Pemain keturunan Indonesia yang kini memperkuat LOSC Lille, Micthel Bakker dipastikan batal memperkuat Timnas Indonesia. Setelah beberapa waktu lalu sempat menguar namanya akan menjadi target proses naturalisasi berikutnya, namun pada akhirnya kabar tersebut terpatahkan karena regulasi FIFA.
Hal ini dikonfirmasi oleh pundit sepak bola nasiona, Ronny Pangemanan. Melalui unggahan video di kanal YouTubenya, Bung Ropan pada Kamis (16/1/2025), salah satu pengamat sepak bola kelas atas di Indonesia tersebut menyatakan bahwa proses pindah kewarganegaraan Micthel Bakker dihentikan karena tidak memenuhi persyaratan awal dari FIFA.
"Aturan FIFA itu apa? Kan untuk masuk ke Timnas Indonesia, pertama itu dari orang tua, ibu atau bapak. Kemudian, masuk ke kakek-nenek. Ya garis keturunan itu. Itu yang akan diambil, yang sah," jelas Bung Ropan dalam videonya.
"Nah, di FIFA itu, dia (Bakker) sudah masuk ke buyutnya, di atas kakek-neneknya. Nah, ini yang terbentur dengan aturan FIFA," tambahnya.
Tentunya, aturan dari FIFA ini sudah sering kita dengar ketika membahan terkait alih warga negara maupun alih federasi para pemain Timnas Indonesia. Namun, pernah tidak, kita mencoba untuk mencari tahu, aturan FIFA mana yang menghalangi para pemain Indonesia di luar negeri ini untuk kembali memperkuat tanah kelahiran leluhurnya?
Pada intinya, apa yang disampaikan oleh Bung Ropan tersebut sama persis dengan aturan yang dirilis oleh FIFA terkait item-item dan persyaratan yang tertuang dalam rilisan FIFA Eligibility Rules pada 28 Januari 2021 dan 23 Juli 2023 lalu.
Dalam penjelasan rilis, disebutkan bahwa seorang pemain keturunan dapat memperkuat negara lain dengan empat kriteria, yakni:
- Pemain tersebut lahir di negara tempat asosiasi / federasi berada;
- Ayah atau ibunya lahir di tempat asosiasi / federasi sepak bola berada;
- Salah satu dari kakek atau nenek pemain tersebut lahir di tempat asosiasi / federasi sepak bola berada; atau
- Memenuhi syarat minimum tinggal di tempat asosiasi berada.
Seperti yang dijelaskan oleh Bung Ropan yang disarikan dari peraturan FIFA, Mitchel Bakker tak bisa memperkuat Timnas Indonesia karena sang pemain memiliki darah Indonesia dari buyutnya, hal itu berarti dirinya tak memenuhi syarat garis keturunan yang diperbolehkan oleh FIFA yang menyatakan maksimal seorang pemain memiliki darah di tingkatan kakek atau nenek.
Jadi, sekarang sudah semakin jelas bukan, terkait mengapa Mitchel Bakker tak bisa lagi dikejar oleh PSSI?
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Hanya Satu Pemain yang Masuk Tim ASEAN All Stars, Pendukung Timnas Indonesia Siap Kecewa
-
Semifinal AFC U-17: Saat Tim Bernapas Kuda Bertemu dengan Tim Bertenaga Badak
-
Masuki Babak 4 Besar, Tim Mana yang Paling Lemah di Semifinal Piala Asia U-17?
-
Piala Asia U-17 dan Potensi Terjadinya Perang Saudara di Puncak Perhelatan
-
Media Malaysia Susun 11 Pemain untuk Lawan MU, Siapa yang Menjadi Wakil Indonesia?
Artikel Terkait
-
Mees Hilgers Bakal Dibuang, tapi Harga yang Dipatok FC Twente Bikin Geleng Kepala
-
Demi Piala Dunia U-17, PSSI Harus Pertimbangkan Menambah Pemain Keturunan
-
Kakek Lahir di Jakarta, Pemain Keturunan Indonesia Ini Punya Harga Pasar Rp1,3 M
-
Kabar Buruk! Gerald Vanenburg Diragukan Melatih Timnas Indonesia untuk SEA Games 2025
-
Sandy Walsh Pede Peluang Timnas Indonesia Langsung Lolos Piala Dunia 2026 di Ronde Ketiga
Hobi
-
Blak-blakan! Sandy Walsh Ngaku Beruntung Bela Timnas Indonesia Sejak Awal
-
Hanya Satu Pemain yang Masuk Tim ASEAN All Stars, Pendukung Timnas Indonesia Siap Kecewa
-
BRI Liga 1: Hadapi Dewa United FC, PSS Sleman Bawa Misi Selamatkan Diri
-
Semifinal AFC U-17: Saat Tim Bernapas Kuda Bertemu dengan Tim Bertenaga Badak
-
Demi Piala Dunia U-17, PSSI Harus Pertimbangkan Menambah Pemain Keturunan
Terkini
-
Tantang Diri Sendiri, Kai EXO Usung Banyak Genre di Album Baru Wait on Me
-
Park Bo Young Ambil Peran Ganda dalam Drama Baru, Visualnya Bikin Pangling
-
Resmi Bersaing, Jumbo dan Pabrik Gula Kini Selisih 500 Ribu Penonton
-
Review Novel 'Totto-chan': Bukan Sekolah Biasa, Tapi Rumah Kedua Anak-anak
-
Benarkah 'Kerja Apa Aja yang Penting Halal' Tak Lagi Relevan?