Fraksi PDI Perjuangan dan PSI DPRD DKI Jakarta secara resmi telah mengajukan hak interpelasi dengan menyerahkan surat tanda tangan kepada pimpinan dewan di Gedung DPRD DKI Jakarta (26/8/2021).
Dengan begitu ada 33 anggota DPRD yang sudah setuju dengan hak interpelasi. Terdiri dari 25 anggota fraksi PDIP dan delapan anggota fraksi PSI. Pada awalnya pengajuan hak interpelasi dilakukan karena dua fraksi tersebut ingin meminta jawaban Gubernur Anies Baswedan perihal rencana penyelenggaraan kompetisi Formula E di Jakarta pada 2022.
Dengan begitu dapat dikatakan bahwa usulan hak interpelasi terhadap kebijakan Gubernur Anies Baswedan merupakan hal lumrah dalam demokrasi. Termasuk menjadi bukti bahwa iklim demokrasi di Jakarta sangat dinamis pergerakannya.
Selain itu, peran partai oposisi bisa dikatakan konsisten untuk rajin mengkritisi dan mengawasi setiap kebijakan Gubernur DKI Jakarta. Lagipula ini merupakan hak setiap legislator untuk menyatakan keberatan soal penyelenggaraan Formula E, terutama di saat kita lagi bersama-sama fokus menangani pandemi Covid-19.
Kendati demikian, pengesahan hak interpelasi baru bisa dilakukan jika rapat paripurna dihadiri 50 persen + 1. Berarti hak interpelasi masih membutuhkan dukungan 21 anggota dewan lagi.
Tapi, melihat kondisi politik saat ini, bukan tidak mungkin partai politik yang awalnya menolak bisa berubah haluan kemudian ikut mendukung hak interpelasi. Sebab peran publik terutama warganet untuk menekan parpol tidak bisa diremehkan. Apalagi ini urusan penggunaan uang rakyat untuk kegiatan yang akan digelar pada saat pandemi Covid-19 belum jelas kapan berakhir.
Di sinilah kemudian peran publik sangat dibutuhkan untuk bisa ikut menekan partai politik yang menolak hak interpelasi agar bisa berubah haluan untuk mendukung hak interpelasi. Dengan tekanan publik yang masif terutama warganet dapat membuat pimpinan pusat parpol masing-masing, berubah haluan dan ikut menekan fraksi partai di DKI Jakarta untuk mensetujui hak interpelasi.
Sebab bagaimanapun pimpinan pusat partai tidak ingin partainya dihakimi oleh publik yang kemudian bisa ikut berdampak pada menurunnya elektabilitas parpol. Artinya, ini tergantung lagi pada partisipasi publik Jakarta, apakah ikut menekan atau cuek terhadap isu ini.
Baca Juga
-
Ancaman Sanksi dari PDIP Soal Capres Terkesan Lebay
-
Mengapa Video Santri Tutup Telinga saat Dengar Musik Begitu Viral?
-
Gegara Bentangkan Poster ke Jokowi, Akhirnya Suroto Diundang ke Istana
-
Pejabat Negara Makin Kaya Raya Selama Pandemi, Bagaimana Sikap Publik?
-
Partai Demokrat Ditantang oleh Rakyat untuk Menjadi Oposisi?
Artikel Terkait
-
Ramai Reshuffle Kabinet Prabowo, Anies Baswedan Bikin Heboh Curhat: Gak Kebagian...
-
Sindiran Fathian: Prabowo Turun, yang Naik Justru Gibran, Bukan Anies
-
Disahkan Anies, Tunjangan Rumah Anggota DPRD Jakarta Lebih Dahsyat dari DPR RI
-
Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
-
Ahmad Sahroni Mimpi Jadi Presiden, Anies Baswedan Pernah Respons Begini
Kolom
-
Pembongkaran Parkiran Abu Bakar Ali: Antara Penataan Malioboro dan Nasib Masyarakat
-
Kopinya Mahal, Tapi Gaji Barista Tetap Pas-pasan
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
-
Krisis Kepercayaan Publik: Rakyat Dapat Apa dari Reshuffle Kabinet?
-
Menagih Kembali Tuntutan Rakyat 17+8, Sudah Sejauh Mana?
Terkini
-
Pamer Kemesraan di Sydney, Angel Karamoy Resmi Pacaran dengan Gusti Ega?
-
Biar Gak Cuma Pesan Es Kopi Susu: Kamus Ngopi Lengkap Buat Gen Z
-
Bahagia! Zaskia Sungkar Umumkan Kehamilan Kedua Hasil Program Bayi Tabung
-
Nepal Membara: 5 Fakta Gokil Demo Gen Z yang Bikin PM Mundur Hingga Bakar Gedung Parlemen!
-
Sinopsis Film Horor Getih Ireng: Teror Santet yang Bikin Merinding!