Semua orang tentu bisa menyaksikan bagaimana kondisi di desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. Di berbagai media sosial sudah tersebar tindakan aparat kepolisian yang represif terhadap warga Wadas, sehingga publik pun banyak mengecam dan mengutuk keras tindakan polisi yang tidak humanis kepada masyarakat. Padahal notabanenya sebagai pelindung dan pengayom, tetapi hari ini kita bisa saksikan lagi tindakan polisi yang membuat masyarakat ketakutan.
Hal demikian, tentu bukanlah sesuatu yang tidak bisa disembunyikan, apa pun alasannya tindakan represif kepolisian kepada warga Wadas tidak bisa dibenarkan, publik sudah dihebohkan tentang hal itu.
Lagi-lagi rakyat menjadi tumbal dengan iming-iming pembangunan untuk kepentingan rakyat, soal pro dan kontra adalah hal wajar terjadi, tapi apabila pembangunan dilakukan dengan mengorbankan hajat masyarakat banyak, tentu ujungnya dapat mengundang kegaduhan, begitulah kiranya yang terjadi di desa Wadas hari ini.
Kegaduhan di desa Wadas dimulai dari proyek pembangunan Bendungan Bener yang diimingkan untuk kepentingan rakyat, tapi versi lain banyak masyarakat menolak karena merampas hak hidup masyarakat setempat. Bendungan itu dinilai akan menjadi bendungan tertinggi di Indonesia, yang diproyeksikan mampu mengairi lahan persawahan seluas 15 ribu hektar.
Pembangunan bendungan tersebut tentu membutuhkan bahan material dengan jumlah banyak, salah satunya batuan andesit sebagai penyuplai bendungan tersebut. Maka dengan alasan itulah, lokasi desa Wadas dipilih sebagai lokasi tambang andesit, sebagaimana keputusan dari SK Gubernur Jawa Tengah (Ganjar Pranowo) Nomor 509/14/2018.
Keputusan itulah sebagai sumber polemik yang terjadi di desa Wadas, berbagai polemik warga Wadas dengan pemerintah untuk menolak pertambangan karena dapat merusak sumber mata air yang berpotensi merusak lahan pertanian, di mana selama ini telah menjadi sumber penghidupan warga Wadas.
Berdasarkan rilis dari Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa), kisruh bermula pada saat aparat kepolisian memasuki desa Wadas untuk mengukur tanah. Namun, karena dianggap ada provokasi sehingga terjadi penangkapan kepada beberapa warga Wadas, bahkan penangkapan diperlakukan secara tidak manusiawi. Para polisi menangkapi warga dan para aktivis masyarakat sipil yang membantu warga untuk mempertahankan tanahnya.
Polemik yang terjadi di desa Wadas tentu tidak hanya merusak citra kepolisian, tetapi juga merusak popularitas Ganjar Pranowo sebagai orang wahid di Jawa Tengah. Mengapa tidak, selain sebagai orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan untuk pembuatan bendungan Bener, ia juga sebagai pelayan masyarakat untuk warga Jawa Tengah, termasuk desa Wadas. Artinya, polemik kembali memperlihatkan kontradiksi antara posisi Ganjar Pranowo sebagai Gubernur, dengan realita tindakannya kepada masyarakat.
Meskipun, Ganjar Pranowo sudah meminta maaf kepada warga Wadas atas insiden yang terjadi, tetapi namanya telah rusak di mata masyarakat. Walaupun Ganjar memastikan bahwa tidak ada yang terjadi apa-apa kepada warga Wadas, namun di mata publik itu sudah basi dan bulsit. Saya rasa permintaan maaf Ganjar Pranowo tidak ada apa-apanya, masyarakat sudah menjadi korban barulah ia dengan mudahnya meminta maaf, minta maaf tidak cukup menyembuhkan hati rakyat.
Kondisi demikian, tentu sangat merusak popularitas Ganjar Pranowo sebagai calon Pilpres 2024 nanti. Padahal, survey Ganjar sebagai calon Presiden selalu menempati posisi teratas. Tentu kebijakan dan perlakuan Ganjor Pranowo hari ini sangat berdampak pada popularitasnya sebagai calon Presiden 2024. Bahkan ada juga tersiar postingan di media sosial mengecam Ganjar Pranowo sebagai sumber utama polemik di desa Wadas. Termasuk ada postingan faceboook, tidak usah saya sebutkan nama akunnya, ia menulis status seperti ini lengkap dengan gambar pemberitaan di desa Wadas, “bayangin Ganjar nyalon Presiden dan terpilih. Bayangin aja dulu.” Hal itu jelas berpengaruh sekali pada popularitas Ganjar apabila ingin menjadi calon Presiden 2024.
Jelas kondisi itu merusak nama Ganjar Pranowo, belum lagi kalau ada yang justru memainkan isu tersebut untuk benar-benar merusak nama Ganjar, nama baik Ganjar di media sosial seketika runtuh dengan perbuatannya yang tidak pro terhadap rakyat. Jadi, polemik yang terjadi di desa Wadas mesti menjadi bahan evaluasi bagi Ganjar Pranowo, selain untuk mengevaluasi kebijakannya demi untuk kepentingan rakyat, juga bahan evaluasi jika ingin mencalonkan diri sebagai Presiden yang akan bertarung pada Pilpres 2024 nanti.
Apa pun yang dilakukan para politikus hari ini, tentu berdampak pada popularitas dan elektabilitasnya jika nanti mau mencalon sebagai Presiden 2024. Ini tentu dapat menjadi pelajaran bahwa polemik di Wadas adalah rusaknya popularitas Ganjar Pranowo dan citra para aparat negara.
Tag
Baca Juga
-
Terbaru! Begini Cara Edit PDF di Microsoft Word Tanpa Convert Ulang
-
Akurat dan Mudah, Ini 7 Aplikasi Cek Spesifikasi Ponsel Android
-
Sudah Tahu? Begini Cara Simpan Semua Tab Chrome Sekaligus Sebelum Shutdown
-
Sudah Tahu? Begini Cara Membuat Shortcut Sendiri di Windows atau Mac
-
10 Cara Mengatur HP agar Bisa Melantunkan Al-Quran Semalaman Tanpa Khawatir Baterai Rusak
Artikel Terkait
Kolom
-
Malam Tanpa Layar! Seni Menjaga Kesehatan Tidur di Era Digital
-
Femisida dan Tantangan Penegakan Hukum yang Responsif Gender di Indonesia
-
Media Lokal Sudah Badai Selama 10 Tahun Terakhir dan Tak Ada yang Peduli
-
Saat Buku Tak Bisa Dibaca: Akses Literasi yang Masih Abai pada Disabilitas
-
Sama-Sama Pekerja Gig, Kok Driver Ojol Lebih Berani daripada Freelancer?
Terkini
-
Rilis Teaser, Film The Thursday Murder Club Kisahkan Para Lansia Pemecah Misteri
-
Cho Yi Hyun Menjalani Kehidupan Ganda di Drama Korea Head over Heels
-
Lee Jung Jae Gandeng Studio Inggris untuk Proyek Film Spy Bertema K-Pop
-
Antony Starr Tak Habis Pikir Homelander Jadi Karakter yang Disukai Penggemar
-
BoA Resmi Comeback Lewat Lagu Jepang Terbaru Bertajuk Young & Free