Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Armand IS
Potret Sri Paus Fransiskus (Unsplash/Ashwin Vaswani)

Mendekati 10 tahun Paus Fransiskus dinobatkan sebagai pemimpin Gereja Katolik, tentu kita dapat berkaca terhadap jasa-jasa beliau. Beliau merupakan seorang Paus yang humanis dan progresif. Segala upayanya dalam memimpin Gereja dan membimbing masyarakat dilakukan tidak hanya untuk kepentingan Gereja, melainkan untuk kesejahteraan manusia tanpa terkecuali, tidak memandang latar belakang identitas sosial yang melekat padanya.

Kesederhanaan beliau tercermin dari gaya hidup keseharian yang dilakukan. Gaya berpakaian suci beliau terbilang cukup sederhana, jika dinilai dari level seorang pemimpin Gereja sedunia. Kemanusiaan atau humanisme beliau tercermin dalam berbagai tindakan yang dilakukan saat membimbing masyarakat ,terutama di belahan bumi bagian timur seperti Amerika Latin untuk keluar dari kemiskinan. Sisi humanisme beliau tampak dalam berbagai dialog dan kegiatan kemanusiaan yang dilakukan tanpa memandang latar belakang identitas sosial.

Fransiskus sebelum menjadi seorang Paus

Paus Fransiskus lahir pada 17 Desember 1936 dengan nama Jorge Mario Bergoglio di Argentina. Beliau merupakan seorang yang berpendidikan, tercermin dari gelar master dalam ilmu kimia yang beliau peroleh dari University of Buenos Aires. Meskipun demikian, beliau memilih untuk mengabdikan diri dan bergabung dalam ordo Serikat Yesus (Yesuit) dan melanjutkan pengabdiannya hingga berbagai jenjang sampai dinobatkan menjadi Paus Vatikan ke-266.

Perwakilan para Yesuit

Latar belakang pengabdian keagamaan beliau berangkat dari keikutsertaannya dalam ordo Serikat Yesus. Sehingga, beliau adalah Paus pertama yang merupakan Yesuit sekaligus yang berasal dari luar Eropa, yakni dari Amerika Latin. Semangat mengabdi yang berasal dari keanggotaannya di Serikat Yesus tercermin dalam kepemimpinannya sebagai Paus. Semasa beliau bergabung dalam Serikat Yesus, beliau sering melakukan kegiatan mengabdi di penjara-penjara, rumah sakit, dan lingkungan kumuh.

Sahabat bagi para kaum miskin dan tertindas

Sebagai Paus, beliau kerap menyuarakan kesejahteraan sosial bagi kaum miskin. Pilihan nama kepausan beliau sendiri berangkat dari Santo Fransiskus dari Asisi yang juga mengasihi orang-orang miskin. Beliau banyak melayangkan kritik terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi modern yang cenderung memeras dan mengeksploitasi para kaum miskin. Sebaliknya, beliau menyerukan untuk para pengikut Gereja untuk menjadi seorang Kristen yang welas asih dan gemar berbagi pada sesama.

Seperti yang dilansir oleh The Independent (21/11/14), beliau melayangkan kritik pada pasar spekulatif. Beliau mengkritik bahwa pasar yang eksploitatif dan berlandaskan pada spekulasi yang hanya menguntungkan beberapa pihak saja, adalah bentuk dari ketamakan manusia yang akan membawa kita kepada kebinasaan. Beliau juga sangat vokal terhadap nasib para pengungsi, yakni mereka yang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena konflik dan keterpurukan. The Citizens (19/2/16) melansir kalimat beliau yang mengkritik kebijakan-kebijakan para pemimpin dunia yang menutup akses kepada para pengungsi yang berbunyi, "Seseorang yang hanya berpikir tentang membangun tembok – di mana pun mereka berada – dan tidak membangun jembatan, bukanlah orang Kristen."

Membawa Gereja Katolik dan masyarakat menuju kemajuan

Beliau banyak melakukan kebijakan untuk memajukan Gereja Katolik untuk bisa menjadi wadah keselamatan. Namun, kebijakan beliau juga tidak terbatas dalam lingkup Kekristenan saja. Salah satu kebijakan beliau yang menjalin hubungan kemanusiaan adalah menyelenggarakan dialog-dialog lintas agama dan lintas Gereja. Beliau banyak menyelenggarakan dialog dengan berbagai pemeluk agama dari Yudaisme, Islam, Buddhisme, dan para Sikh. Selain itu, upaya dialog ekumenis juga beliau lakukan dalam menjalin persaudaraan antara umat Kristen dari berbagai denominasi Gereja.

Beliau juga sempat menyerukan penyelidikan bagi oknum di Gereja Katolik yang melakukan kekerasan dan pelecehan. Beliau menyerukan Vatikan untuk menyelediki seorang oknum yakni Juan Barros yang akhirnya mengundurkan diri. Selain itu, beliau juga vokal dalam menyerukan peran perempuan dalam Gereja. 

Pejuang kelestarian lingkungan hidup

Terakhir, pandangan Paus Fransiskus yang dinilai progresif adalah pandangan beliau mengenai lingkungan hidup dan perubahan iklim yang beliau tuangkan dalam sebuah ensiklik yang berjudul Laudato Si. Ensiklik tersebut memuat pandangan beliau terhadap krisis lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pemakaian bahan bakar fosil dan pembuangan limbah yang mengancam masyarakat terutama bagi mereka yang hidup dalam ambang kemiskinan.

Beliau menggambarkan bagaimana eksploitasi sumber daya alam dan limbah merusak muka bumi. Sehingga, beliau menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak terpuji. Sekaligus, beliau memuji para pihak terutama pemuda dalam aktivisme lingkungan. Beliau juga di beberapa kesempatan, seperti yang dilansir oleh DW (7/2/21) menyebut bahwa tindakan membuang sampah ke saluran air adalah sebuah tindakan kriminal.

Melalui refleksi ini, kita dapat mengambil hikmah dari nilai-nilai humanisme dan progresivisme yang disuarakan oleh Paus Fransiskus dalam kepemimpinannya sebagai Paus. Terlepas dari apa yang kita yakini, dan apapun agama kita, kita dapat mengambil esensi yang terdalam. Sesungguhnya, apa yang telah beliau sampaikan kepada kita merupakan sebuah semangat nilai universal yang berlaku bagi setiap manusia.

Referensi

  • Chappell, Bill. 2018. "Pope acknowledges 'grave errors' in Chilean sex abuse scandal"
  • Kasper, Walter. 2016. Pope Francis' Revolution of Tenderness and Love : Theological and Pastoral Perspectives
  • National Catholic Reporter. 2013. "Pope's Quotes: The indispensable contribution of women"
  • Paus Fransiskus. 2015. Laudato Si. Seri Dokumen Gerejawi No. 98 
  • Pullella, Philip. 2013. "Pope to hold major Holy Week service in youth jail". Reuters.

Armand IS