Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Budi Prathama
Proses bimbingan mengerjakan skripsi. (DocPribadi/@budiprathama)

Dari sekian banyak pemuda di Indonesia, saya salah satu bagian yang bisa menempuh dengan julukan mahasiswa. Mahasiswa dikenal sebagai seorang pembelajar di Perguruan Tinggi (Kampus), pengalaman dan cerita tentu ada yang membekas saat terlibat sebagai sosok yang pernah bergelimang di kampus. Tak terkecuali, istilah skripsi tentu tidak akan asing bagi mahasiswa yang sudah berada pada tahap tingkat akhir. 

Skripsi salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi mahasiswa sebelum dirinya berhak menyandang sebagai seorang sarjana, Di sisi lain, skripsi menjadi momok yang kadang menakutkan bagi mahasiswa, bahkan bisa menjadi penghalang mahasiswa bisa lama menempuh pendidikan di perguruan tinggi dengan terlalu beromantisasi bersama skripsi. 

Makanya tidak heran, kalau tips dan solusi ada banyak muncul di beranda-beranda media sosial kita terkait soal skripsi. Karena memang fakta di lapangan banyak orang yang merasa stress hanya karena skripsi, maka tidak heran pula jika banyak mahasiswa lebih memilih jalan pintas untuk menghindari mengerjakan skripsi dengan memakai jasa joki. Sebenarnya memakai jasa joki tidak dilarang, tetapi secara etis itu telah menodai arti sebagai seorang pembelajar. 

Kalau dipikir, apa gunanya belajar minimal 4 tahun di kampus kalau ujungnya hanya memakai joki skripsi. Apakah ilmu yang dipelajari itu tidak ada yang membekas, atau apakah tidak merasa rugi menjalani perkuliahan tetapi ujungnya skripsi dikerjakan oleh orang lain? 

Sejatinya kita mesti sadar, bahwa skripsi mesti bisa dikerjakan sendiri. Karena dengan begitu tentu dalam diri sendiri pun akan timbul rasa bangga dan haru, jika kita mampu melihat skripsi dengan hasil karya kita sendiri. Itu akan terasa sulit tergantikan dengan yang lain, kadang usaha dan tantangan yang telah dilalui itu pahit, tetapi pada akhirnya kan ada hasil yang kita bisa saksikan dan nikmati di akhir. Saya pikir itu lebih bermakna dan berarti. 

Konsisten kunci mudah mengerjakan skripsi 

Sebelumnya sedikit perkenalkan, saya jurusan Matematika, di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar). Judul skripsi saya telah disetujui akhir-akhir bulan September 2021 lalu, dari situ saya harus saya harus siap mengikuti rute-rute dalam proses pengerjaan skripsi. 

Mengerjakan skripsi bagi saya buka perkara mudah, pelajaran yang dipelajari semenjak kuliah ternyata lebih kompleks dan rumit saat disajikan dalam skripsi. Dari situ masa awal-awal saya mengerjakan skripsi terasa berat dan terlihat rumit untuk memulai mengerjakan dari yang mana. 

Berhubung saya dari jurusan Matematika, maka tentu isi dari skripsi saya banyak tertuang angka dan simbol matematika, memang terlihat rumit dan sukar untuk dipahami. Harus saya akui bahwa mengerjakan skripsi matematika setidak bisa selancar mengerjakan skripsi yang berasal dari jurusan ilmu sosial. Di matematika, kita tidak akan bisa selancar mengetik saat mengerjakan skripsi ilmu sosial, karena di matematika kita lebih banyak mengetik simbol-simbol yang tidak ada di papan keyboard. 

Walaupun begitu, saya tidak mungkin hanya bisa merenung tanpa berbuat apa-apa. Langkah-langkah demi langkah saya lalu, proses bimbingan kepada dosen terkait tak boleh saya sepelekan. Ya memang, rasa buntu selalu ada, tetapi setidaknya selalu bisa terobati setelah melakukan proses bimbingan. Selalu saja ada gambaran ketika selesai bimbingan. 

Kadang kala proses bimbingan yang saya lakukan hanya sekali minggu saja, walau pernah juga dua kali, tetapi melalui itu setidaknya ada progres hasil pekerjaan skripsi sedikit demi sedikit. Hal yang mesti ditanamkan saat mengerjakan skripsi yaitu rasa konsisten. Ketika selesai proses bimbingan, maka kerjakan apa yang menjadi saran dari dosen pembimbing. Sehingga ketika konsul berikutnya, selalu ada progres yang bisa diperlihatkan kepada dosen pembimbing. Jangan malah tugasnya hari ini, dan itu pula tugas yang akan diselesaikan pada bimbingan selanjutnya. Meskipun sedikit, itu lebih baik dari pada tidak ada perubahan samasekali. 

Serpihan cerita dalam proses pengerjaan skripsi akan terkenang dalam catatan perjalanan hidup saya, di suatu waktu saya kadang ingin berteriak keras ketika dilanda kebuntuan pada saat mengerjakan skripsi. Bahkan kadang pula terngiang dalam pikiran, kenapa mesti harus saya mengerjakan skripsi matematika yang bahasanya sangat abstrak dan harus sesuai dengan rumus tertentu sehingga bisa dikatakan benar. Tetapi meski begitu, ternyata selalu saja ada hikmah yang bisa saya petik.

Budi Prathama