Beberapa hari yang lalu, jagat dunia maya sempat digegerkan dengan ragam sikap dan respons atas video viral santri tutup telinga saat dengar musik. Tidak hanya netizen yang maha benar, tokoh-tokoh publik juga turut merespons dengan ragam sudut pandangnya.
Ada yang pro dan kontra, hal ini biasa saja sebenarnya. Kita tahu sebelum video santri menutup telinga, ada rakaman lain dari sang mantan gitaris band kenamaan yang hijrah, Uki Noah.
Ia menyatakan bahwa mendengarkan musik dan memainkannya adalah satu tindakan yang haram. Pernyataan ini tentu menuai reaksi dari berbagai kalangan, khususnya musisi dan agamawan.
Sebenarnya yang membuat video atau respons atas suatu hukum dalam konteks fiqih menjadi perbincangan serius dan viral, yakni karena hal itu dipertentangkan dengan budaya maupun kearifan lokal yang beragam.
Agama yang seharusnya menjadi sangat privat, justru menjadi umbaran-umabaran di muka umum. Oke, jika Anda memiliki pandangan bahwa musik biasa-biasa saja, tidak mempengaruhi keimanan, itu benar adanya. Jika sudah mengerti tentang dasar dan hukumnya, seharusnya bisa biasa-biasa saja.
Sedangkan yang mengatakan bahwa musik haram, ya itu benar juga. Karena ada keterangan yang menunjukkan keharamannya, ketika melalaikan pada Tuhan.
Artinya ada dua pandangan yang sama-sama benar di satu sisi. Hal yang menjadi salah adalah mempertentangkan keimanan dan pola keberagamaan personal.
Sebenarnya, mau haram atau tidak, musik akan selalu ada. Karena dasar utamanya musik adalah suara. Hal ini tidak bisa kita bendung. Perkara itu menjadi halal atau haram agaknya kok kembali pada prinsip personal dan tidak sepatutya diumbar-umbar.
Jika dianalogikan dengan penjual masakan, maka dapurnya tidak seharusnya diumbar, cara masaknya juga demikian, dan letaknya di belakang. Sementara yang dihidangkan adalah hasil masakannya, pelayanannya.
Artinya, keimanan itu wilayah dapur. Saling menghargai dan menghormati adalah wilayah sosial yang seharusnya menjadi sikap atas perbedaan itu.
Mau meyakini musik itu haram ya biasa-biasa saja. Sedangkan yang menganggap musik itu tidak masalah, ya sudah. Jalan pada keyakinannya masing-masing. Bukan malah manyalahkan satu sama lain.
Baca Juga
Artikel Terkait
Kolom
-
Menikah Tak Punya Batas Waktu: Saatnya Berhenti Bertanya Kapan?
-
Masalahnya Bukan di Netflix, tapi di Literasi Digital Kita
-
Mengapa Remaja Perempuan Jadi Target Favorit Kekerasan Digital? Yuk Simak!
-
Eco-Anxiety Bukan Penyakit: Saat Kecemasan Iklim Menggerakkan Perubahan
-
Antara Keluarga dan Masa Depan, Dilema Tak Berujung Sandwich Generation
Terkini
-
Ancaman Hoaks dan Krisis Literasi Digital di Kalangan Pelajar Indonesia
-
Bukan yang Pertama di Asia, Indonesia Lanjutkan Tradisi Tuan Rumah FIFA Series
-
Putusan Bersejarah: Pengadilan Jepang Nyatakan Cloudflare Bertanggung Jawab atas Pembajakan
-
OOTD Dress ala Kim Hye Joon: 4 Gaya Effortless Cocok di Semua Mood!
-
Inara Rusli Diterpa Isu Perselingkuhan? Istri Sah Diduga Lapor ke Polisi