Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | M. Fuad S. T.
Pertandingan antara Manchester United melawan Wolverhampton Wanderers di Liga Primer Inggris (manutd.com)

Rencana besar induk sepak bola Asia Tenggara, AFF untuk membentuk tim ASEAN All Stars tampaknya tak semulus yang dibayangkan sebelumnya.

Semula, pembentukan tim ASEAN All Stars yang diproyeksikan untuk menyambut lawatan tim tradisional Liga Primer Inggris, Manchester United pada tanggal 28 Mei mendatang tersebut direncanakan untuk menggabungkan para talenta sepak bola terbaik yang berada di kawasan Asia Tenggara.

Namun pada kenyataannya, proyek mercusuar federasi sepak bola ASEAN tersebut justru tak mendapatkan sambutan greget, bahkan menimbulkan kesan jauh panggang daripada api.

Setidaknya, hal ini sudah terlihat dari keengganan negara-negara anggotanya untuk mengirimkan para pemain terbaiknya untuk tergabung dalam skuat.

Sepertimana menyadur laman Suara.com (19/4/2025), dari 17 nama yang saat ini sudah terpublikasikan ke khalayak, negara-negara yang menjadi kekuatan utama persepakbolaan kawasan seperti Indonesia, Thailand, dan Malaysia, tak mengirimkan amunisi terbaiknya untuk bergabung di skuat yang dibesut oleh Kim Sang-sik tersebut.

Nama-nama tenar dari Indonesia yang mentas di persepakbolaan Eropa, atau pemain bintang dari Thailand sekelas Chanathip Songkrasin, tak ada dalam daftar 17 nama yang telah dirilis.

Bahkan, dua negara lain, yakni Singapura dan Filipina, hingga saat ini belum mengumumkan nama-nama pemain yang menjadi perwakilan mereka untuk masuk ke tim.

Minimnya sambutan, dan pengiriman pemain ke tim ASEAN All Stars yang di luar ekspektasi, membuat proyek ambisius yang diinisiasi oleh AFF ini terancam rugi besar.

Memang, nama besar Manchester United masih menjadi daya tarik tersendiri di benua Asia terutama kawasan Asia Tenggara, namun hal itu tentunya tak cukup untuk membuat para pendukung Timnas Indonesia berpaling untuk menyaksikan laga tersebut.

Perlu digarisbawahi, di era industri sepak bola modern seperti saat ini, pemasukan utama dari sebuah pertandingan tidak bergantung pada penuhnya stadion dari kedatangan suporter secara langsung.

Namun, hak siar suatu pertandingan juga menjadi penyumbang pemasukan terbesar bagi panitia penyelenggara sebuah laga. Semakin banyak pihak yang menyiarkan suatu pertandingan, maka pihak penyelenggara akan semakin besar pula mendapatkan pemasukan dari sponsor.

Dan inilah yang menjadi kunci dari berbagai event yang diselenggarakan di dunia olah raga. Untuk menutupi biaya penyelenggaraan, pihak panitia tak melulu menggantungkan "pengembalian" kepada penjualan tiket secara langsung di venue pertandingan, namun juga membuka lebar-lebar keran sponsorship dan hak siar.

Dengan asumsi mendatangkan klub sebesar Manchester United yang mencapai puluhan miliar rupiah, tentunya pihak penyelenggara dan AFF yang menginisiasi pertandingan ini harus berhitung cermat untuk bisa menutupi biaya tersebut.

Namun, dengan kondisi tim ASEAN All Stars yang tak berisikan para pemain terbaik dari masing-masing negara, tentunya akan lebih sulit untuk "menjual" game ini kepada pihak penyiar bukan? Terlebih lagi bagi Indonesia yang juga tak mengirimkan pemain terbaiknya ke tim dan berdekatan dengan lanjutan babak kualifikasi Piala Dunia 2026, tentu akan lebih menguntungkan untuk mengambil hak siar dari pertandingan Timnas Indonesia sendiri bukan?

Sekadar mengingatkan, ketika Manchester United direncanakan datang ke Indonesia pada tahun 2009 lalu, biaya operasional yang dikeluarkan oleh penyelenggara mencapai US$ 3 juta alias Rp32,15 miliar saat itu. Belum lagi biaya lain yang berkaitan dengan pelayanan tim selama berada di Indonesia.

Jika dihitung dengan nilai yang sekarang, tentu minimal uang yang harus dikeluarkan berada di angka Rp50,61 miliar. Sebuah angka yang hanya digunakan untuk mendatangkan MU ke Asia Tenggara. Dan perlu dicatat, harga itu tentunya saat ini sudah mengalami kenaikan signifikan, tidak statis di angka 3 juta dollar lagi.

Dan jika nantinya pertandingan antara ASEAN All Stars melawan Manchester United sepi peminat dan minim pembelian hak siar, maka mau tak mau AFF dan penyelenggara harus memaksimalkan tiket pertandingan saja.

Dengan kapasitas Stadion Nasional Bukit Jalil yang berada di angka 85 ribu tempat duduk, maka harga rata-rata tiket yang harus dibeli oleh para suporter adalah Rp600 ribu. Karena jika tidak, maka AFF dan penyelenggara pertandingan hanya akan mendapatkan kerugian, alih-alih keuntungan seperti yang diidam-idamkan.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

M. Fuad S. T.