Layaknya penambangan konvensional, penambangan (mining) keuangan kripto juga berdampak bagi lingkungan. Terdengar seperti lelucon bukan? Tingginya penggunaan dan nilai mata uang kripto memiliki segundang masalah lingkungan. Memang, awalnya mata uang kripto menjadi sebuah tawaran alternatif bagi mata uang konvensional yang dinilai memiliki beberapa kelemahan. Mata uang kripto seperti Bitcoin dirumuskan dengan harapan bisa menjadi mata uang yang lebih aman, praktis, dan mengurangi kebutuhan bahan baku untuk memproduksi uang konvensional yakni kayu dan logam.
Sayangnya, ada ancaman lingkungan tersebunyi dari hadirnya sistem mata uang kripto. Mengapa bisa? Mari kita simak beberapa hal berikut.
Dari mana uang kripto bisa "ada"?
Secara sederhana, uang kripto memiliki nilai tukar layaknya uang konvensional berkat rantai blok (blockchain) atau catatan mengenai data yang terus berkembang layaknya sebuah rantai yang tidak berujung. Mata uang kripto berupa data yang disimpan secara digital dalam suatu tempat. Berkat adanya catatan tersebut, maka nilai tukar dan validitas dari mata uang tersebut dapat memiliki nilai ekonomis yang dapat digunakan sebagai transaksi layaknya mata uang konvensional.
Mata uang kripto "dicetak" layaknya uang konvensional dan diperoleh salah satunya melalui metode penambangan (mining). Mining uang kripto ditujukan untuk mengembangkan rantai data tersebut. Sebagai gantinya, seorang yang melakukan mining tersebut akan memperoleh sejumlah uang kripto sesuai dengan kemampuan mining yang telah ia lakukan.
Energi besar untuk satu keping uang kripto
Mining uang kripto dilakukan melalui perangkat komputer yang memiliki daya tinggi. Umumnya, semakin tinggi kapasitas processing suatu komputer, maka data rantai blok yang tervalidasi akan semakin masif. Sehingga, kemampuan pemrosesan tersebut memerlukan GPU yang memakan daya listrik yang besar.
Tercatat oleh penelitian yang dilakukan oleh Energies, diestimasikan pada 2021, beberapa mata uang kripto seperti Bitcoin menghabiskan energi sebesar 32.56 tera-watts per hour (TWh). Bahkan, beberapa negara mengontrol penambangan uang kripto yang dilakukan oleh rumah tangga karena melebihi batas konsumsi daya listrik tiap rumah. Maka, beberapa perusahaan membangun fasilitas penambangan mata uang kripto yang berisi ratusan perangkat komputer berdaya tinggi.
Energi besar sama dengan emisi yang besar
Tentu, untuk memenuhi kebutuhan energi yang besar tersebut, perlu sumber daya berlebih untuk dialokasikan ke pembangkit listrik. Umumnya, di banyak negara masih mengandalkan batu bara sebagai sumber pembangkit listrik utama. Batu bara merupakan salah penyumbang gas CO2 terbesar, berada di posisi yang sama seperti emisi kendaraan bermotor. Tercatat bahwa pada tahun-tahun meningkatnya tren Bitcoin seperti tahun 2017, dihasilkan sebesar 69 juta ton ekuivalen karbon dioksida (MtCO2e).
Alhasil, penambangan uang kripto juga meningkatkan aktivitas penambangan konvensional juga. Ironis bukan?
Meningkatnya ketertarikan masyarakat terhadap kripto
Kini, berkat populernya uang kripto dan berita mengenai NFT yang kian meramaikan publik, orang-orang berbondong-bondong masuk ke dalam sistem uang kripto. Tentu, "produksi" mata uang kripto dan usaha untuk mengembangkan rantai blok tersebut juga meningkat, begitu pula daya yang dibutuhkan untuk mengembangkannya. Pada negara-negara yang masih terkendala dalam produksi daya listrik, hadirnya mata uang kripto hanya memunculkan lebih banyak masalah.
Sebuah sistem yang belum sempurna
Sebagai penutup, penulis perlu menekankan bahwa tulisan ini tidak bertujuan untuk mencegah pembaca untuk masuk ke dalam dunia uang kripto. Namun, sistem keuangan kripto belum seratus persen sempurna karena dari aspek produksi yang mengancam lingkungan. Maka, perlu adanya upaya menyeluruh di berbagai aspek, salah satunya dengan memperbaiki sistem produksi daya listrik yang lebih hijau dan ramah lingkungan, dalam rangka memperbaiki sistem produksi mata uang kripto yang problematis.
Referensi
- Badaea Lina & Claudia M.P.M. 2021 The Economic and Environmental Impact of Bitcoin
- Náñez Alonso, S.L, dkk. 2021. Cryptocurrency Mining from an Economic and Environmental Perspective. Analysis of the Most and Least Sustainable Countries. Energies
- Narayanan, Arvind. dkk. 2016. Bitcoin and cryptocurrency technologies: a comprehensive introduction
Baca Juga
-
Tips Ngabuburit dari Buya Yahya: Menunggu Berbuka tanpa Kehilangan Pahala Puasa
-
Mengenal Orang Tua Alyssa Daguise: Calon Besan Ahmad Dhani Ternyata Bukan Sosok Sembarangan
-
Profil Hestia Faruk: Tante Thariq yang Dahulu Sempat Dikenalkan ke Fuji
-
Menentukan Monster Sesungguhnya dalam Serial Kingdom: Manusia atau Zombie?
-
5 Langkah Awal Memulai Karier sebagai Desainer Grafis, Mulailah dari Freelance!
Artikel Terkait
Kolom
-
Psikologi Publik: Mengapa Hacker Jadi Pahlawan di Mata Warganet?
-
Siapa Bjorka yang Asli? Ketika Panggung Siber Menjadi Panggung Sandiwara
-
Drama Anggaran MBG: Tarik Ulur Purbaya dan Luhut
-
Pendidikan atau Pangan? Debat Pengalihan Anggaran yang Kian Panas
-
Generasi Z dan Karier Tanpa Tali: Kenapa Job-Hopping Jadi Strategi?
Terkini
-
Gebrak Menit Awal, SMAN 21 Makassar Tumbangkan SMAN 4 Bantaeng di ANC 2025
-
Nindyan P. Hangganararas, Kiblat Fashion Hijab Anak Muda Masa Kini!
-
Indonesia vs Arab Saudi: Justin Hubner Urung Kembali Adu Otot dengan "Preman" The Green Falcon
-
Rekor Buruk Laga Tandang Warnai Perjalanan Indonesia di Ronde Keempat Kualifikasi
-
Rekor Buruk Laga Tandang Warnai Perjalanan Indonesia di Ronde Keempat Kualifikasi