Beberapa waktu yang lalu, media sosial saya penuh dengan hal-hal yang cukup menguras emosi. Mulai dari pemberlakuan PPKM yang entah sampai kapan, menteri yang malah mengkritik sinetron, hingga berita-berita duka yang tersiar setiap hari. Tiap kali saya membuka media sosial, pasti bertemu dengan hal-hal itu.
Pikiran saya sangat lelah dan membuat saya ingin sejenak menjauh dari semua itu. Hingga suatu ketika saya menemukan postingan di akun instagram @remaja.islami yang menurut saya menjadi oase di tengah carut marutnya keadaan.
Akun instagram @remaja.islami mendapat postingan tersebut dari akun @kabarkita_id. Isi postingan tersebut adalah sebuah video yang memperlihatkan seorang laki-laki tunanetra didenda karena menurunkan maskernya. Awal mulanya begini, saat itu Ujangdemikian nama laki-laki tunanetra tersebutbaru saja minum jus. Ia pun menurunkan maskernya ke dagu, akibat hal tersebut Ujang terjaring razia masker oleh petugas.
Tak mau menerima pengakuan Ujang, petugas tersebut langsung memberlakukan denda Rp50.000. waktu itu Ujang hanya memiliki uang Rp25.000, beruntung ada temannya yang membantu membayar separuhnya. Peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu (16/7/2021).
Beberapa hari selepas kejadian itu, ada seseorang yang datang ke rumah Ujang untuk mencari klarifikasi. Ketika ditanya terkait denda yang diberlakukan padanya, Ujang mengaku ikhlas dan tidak ingin memperpanjang masalahnya.
Ada banyak hal yang bisa dipertanyakan dari peristiwa itu. Misalnya, uang denda senilai Rp50.000 itu larinya kemana? Apakah dengan cara yang seperti itu, si petugas bisa makan gajinya dengan halal? Apa yang menjadi dasar petugas tersebut sehingga ia bisa menarik denda pada seorang tunanetra yang sejenak menurunkan maskernya?. Dan, pertanyaan terbesarnya adalah bagaimana bisa Ujang diberi status pahlawan dalam artikel ini?.
Mungkin banyak orang menganggap remeh apa yang dilakukan Ujang. Namun, bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda, Ujang sebenarnya melakukan hal yang besar yang membuat dirinya layak untuk dijuluki pahlawan. Berikut pemaparannya.
Pahlawan Keteladanan Bagi Pemerintah
Orang-orang yang kerjaannya tidur waktu rapat perlu meneladani sikap Ujang. Seperti diketahui, pemerintah sering denial dalam menanggulangi pandemi Covid-19. Kemarin begini, besok begitu; sangat-sangat tidak konsisten. Bahkan beberapa kementerian terlihat memberikan kebijakan yang saling tumpang tindih, nampak tak ada koordinasi sama sekali. Alih-alih membantu rakyat melewati masa pandemi, pemerintah malah semakin menyusahkan rakyat. Tak berhenti di situ, di tengah kondisi rakyat yang serba sengsara, orang-orang berdasi itu malah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan tempat khusus bagi anggota dewan untuk isolasi mandiri.
Apa yang dilakukan pemerintah tersebut menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki konsistensi dan maunya memanjakan diri sendiri. Berbanding terbalik dengan Ujang, melalui sikapnya Ujang menunjukkan bahwa ia layak (bahkan harus) diteladani oleh pemerintah. Pertama, Ujang konsisten dengan sikapnya; hal ini terlihat pada dirinya yang enggan memperpanjang masalah, ia konsisten dengan rasa ikhlasnya. Kedua, Ujang berkenan menerima keadaan; kendati Ujang baru saja dizalimi, ia tidak menyalahkan siapa pun. Berbeda dengan pemerintah yang justru menyalahkan rakyat ketika grafik kasus positif Covid-19 naik, padahal mereka sendiri jelas-jelas melakukan kesalahan.
Pahlawan Keteladanan Kemanusiaan
Kita semua telah menyaksikan seperti apa aparat menertibkan PPKM darurat kemarin. Tanpa rasa bersalah sedikit pun, mereka seenaknya main semprot pada para pedagang. Hal ini membuat barang-barang dagangan mereka tak bisa dijual lagi, jika seperti itu lalu bagaimana mereka bisa mendapat sesuap nasi?. Begitu juga dengan kasus ‘idamanmu’ kemarin, yang tanpa rasa malu menginjak kepala seseorang. Mereka-mereka ini sangat tidak merepresentasikan manusia.
Bahkan, yang lebih parah lagi sudah tentu kasus yang tidak akan pernah terlupakan oleh rakyat, kasus kejahatan yang levelnya bisa membuat Dajjal merasa minder bila melihatnya. Yap! Kasus korupsi bansos oleh Juliari Batubara. Dalam proses hukumnya, Juliari mengaku sebagai orang yang paling menderita.
Hal yang lebih tidak masuk akal lagi adalah dia bisa selamat dari vonis hukuman mati, durasi hukumannya diberi discount, dan hakim menganggap bahwa Juliari sudah begitu menderita karena cercaan publik. Itu semua membuat kita benar-benar lelah untuk kecewa pada wakil rakyat, mereka sungguh bukan lagi seorang manusia. Melalui kisah Ujang tadi, kita sadar bahwa di negeri yang sudah benar-benar carut marut ini ternyata masih tersisa seorang manusa yang layak diberi gelar pahlawan kemanusiaan meski dirinya tak bisa melihat dunia.
Baca Juga
-
Menggugat Sekolah yang 'Tak' Bersalah
-
Film Encanto: Tak Ada Keluarga yang Benar-benar Sempurna
-
Doctor Strange MoM: Menyelamatkan Dunia Bukan Perkara yang Membahagiakan
-
Privilese Spider-Man dan Batman serta Korelasinya dengan Konsep Berbuat Baik
-
Imam Al Ghazali dan Tuduhan Soal Penyebab Kejumudan Berpikir
Kolom
-
Sentuhan Guru Tak Tergantikan, Mengapa Literasi Penting di Era AI?
-
Sistem Zonasi Sekolah: Antara Pemerataan dan Tantangan yang Ada
-
Quick Count vs Hasil Resmi Pemilu: Akurasi atau Sekadar Kontroversi?
-
Politik Uang di Pilkada: Mengapa Masyarakat Terus Terpengaruh?
-
Membangun Sikap Kritis dalam Menangkal Ulasan Palsu di Google Maps
Terkini
-
BI Bekali 500 Mahasiswa Jabar Sertifikasi BNSP, Siap Bersaing di Dunia Kerja
-
3 Serum Korea Berbahan Utama Lendir Siput, Ampuh Perbaiki Skin Barrier!
-
Statistik Apik Gustavo Souza, Juru Gedor Baru PSIS Semarang Asal El Savador
-
3 Rekomendasi Produk Ampoule untuk Atasi Jerawat dan Kerutan, Auto Glowing!
-
Fadli Zon Resmikan Museum Kujang, Targetkan Indonesia Pusat Kebudayaan Dunia