Teknologi semakin memperluas hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Seperti dunia nyata, dunia maya kini seolah memiliki semesta khusus dengan lalu lintasnya sendiri sehingga manusia dari berbagai penjuru dunia bisa saling bersapa. Hal ini yang ditunjukan oleh fitur Anonymous Chat di Telegram.
Fitur tersebut memungkinkan dua orang berkomunikasi tanpa memberitahu informasi yang sebenarnya atau anonim. Mereka dipilih secara acak atau random sehingga bisa bertemu dengan orang lintas provinsi atau daerah. Tapi, banyak sifat-sifat pengguna Anonymous Chat yang sangat unik untuk ditilik.
Tidak jarang alasan-alasan mereka menggunakan fitur percakapan anonim itu mengundang tanda tanya, tanda seru, dan titik. Sehingga, kadang para pengguna harus waspada pada beberapa orang yang ada di Anonymous Chat. Kalau yang kita chat adalah mantan kita, berabe jadinya.
Pertama, sesi perkenalan. Dalam Anonymous Chat, biasanya dua pengguna membuat peraturan masing-masing. Misalnya, “Dari daerah mana? Sebutin provinsi aja buat privasi” hal itu sering ditemui ketika memperkenalkan diri di dalam room chat. Juga, kebanyakan di antara pengguna tidak menyebutkan nama, kecuali memang udah satu frekuensi dan langsunng menuju jenjang selanjutnya.
Dalam tahap perkenalan ini, para pengguna biasanya para jaim. Ketika ditanya sesuatu malah dijawab dengan lawakan atau candaan. Padahal, bisa saja lawan bicaranya itu sedang serius, eh dibecandain jadinya kan patah hati. Setelah patah hati nantinya pusing dan stres, akhirnya nggak mau main chat anonim lagi, hihihi.
Kedua, alasan para pengguna. Biasanya mereka menggunakan fitur Anonymous Chat karena gabut, bosen, dan kesepian. Alasan-alasan itu cukup masuk akal. Bisa saja seseorang sedang patah hati, jadi pengen ada yang dengerin omongannya. Tapi, kalau lawan bicaranya sombong, ya wassalam. Tamat tak tersisa.
Alasan lain para pengguna Anonymous Chat juga bisa karena sedang jomblo. Mereka mencari jodoh lewat fitur tersebut. Sebab, dalam chat itu kedua pihak belum saling mengenal, tapi entah kalau sudah saling bertemu, saya nggak mau komentar.
Bahkan, bisa saja orang-orang yang merasa dijauhi oleh teman-temannya menggunakan fitur chat anonim untuk mendapatkan teman baru. Tapi, sekali lagi, sifat para pengguna Anonymous Chat itu berbeda-beda, ada yang terbuka, tertutup, tutup-buka, sampai tertutup enggak terbuka juga nggak.
Tapi, ada juga alasan yang negatif, seperti pelecehan, bahkan menuju ke tindak kejahatan verbal lainnya. Hal ini perlu dihindari, bisa-bisa pengguna yang rentan bisa kena mental. Kalau menemukan orang-orang kayak gitu, mending sudahi saja percakapannya, karena kalian sudah tidak ditakdirkan untuk bersatu.
Ketiga, usia pengguna. Saya mencoba iseng-iseng menggunakan fitur chat anonim di Telegram. Tapi, sepanjang saya menggunakannya, saya hanya bercakap dengan anak berusia belasan tahun! Menurut saya ini bahaya, bagaimana jika sinetron Zahra jadi kenyataan gara-gara itu? Kan, nambah beban kerja pemerintah!
Padahal, pemerintah bisa juga membuat platform chat anonim sendiri dengan tujuan mengobati orang-orang yang rentan secara mental. Hal itu lebih bermanfaat daripada memberlakukan tax amnesty jilid 2, jilid 3, atau mungkin sampai jilid 6. Di tengah pandemi ini banyak orang yang pusing, nah fitur ini bisa membantu tentunya dengan konsep yang pas. Bismillah tenaga ahli..
Fitur Anonymous Chat pun seharusnya bisa membatasi usia para pengguna walaupun ada pengaturan usia, tapi hal itu bisa diatur sepuasnya dan sebebasnya. Padahal hal itu bisa berpotensi menyebabkan adanya trafficking. Misalnya, ada anak anggota DPRD menggunakan umur belasan tahun di Anonymous Chat lalu mengajak ketemu anak cewek yang dichatnya, kan nambah beban reputasi DPR nantinya.
Jadi, banyak hal unik dari fitur ini. Cuma, tetep saja harus disikapi dengan bijak, biarkan rakyat saja yang bijak, wakil rakyat mah nanti aja, deh! Maka, fitur ini harus bisa dimanfaatkan dan dipakai untuk yang positif, jangan dijadikan tempat chat yang membuat keonaran. Seperti yang ada dalam UU ITE, walau nggak tahu maksud keonaran di situ apaan. Tapi, intinya tetap berada dalam koridor yang diterima oleh masyarakat, kalau diterima pemerintah mah belakangan, gugatan 75 pegawai KPK saja didiemin, apalagi kita rakyat jelata.
Baca Juga
-
Media Lokal Sudah Badai Selama 10 Tahun Terakhir dan Tak Ada yang Peduli
-
Sama-Sama Pekerja Gig, Kok Driver Ojol Lebih Berani daripada Freelancer?
-
Percuma Menghapus Outsourcing Kalau Banyak Perusahaan Melanggar Aturan
-
Wajib Tahu! 5 Buah yang Bisa Menurunkan Kolesterol dalam Tubuh
-
Makin Sehat! Ini 6 Manfaat Tidur Siang bagi Tubuh
Artikel Terkait
-
Telegram Ejek Fitur Baru WhatsApp
-
10 Langkah Cara Buka Telegram Web di Laptop Tanpa Pakai Aplikasi Tambahan
-
MUDAH Cara buka Telegram di PC dan Laptop, Lengkap Link Download Telegram Desktop
-
Cara Mengirim Video Lewat Telegram
-
BREAKING NEWS! Kapolda Sumsel Irjen Eko Indra Heri Dicopot, Diganti Irjen Toni Harmanto
Kolom
-
APBN untuk Sekolah Kedinasan: Ketika 13 Ribu Anak Jadi Anak Emas Negara
-
Pacu Jalur: Sungai yang Menyatukan, Tradisi yang Menghidupkan
-
Mengajar Tanpa Belajar, Dosa Intelektual yang Terlupakan
-
Dari Era Kolonial ke AI: Mampukah Indonesia Benar-Benar Swasembada Gula?
-
Kurikulum AI: Lompatan Pendidikan atau Jurang Ketimpangan Baru?
Terkini
-
Kohesi Tim dan Solidaritas: Apa Kata Psikologi soal Tim Futsal yang Kompak?
-
Tayang Agustus, Wednesday 2 Rilis Trailer Cegah Kematian Enid Sinclair
-
Rahasia Kulit Glowing ala Korea! 4 Tone Up Sunscreen Lindungi dari Sinar UV
-
3 Pemain ASEAN Kini Berkarier di Liga Jerman, tapi Kevin Diks Tetap Paling Unggul!
-
Review Film Girls Will be Girls: Cinta, Ibu, dan Anak yang Tumbuh dari Luka