Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Khabibul Musta'in H
Asap mengepul setelah serangan rudal Rusia di Ukraina berlanjut, di Lviv, Ukraina, Senin (18/4/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Vladyslav Model/foc/sad.

Rusia adalah produsen dan pengekspor utama minyak dan gas, dan ekonominya sangat bergantung pada ekspor energi. Pertumbuhan ekonomi Rusia terus didorong oleh ekspor energi minyak, produksi gas alam dan harga komoditas yang tinggi karena minyak dan gas Rusia terus dikenakan pajak dan bea ekspor yang tinggi.

Semenjak Presiden Rusia, Vladimir Putin mengeluarkan pernyataan resmi pada Kamis (24/2/2022), Rusia telah memulai operasi militernya secara resmi dengan menargetkan beberapa titik di Ukraina seperti wilayah Donbass, Mariupol, Kharkiv, Odessa, dan juga ibukota Ukraina yaitu Kyiv.

Melihat pergerakan Rusia ini, berbagai pihak tidak tinggal diam seperti Amerika Serikat dan juga Uni Eropa di mana sepakat untuk memotong pasokan gas alam dari Rusia, namun kesepakatan itu berujung kepada Uni Eropa yang mengalami kekurangan pasokan energi.

Pada Rabu (11/5/2022) bahwa harga gas di wilayah Eropa melonjak naik di mana hal ini dikarenakan ditutupnya beberapa aliran gas dari Rusia menuju Eropa di beberapa titik di Ukraina terutama di stasiun Sokhranivka dan Novopskov, di mana stasiun ini dapat mengalirkan 32,6 juta meter kubik per hari dari Rusia ke Eropa. Rusia juga menerapkan sanksi kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor gas yaitu Gazprom yang menghentikan pasokan gas mereka ke Polandia dan juga Bulgaria, di mana penghentian pasokan gas alama ini memperkeruh keadaan gas di wilayah Eropa dimana harga gas naik hingga 12%.

Pihak Uni Eropa mengatakan bahwa penerapan sanksi terhadap Gazprom oleh Rusia merupakan langkah pemerasan, sebagaimana disebutkan oleh Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen di laman Twitter resminya, di mana beliau menyebutkan

"Pengumuman Gazprom adalah upaya lain oleh Rusia untuk memeras kami dengan gas. Kami siap untuk skenario ini. Kami sedang memetakan respons UE kami yang terkoordinasi, Orang-orang Eropa dapat percaya bahwa kami bersatu dan dalam solidaritas dengan negara-negara anggota yang terkena dampak."

Namun, tuduhan dari Presiden Komisi Eropa ini ditepis oleh pihak Rusia melalui juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov dimana beliau menyebutkan bahwa "Ini bukan pemerasan, Kami memiliki sejumlah besar cadangan kami yang diblokir atau 'dicuri'. Semua ini membutuhkan transisi ke sistem pembayaran baru."

Sebelumnya, pihak Rusia telah mengeluarkan pernyataan bahwa jika ingin tetap mendapatkan pasokan gas alam dari Rusia maka harus membayar menggunakan mata uang Rusia yaitu rubel dengan cara membuka dua rekening di Gazprombank di mana satu dalam euro dan satu dalam rubel agar dapat melakukan transaksi, di mana pertanyaan ini tidak dipedulikan oleh pihak Uni Eropa. Pihak Eropa mengatakan jika ada pembeli dari Eropa yang membeli gas dengan menggunakan rubel maka hal tersebut melanggar aturan dan dapat dikenakan sanksi

Sumber: 

Sulastri, Anjar. Politik Energi Rusia Dan Dampaknya Terhadap Eropa Terkait Sengketa Gas Rusia-Ukraina. 2006.

Khabibul Musta'in H

Baca Juga