Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Novran Juliandri
Ilustrasi guru mengajar di salah satu Sekolah Dasar (SD) di Balikpapan. [Istimewa]

Setelah tiga tahun menjadi mahasiswa dengan Jurusan Sosiologi, lebih tepatnya Jurusan Sosiologi, Program Studi Pendidikan Sosiologi. Setelah 6 semester saya lalui, ternyata menjadi guru itu tidak mudah. Banyak tantangan yang dihadapi, dan hal-hal yang harus dikuasai.

Selain penguasaan materi, tentu seorang guru harus pandai menguasai kelas dan siswa yang menjadi audience. Ketika seorang guru menarik di mata siswanya, maka pembelajaran akan menarik. Namun jika guru tidak menarik bagi siswanya, proses belajar akan membosankan dan tidak efektif.

Dosen microteaching saya, Pak Reno Fernandes memberikan arahan kepada saya dan teman teman di kelas kalau “Menjadi guru itu harus percaya diri, mental harus kuat, dan mampu menjadi pusat perhatian bagi siswa.” Kelas bagaikan panggung atau stage sebuah konser musik. Guru menjadi pusat perhatian dari seluruh siswa, yang tugasnya tidak hanya mengajarkan materi namun juga mendidik karakter dan sikap siswanya. 

Sebagai mahasiswa pendidikan, tentu saya melalui banyak proses dan mempelajari mata kuliah yang arahnya pendidikan dan keguruan. Bagaimana membuat RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran), membuat media pembelajaran, mempraktikan cara mengajar pada saat kelas microteaching, belajar membuat soal-soal, dan masih banyak lainnya.

Setelah mengikuti rentetan perkuliahan selama 3 tahun ini, saya mendapatkan sebuah jawaban, menjadi guru itu sulit dan penuh tantangan. Menjadi guru itu sangat mulia, tanpa guru apalah arti kita. Tanpa guru, maka kita tidak paham dengan sebuah disiplin ilmu seperti Matematika, Bahasa Indonesia, Biologi, Fisika, Sosiologi, Ekonomi, dan disiplin ilmu lainnya.

Dengan tugas guru yang sangat kompleks, maka menurut saya guru selayaknya di gaji tinggi dan di atas rata-rata. Selain gaji yang tinggi, fasilitas penunjang pendidikan juga harus mencukupi dan baik. Dengan begitu, maka peforma guru dalam menciptakan generasi penerus bangsa akan baik dan menghasilkan sumber daya manusia yang memumpuni.

Saya ada melakukan browsing mengenai gaji guru ini di internet, dan saya menemukan 10 negara yang menggaji tenaga pendidik atau gurunya dengan angka yang tinggi. Negara-negara tersebut adalah, Swiss, Luksemburg, Kanada, Jerman, Belanda, Australia, Amerika Serikat, Irlandia, Denmark, dan Austria.

Dari 10 negara tersebut, rata-rata gaji untuk guru jika di berpatokan pada kurs Rupiah, maka per individu guru dalam satu bulannya bisa mengantongi ratusan juta hingga miliaran rupiah. Angka yang cukup fantastis, mengingat gaji guru di Indonesia dalam satu bulan tidak sampai setengah dari gaji 10 negara-negara di atas. 

Negara-negara yang disebutkan tadi, itu seluruhnya tergolong negara maju dan kuat secara politik dan ekonomi. Untuk meningkatkan aspek politik, ekonomi, dan kesejahteraan negara (dalam hal ini masyarakat/warga sipil). Pendidikan menjadi alat untuk mencapainya, dengan pendidikan sumber daya manusia menjadi terlatih dan baik.

Sumber daya manusia ini adalah siswa-siswa ataupun mahasiswa yang kedepannya menjadi pilar utama dari pekerja usia produktif suatu negara. Jika masyarakatnya pada usia produktif banyak bekerja, dan tidak menganggur. Maka, dapat disimpulkan bahwa negara tersebut sudah baik dalam menangani institusi dan sistem pendidikan di negaranya.

Indonesia dalam hal ini pemerintah, harus mencontoh negara-negara yang sudah maju pendidikannya. Bagaimana pengelolaanya, bagaimana sistemnya berjalan, bagaimana kurikulum pendidikannya tepat guna dan tepat sasaran, dan lain sebagainya.

Kita tidak bisa lagi beralasan dan berkilah untuk soal pendidikan, guru bukan lagi “tanpa tanda jasa.” Guru adalah profesi profesional yang harus diperhatikan dan dihargai oleh negara, khususnya Kemendikbudristek. Saya harap kedepan, ada perubahan signifikan di dunia pendidikan Indonesia.

Semoga ke depan, guru kian sejahtera penghasilannya. Dan semoga, generasi muda Indonesia yang cerdas-cerdas mau berkuliah di jurusan pendidikan dan menjadi guru, untuk Indonesia emas 2045. Sekian, terima kasih.

Novran Juliandri