Seorang akademisi Amerika, Charles William Eliot, mengatakan, "Books are the quietest and most constant of friends; they are the most accessible and wisest of counselors, and the most patient of teachers." Buku adalah teman yang paling tenang dan paling stabil; mereka (buku-buku) adalah konselor yang paling mudah diakses dan paling bijaksana, dan yang paling sabar dalam mengajar.
Berdasarkan ungkapan tokoh yang terpilih sebagai presiden Harvard pada tahun 1869 itulah saya termotivasi menjadikan buku-buku sebagai sahabat, teman duduk, serta kawan yang paling mengerti, terlebih di kala gundah gulana menyesaki hati. Benar sekali, ketika suasana hati sedang dilanda kegelisahan, bergegas saya raih buku, lalu membacanya seorang diri, maka lambat-laun gelisah itu terusir.
Waktu seharian yang nyaris dihabiskan di dunia pendidikan bersama para siswa yang berbeda latar belakang, serta dengan karakter mereka yang bermacam-macam, sejenak saya perlu menghibur diri untuk mengembalikan stamina fisik dan kesegaran otak. Jurus pamungkas yang saya pilih adalah membaca buku, baik di antara pergantian jam mengajar, maupun usai mengajar.
Tempat membaca saya di sela-sela mengajar itu berpindah-pindah, tergantung di kelas mana saya mengajar. Kadang di pojok kelas saat para siswa keluar untuk istirahat, kadang di bangku guru, di depan kelas, ruang perpustakaan, serambi masjid, dan sebagainya. Namun, dipastikan tempat yang menjadi sasaran utama saya adalah yang bernuansa ketenangan dan teduh.
Membaca buku di waktu-waktu kosong ini seolah menjadi terapi mujarab bagi saya. Sehingga seringkali saya alami: lemas menjadi bugar, malas menjadi rajin, mager menjadi garcep, terpuruk menjadi bangkit, gelisah menjadi tenang, lelah menjadi kuat, tangis menjadi senyum, derita menjadi bahagia, dan lain sebagainya, yang intinya membaca telah membawa saya menuju ketenangan, ketenteraman serta kedamaian yang jarang saya temukan pada objek lain.
Sedangkan genre buku yang kerapkali menyita waktu saya untuk membacanya, biasanya mengalir secara alami. Saya membaca buku-buku itu berdasarkan panggilan hati. Jika sedang jatuh, saya pilih buku motivasi. Apabila hidup terasa hambar, saya baca buku dengan tema agama. Sementara jika suasana hati sedang sedih, segera saya raih buku humor yang menggelitik.
Maka, tak salah, jika saya katakan sejak awal bahwa setiap baris kalimat yang saya baca lembar demi lembar dari buku itu, mampu melahirkan ketenangan, serta bisa menciptakan kedamaian. Inilah apresiasi saya pada diri sendiri sebagai bentuk cinta pada diri. Sekali lagi, bacalah! Sebab, setiap kalimat yang kita baca akan mendatangkan ketenangan.
Baca Juga
-
Redmi K Pad Siap Debut Global, Tablet Mungil yang Diklaim Tandingan Serius iPad Mini
-
Smartphone Vivo V60 Dijadwalkan Rilis pada Agustus 2025 di India, Modul Kamera Mirip iPhone 16
-
iQOO Z10R 5G Meluncur, Ponsel Midrange Murah dengan Layar AMOLED Quad-Curved 6,77 Inci
-
Moto G86 Resmi Masuk ke Indonesia, Ponsel Motorola dengan Tenaga Baterai Jumbo 6720 mAh
-
Realme GT 7 Dream Edition Aston Martin, HP Flagship Janjikan Performa Real Power Real Speed
Artikel Terkait
Kolom
-
Menari Bersama Keberagaman: Seni Pembelajaran Diferensiasi di Kelas Modern
-
Koperasi Merah Putih: Antara Harapan dan Ancaman Pemborosan Dana Rakyat
-
Tugas dan Status: Membedah Jebakan Ganda yang Menguras Mental Pelajar
-
Gaji UMR, Inflasi Gila-gilaan: Mimpi Kemapanan Generasi Z yang Terjegal
-
Gen Alpha Beda dari Kita! Pola Asuh Zilenial Ubah Segalanya
Terkini
-
Rilis Trailer Baru, The Long Walk Kisahkan Kompetisi Jalan Kaki Mematikan
-
Piala AFF U-23: Bukti Totalitas Gerald Vanenburg Demi Timnas Indonesia
-
Comeback Agustus, IVE Bagikan Spoiler Lagu Baru di Gayo Daejeon Summer 2025
-
Bangga, Gigi Dall'igna Buktikan Keputusannya Pilih Marc Marquez Tidak Salah
-
Jelang BRI Super League, Madura United FC Masih Punya Dua Catatan Penting