Fakhri Husaini berubah menjadi sosok yang kerap menyuarakan pendapat yang berseberangan dengan PSSI maupun STY semenjak pecah kongsi dengan federasi. Dalam beberapa kesempatan, mantan pelatih Timnas Indonesia U-16 tersebut memberikan statemen yang seolah menyerang kebijakan dari federasi maupun sang pelatih Timnas.
Uniknya, baru-baru ini, mantan pelatih Persela Lamongan tersebut ternyata memberikan sebuah pernyataan yang berisikan keinginannya untuk kembali menjalin hubungan harmonis dengan PSSI. Dalam unggahan akun TikTok @wong_ngapak_pbg, coach Fakhri menyatakan keinginannya untuk bisa menjadi pelatih bagi Timnas Indonesia senior.
Namun sayangnya, dalam pernyataan tersebut sang pelatih yang juga melontarkan pencapaian sebelumnya, justru menunjukkan bagaimana level kesuksesan berdasarkan mindset yang dimilikinya saat ini.
"Kalau ada arahan atau tugas ya mau bagaimana lagi?" ujar mantan pemain tengah Timnas Indonesia di dekade 1990an itu, dikutip pada Sabtu (23/12/2023).
"Tapi yang jelas, saya sudah tidak mau menangani Timnas U-16 lagi. Sudah tidak ada tantangannya karena sudah membawa tim itu juara," lanjutnya.
Dan disinilah kita bisa melihat mindset kesuksesan menurut seorang Fakhri Husaini. Dalam kalimat yang dia lontarkan, terlihat jelas bahwa dirinya menyatakan sudah tak tertarik untuk melatih Timnas U-16 karena sudah pernah membawa mereka menjadi juara.
Itu artinya, dalam pemikiran sang pelatih, patokan kesuksesan dan pencapaian terbaik saat membawa Timnas Indonesia adalah menjadikan mereka sebagai juara di level Asia Tenggara. Karena kita tahu, ketika menangani Timnas Indonesia U-16 lalu, prestasi juara yang diberikan oleh Fakhri adalah menjadi kampiun Piala AFF U-16 edisi 2018.
Jika tolok ukurnya demikian, maka tentu saja standar kesuksesan yang dianut oleh coach Fakhri sangatlah rendah. Pasalnya, gelar Piala AFF sendiri merupakan gelar juara yang tak masuk dalam kalender FIFA, dan memiliki level terendah dalam kasta kejuaraan sepak bola dunia.
Gelar di level Asia Tenggara ini bahkan bisa dikatakan lebih rendah daripada gelar Asian Games, apalagi gelar Piala Asia yang para kontestannya berasal dari seluruh benua Kuning. Sangat berbeda dengan mindset coach STY dan kebanyakan pencinta sepak bola Indonesia yang mematok kesuksesan di level yang lebih tinggi daripada AFF.
Kira-kira, ini sebuah kepuasan, mindset atau memang standar yang dianut coach Fakhri cuma dalam lingkup Asia Tenggara saja?
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Bukan Hanya Kembali Suci, Ternyata Begini Arti Idulfitri Menurut Pendapat Ulama
-
Tak Dapatkan Kartu Meski Bermain Keras, Sejatinya Sebuah Hal yang Biasa bagi Justin Hubner
-
Kembali Cetak Gol untuk Indonesia, Selebrasi Ole Romeny Nyaris Berakhir Tidak Estetik
-
Berikan Assist Berkelas bagi Ole Romeny, Marselino Justru Tak Tunjukkan Ciri Khas Permainannya
-
Selain Jadi si Paling Sibuk, Rizky Ridho Juga Menjadi Pemain Tanpa Cela di Laga Indonesia vs Bahrain
Artikel Terkait
-
Piala Asia U-17: 3 Pemain Timnas Indonesia yang Diprediksi akan Tampil Gemilang
-
Jangan Takut! Wonderkid Thailand Silva Mexes Cuma Dompleng Manchester United
-
PSSI Kasih Kepastian Kabar Shin Tae-yong Jadi Dirtek PSSI
-
Timnas Indonesia Terancam Sanksi FIFA Jelang Laga Melawan China
-
Calvin Verdonk: Timnas Indonesia Dapat Energi Lebih dari Pemain ke-12
Hobi
-
Piala Asia U-17: 3 Pemain Timnas Indonesia yang Diprediksi akan Tampil Gemilang
-
PSM Makassar Konsentrasi Hadapi CAHN FC, 2 Pemain Ini Diramal Jadi Ancaman
-
Tanpa Gustavo Almeida, Persija Jakarta Hadapi Madura United FC di Bangkalan
-
Dilema Tristan Gooijer: PSSI Ngebet Naturalisasi, tetapi Sang Pemain Cedera
-
Arne Slot Soroti Rekor Unbeaten Everton, Optimis Menangi Derby Merseyside?
Terkini
-
Review Film Kuyang: Sekutu Iblis yang Selalu Mengintai, dari Ritual Mistis sampai Jumpscare Kejam
-
Review Novel A Scandal in Scarlet: Acara Lelang yang Berujung Tragedi Mengerikan
-
5 Pilihan Film Netflix yang Tayang April 2025, dari Horor hingga Sci-Fi!
-
Sayang untuk Dilewatkan, Inilah 5 Anime yang Mengangkat Kisah Pemburu Iblis
-
Review Jumbo: Cara Menghadapi Kehilangan dan Belajar Mendengarkan Orang Lain