Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Devi
Suasana di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Sabtu (3/7). [Suara.com/Oke Atmaja]

Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan pelaksanaan PPKM Darurat di Istana Kepresidenan, Kamis (1/7/2021). Kebijakan ini disusun dalam waktu 4 hari oleh Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) sekaligus Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali yaitu Luhut Binsar Pandjaitan. Penyusunan dan pengambilan keputusan dilakukan dengan teliti serta mencermati seluruh pemikiran dan masukan dari pakar epidemiologi, asosiasi profesi medis serta ahli yang lain.

"Kebijakan ini dibuat guna mencegah penularan Covid-19 dan mengurangi kebutuhan masyarakat untuk pengobatan di rumah sakit sehingga tidak membuat lumpuhnya rumah sakit karena over kapasitas pasien Covid-19 serta layanan pasien kritis tidak terganggu dan terancam nyawanya," ujar Jokowi dalam pernyataannya tentang perkembangan terkini PPKM Darurat yang di unggah Selasa (20/7/2021) di YouTube Sekretariat Presiden.

Paling tidak sudah dua minggu lebih pemerintah melaksanakan PPKM Darurat namun, realitanya kebijakan ini dinilai belum optimal. Seperti yang kita ketahui bersama, angka Covid-19 belum ada penurunan yang signifikan.

Bagi pakar Epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman bahwa langkah yang mestinya dicoba yaitu pelaksanaan lockdown (hanya boleh melaksanakan kegiatan yang menyangkut kesehatan, keamanan, dan makanan). Kebijakan tersebut bisa mengurangi beban sarana pelayanan kesehatan serta memutus penyebaran virus Covid-19, dilansir dari Kompas.com, Jum'at (02/07/2021).

Namun, pelaksanaan lockdown tidak jadi opsi utama pemerintah, sebab bermacam pertimbangan terkhusus keadaan psikologis warga Indonesia. Maka dari itu, upaya-upaya yang bisa dilakukan saat ini seperti: tingkatkan tracing dan testing, perlunya dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak serta pemahaman tiap orang dalam melakukan protokol kesehatan dan vaksinasi.

Devi

Baca Juga