Konten Eksklusif Tersebar: Jadi Percuma Bayar
-
Nyanyi 'Cundamani' di Hadapan Happy Asmara, Celetukan Niken Salindry Bikin Ngakak Satu Venue
-
ARMY Next Level! Wanita Ini Pamer Rumah Berkonsep BTS, Semua Serba Ungu
Artikel Terkait
-
Lebih Bahagia dengan Cara Sederhana: Mulai dari Micro-Moments of Happiness
-
Koreksi Diri, 3 Hal Ini Membuat Kita Terjebak dalam Pilihan Salah
-
Di Balik Gaun Pengantin, Luka Psikologis Pernikahan Dini
-
Khutbah Idul Fitri yang Menyentuh Hati, Bikin Jemaah Terdiam dan Merenung!
-
Game Online: Hiburan atau Jerat Kecanduan?
Hobi
-
Arne Slot Soroti Rekor Unbeaten Everton, Optimis Menangi Derby Merseyside?
-
Mathew Baker Nyaman di Tim, Kode Timnas Indonesia Berprestasi di Piala Asia U-17?
-
Jamu CAHN FC, PSM Makassar Optimis Mampu Tembus Babak Final ACC 2025
-
Carlo Ancelotti Wajib Jaga Fokus Pemain, Imbas Jadwal Padat Real Madrid?
-
Bukayo Saka Siap Tampil Lawan Fulham, Mikel Arteta Rencanakan Misi Revans
Terkini
-
Sinopsis Film Streaming, Mengulas Kasus Kriminal yang Belum Terpecahkan
-
Review Film Twisters: Lebih Bagus dari yang Pertama atau Cuma Nostalgia?
-
Selamat! Ten NCT Raih Trofi Pertama Lagu Stunner di Program Musik The Show
-
AI Mengguncang Dunia Seni: Kreator Sejati atau Ilusi Kecerdasan?
-
Review Film 'Pabrik Gula': Teror Mistis di Balik Industri Gula Kolonial