Pernah melihat dua pemain futsal yang seolah tahu gerakan satu sama lain tanpa harus bicara? Misalnya, satu pemain langsung mengoper bola ke arah rekannya yang sudah siap menendang, atau seluruh tim menekan lawan secara serempak tanpa ada komando? Hal-hal seperti ini bukanlah sulap. Hal tersebut merupakan hasil dari kerja otak dan hormon sosial yang secara ilmiah membantu pemain terhubung dan bekerja sama secara otomatis di lapangan.
Dalam ilmu saraf, manusia memiliki social brain network, yaitu bagian otak yang aktif pada saat kita berinteraksi sosial. Saat bermain futsal, jaringan otak ini ikut bekerja dengan cara seperti kita dapat menebak apa yang akan dilakukan rekan satu tim, membaca gerakan lawan, dan menyesuaikan posisi kita di lapangan. Proses ini disebut Theory of Mind, yaitu kemampuan memahami apa yang dipikirkan atau direncanakan orang lain secara cepat.
Semakin sering kita bermain bersama orang yang sama, otak akan mulai menyimpan “database” tentang pola gerakan dan gaya bermain mereka. Akibatnya, kita bisa menebak langkah mereka bahkan sebelum hal tersebut dilakukan. Inilah yang disebut chemistry dalam tim. Uniknya, hal itu bukan cuma soal kebiasaan, tapi juga hasil dari proses biologis otak.
Salah satu unsur sains lainnya yang ikut berperan saat bermain futsal adalah oksitosin, atau hormon yang dikenal sebagai “hormon kepercayaan.” Dalam konteks sosial dan tim, oksitosin dilepaskan oleh tubuh pada saat kita merasa nyaman, dihargai, dan diterima oleh rekan satu tim. Ketika hormon ini meningkat, otak manusia akan menjadi lebih responsif terhadap emosi orang lain, membuat manusia lebih mudah berempati, membaca bahasa tubuh, dan membangun komunikasi yang lancar sekalipun tanpa kata-kata.
Dalam permainan, hal ini sangat terlihat. Tim yang anggotanya saling percaya akan bermain lebih kompak dan efektif. Mereka tidak ragu untuk mengoper bola ke rekan yang sedang ditekan lawan, karena yakin bahwa temannya bisa mengatasinya. Pemain di dalam tim seperti ini merasa lebih bebas untuk mencoba, tidak takut gagal, dan cenderung lebih semangat memberikan kontribusi bagi tim. Semua itu terjadi bukan hanya karena kebiasaan latihan, tetapi juga disebabkan karena oksitosin membentuk ikatan sosial yang kuat. Walaupun oksitosin ini seperti berperan di balik layar, namun sangat terasa dampaknya di lapangan.
Penelitian oleh Pepping & Timmermans (2012) juga mendukung hal ini, yang mana disebutkan bahwa “Oxytocin provides an important biopsychological basis for expert performance in team sports... it is linked to processes such as trust, altruism, cohesion, cooperation, and social motivation.”
Artinya, oksitosin tidak hanya berperan dalam membangun kepercayaan, tapi juga meningkatkan kohesi tim, kerja sama, dan motivasi sosial yang menjadi elemen-elemen sangat penting dalam permainan tim seperti futsal. Oksitosin memiliki peran penting dalam mendukung performa tim olahraga melalui aspek-aspek sosial dan psikologis. Hormon ini berperan dalam membangun kepercayaan, rasa peduli, kekompakan, kerja sama, dan motivasi sosial di antara anggota tim. Oksitosin menjadi fondasi biologis yang memungkinkan kerja sama tim berlangsung secara lebih efektif, bahkan tanpa perlu banyak komunikasi verbal. Hal inilah yang menjelaskan mengapa tim yang saling percaya dapat bermain lebih kompak dan responsif. Karena secara ilmiah, tubuh mereka memang sedang membangun dan memperkuat ikatan sosial lewat oksitosin.
Futsal bukan hanya soal skill atau strategi, tapi juga tentang bagaimana mengelola perasaan. Saat pertandingan berlangsung dengan intensitas tinggi, satu komentar negatif bisa membuat seluruh tim kehilangan semangat. Sebaliknya, pelukan setelah gagal mencetak gol atau tepuk tangan saat teman jatuh, bisa membangkitkan motivasi. Hal ini dikarenakan emosi bisa menular atau dalam istilah ilmiah disebut emotional contagion.
Tim yang memiliki hubungan sosial yang erat cenderung lebih kuat menghadapi tekanan. Mereka saling mendukung, tidak saling menyalahkan, dan tahu kapan harus memberi dorongan semangat satu sama lain. Di sinilah pentingnya peran futsal dalam membentuk keterampilan sosial seperti empati, pengendalian emosi, dan rasa kebersamaan dalam tim.
Penasaran gimana rasanya menyatu bareng tim di dalam dan luar lapangan? AXIS Nation Cup 2025 hadir bukan hanya sekadar ajang unjuk skill dan stamina, tapi juga momen paling seru buat ngebangun chemistry, kepercayaan, dan koneksi sosial yang kuat. Lewat setiap umpan, selebrasi, hingga jatuh-bangun bareng, kamu nggak cuma jadi lebih jago, tapi juga lebih paham soal arti kebersamaan secara ilmiah dan emosional.
Info lengkap terkait jadwal dan pendaftaran langsung cek di anc.axis.co.id atau axis.co.id.!
Karena main futsal itu bukan cuma soal menang, tapi tentang jadi bagian dari sesuatu yang lebih besar.
Baca Juga
-
Sprint Lambat, Skor Terhambat: Ketika Sains Menyusun Skor
-
Dopamin dan Dribbling: Resep Ketagihan Futsal Menurut Otak
-
Otot Lelah, Otak Ikut Ngelag? Yuk Intip Penjelasan Ilmiahnya di Futsal
-
Biar Makin Jago Main, Yuk Kenali Dulu DNA Asli Futsal!
-
Awalnya Bukan dari Brazil! Ini Asal-usul Futsal yang Mengejutkan
Artikel Terkait
-
Pembinaan Pemain Futsal Sejak Dini: Merawat Benih dari Akar Rumput
-
Futsal: Lebih dari Sekadar Pertandingan di Lapangan Kecil
-
Dari Lapangan ke Layar: Apakah Game Futsal Bisa Gantikan Olahraga Nyata?
-
Transformasi Mesin Kecerdasan Buatan dalam Menata Ulang Futsal Indonesia
-
Sprint Lambat, Skor Terhambat: Ketika Sains Menyusun Skor
Hobi
-
Jika Raih Gelar AFF Cup U-23 2025, Gerald Vanenburg Bisa Lampaui STY?
-
BRI Super League: Persebaya Makin Pede, Ini Kata Pelatih Eduardo Perez
-
Motor GP25 Tak Sempurna Jadi Alasan Ducati Rekrut Marc Marquez, Benarkah?
-
Gerald Vanenburg Soroti Penggunaan VAR di Final AFF U-23, Mendukung Penuh?
-
BRI Super League: Pemain Muda Madura United Tunjukkan Progres Positif
Terkini
-
Move On yang Tertunda: Bagaimana Otak Menyimpan Hubungan yang Sudah Usai
-
5 Jurus Sakti Biar HP Bebas Iklan Ngeselin, Auto Adem Jiwa di 2025
-
Review Novel Pulang: Kisah Eksil Politik yang Terasing dari Negara Asalnya
-
4 Rekomendasi Toner dengan Willow Bark yang Ampuh Redakan Breakout Wajah
-
Belajar Merasa Cukup dengan Apa yang Kita Punya Lewat Buku Everything You'll Ever Need