Hikmawan Firdaus | M. Fuad S. T.
Pelatih Timnas Indonesia U-23, Gerald Vanenburg (kanan) saat memberikan instruksi kepada anak asuhnya (dok. aseanutdfc)
M. Fuad S. T.

Pelatih Timnas Indonesia U-23 akhirnya gagal dalam memenuhi target lolos ke Piala Asia U-23 yang dibebankan oleh PSSI kepadanya. 

Mendampigi sang anak asuh dalam laga berat nan menentukan melawan Korea Selatan, pelatih berkebangsaan Belanda tersebut harus menjadi saksi tersungkurnya pasukan yang dipolesnya.

Dituntut untuk memenangi laga pamungkas, Dony Tri Pamungkas dan kolega justru harus kehilangan semua poin imbas menelan kekalahan tipis satu gol tanpa balas dari raksasa sepak bola benua asal Asia Timur tersebut.

Kegagalan Pasukan Muda Merah Putih untuk mencapai turnamen yang sesungguhnya di tahun depan ini tentunya menyisakan banyak kekecewaan. Selain hasil akhir yang berupa kegagalan, sejatinya ada lagi kekecewaan yang harus kita sampaikan di sini, terutama terkait dengan pakem permainan yang dikembangkan oleh sang pelatih.

Memang harus kita akui, permainan ball possession yang berorientasi pada penguasaan bola arahan pelatih Gerald ini sangat bagus untuk mengintimidasi lawan yang mereka hadapi. Namun sayangnya, hal itu tak diiringi dengan kualitas individu pemain dalam mengkreasikan improvisasi permainan ketika mereka dilanda kebuntuan.

Mungkin dalam pikiran pelatih Gerald, kualitas yang dimiliki oleh para pemain Indonesia ini selevel dengan pemain-pemain di benua Eropa yang memiliki visi bermain atau bahkan improvisasi permainan yang tinggi.

Sehingga ketika skema ball possession sudah berjalan dengan baik namun pasukannya di Timnas U-23 masih terkendalan untuk mencetak gol, mereka bisa melakukan pergerakan-pergerakan non-textbook dengan inisiatifnya sendiri.

Dengan kata lain, pelatih Gerald ini seolah memberikan dasar-dasar permainan yang harus dilakukan oleh para pemainnya di lapangan, namun ketika ada kendala dalam hal penetrasi dan kebuntuan menciptakan gol, hal itu diserahkan sepenuhnya kepada para pemain yang ada di lapangan sepertimana pemain-pemain dari negaranya yang memiliki kemampuan untuk itu.

Namun sayangnya, harus kita akui para pemain yang dibawa oleh Gerald Venenburg di babak kualifikasi kemarin masih berada di bawah ekspektasi yang dimiliki oleh sang pelatih. Ketika sang pelatih berharap banyak kepada mereka untuk bisa melakukan improvisasi permainan dari pakem utama yang telah ditetapkannya, hal itu jarang untuk bisa dilakukan.

Mungkin saat melawan tim sekelas Makau, para penggawa Garuda Muda bisa melakukan improvisasi permainan dan memenuhi standar yang diharapkan oleh sang pelatih, namun ketika berhadapan dengan tim-tim yang lebih kuat atau memasang pertahanan grendel yang berlapis-lapis, mereka lagi-lagi tak berkutik dan kurang mahir dalam berimprovisasi seperti yang diinginkan oleh sang pelatih.

Sepertinya, ekspektasi dan standar permainan yang ditetapkan oleh pelatih Gerald Vanenburg dalam filosofi bermainnya masih ketinggian untuk para pemain Timnas Indonesia yang masih membutuhkan banyak bimbingan ini ya!