Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | zahir zahir
Carrier Strike Group (pixabay/12019)

Kapal induk (aircraft carrier) merupakan sebuah kapal berukuran besar yang berfungsi sebagai mengangkut kekuatan udara seperti pesawat jet tempur, pesawat kargo hingga helikopter. Kapal induk diibaratkan sebagai lambang supremasi kekuatan laut bagi sebagian besar negara. Pasalnya selain ukurannya yang besar, kapal induk juga memiliki kekuatan pemukul atau penyerang yang ditumpukan ke kekuatan udara yang dibawanya.

Tidak heran negara-negara adidaya maupun negara yang kuat dalam hal militer seperti Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris dan beberapa negara lain juga mengoperasikan kapal induk dalam armada angkatan lautnya. Lantas bagaimana dengan Indonesia ?, sampai saat ini militer Indonesia sejak berdirinya di tahun 1945 belum pernah sama sekali mengoperasikan kapal induk. Hal ini dikarenakan banyak pertimbangan yang membuat pengoperasian kapal induk sangat tidak relevan dalam tubuh militer Indonesia di era sekarang. Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa pengoperasian kapal induk tidak relevan dalam tubuh militer Indonesia.

1. Doktrin Militer Indonesia Yang Cenderung Defensif

Kapal Induk USS Harry S. Truman (Pixabay/military_material)

Di era modern ini, pengaruh doktrin militer yang dianut sebuah negara tentunya menentukan arah kebijakan militernya, termasuk dalam pengadaan alutsista perang. Indonesia merupakan satu dari beberapa negara yang menganut konsep militer yang cenderung defensif, yakni secara umum lebih memfokuskan kekuatan militernya untuk bertahan dari serangan negara atau pihak lain.

Penggunaan kapal induk umumnya dimiliki oleh negara-negara yang memiliki doktrin offensive atau negara aggressor. Negara-negara ini seperti Amerika Serikat, Rusia, China dan beberapa negara barat. Salah satu ciri dari negara ini adalah menempatkan kekuatan militer atau pangkalan militernya di negara lain. Oleh karena itu, keberadaan kapal induk menjadi alutsista utama dalam menunjang doktrin militer offensive tersebut.

Hal berbeda dengan Indonesia yang merupakan negara dengan doktrin defensif. Secara garis besar pemenuhan alutsista pertahanan wilayah seperti sistem rudal darat anti pesawat (surface-to-air missile), sistem rudal anti kapal (anti-ship missile) kapal-kapal perang dan pesawat tempur serta sistem radar yang memadai tentunya merupakan aspek utama yang perlu dipenuhi.

2. Kekuatan Udara Indonesia Masih Minim

Kekuatan Angkatan Udara Sebuah Negara (pixabay/military_material)

Keberadaan kapal induk sejatinya hampir tidak jauh berbeda dengan kapal kargo militer berukuran besar memiliki kemampuan menyerang dengan mengandalkan kemampuan serangan udara yang didasarkan kepada jet-jet tempur yang dioperasikannya. Adapula kapal induk yang menumpukan kekuatan serangannnya dari helicopter, untuk jenis kapal induk ini dikenal dengan nama LHD (Landing Helicopter Dock). Tentunya memiliki angkatan udara yang besar atau kekuatan jet tempur yang besar menjadi syarat mutlak apabila sebuah negara ingin mengoperasikan kapal induk dalam jajaran militernya.

Kita ambil contoh dari negara berperingkat urutan pertama militer di dunia yakni Amerika Serikat. Menurut data globalfirepower.com, Amerika Serikat memiliki sekitar 1.957 jet tempur yang dibagi atas pengoperasian angkatan udara dan angkatan laut. Bandingkan dengan Indonesia yang hanya memiliki 41 jet tempur, tentunya perbandingan kekuatannya sangat jauh berbeda. Belum lagi kondisi kesiapan semua jet tempur yang kita miliki juga masih abu-abu. Dengan jumlah yang hanya 41 unit tentunya sangat sedikit mengingat negara Indonesia yang cukup luas.

Kita bisa ambil contoh lain dari negara Thailand, negara ini memiliki satu buah kapal induk yang bernama HTMS Chakri Naruebet. Namun, kapal induk ini sama sekali tidak dilengkapi kekuatan udara atau pesawat tempur karena kurangnya jumlah jet tempur yang dioperasikan Thailand yakni hanya 74 buah. Tentunya jikapun Indonesia ingin mengoperasikan kapal induk di masa mendatang harus memperkuat dahulu kekuatan sayap udaranya sebagai syarat mutlak dalam penyerangan berbasis kapal induk.

3. Mahalnya Pengoperasian Kapal Induk

Kru Yang Mengoperasikan Kapal Induk (pixabay/12019)

Kekuatan finansial sebuah negara tentunya berdampak pula dalam kebijakan pengadaan alutsista yang akan dibeli oleh negara tersebut. Kita dapat lihat lagi dari anggaran belanja pertahanan negara Amerika Serikat di tahun 2022 ini mencapai 770,000,000,000 US Dolar. Pendanaan tersebut tentunya juga dibagi ke dalam beberapa matra dan dibagi lagi untuk perawatan (maintenance) atau pembelian alutsista baru.

Negara yang terkenal mengoperasikan 11 unit kapal induk dan beberapa unit LHD ini tentu memerlukan budget yang tidak sedikit dalam mengoperasikan alutsistanyan tersebut. Meskipun hampir semua kapal induk mereka menggunakan tenaga nuklir yang dapat mengurangi budget anggaran pertahnan, namun tetap saja pembiayaan tersebut memang sangat besar. Belum lagi untuk urusan logistik bagi para kru dan awak kapal induk yang tentunya tidak bisa dioperasikan dengan hanya puluhan awak saja.

Bandingkan dengan Indonesia yang ditahun 2022 ini menurut situs globalfirepower.com, hanya mengganggarkan sebesar 9,300,000,000 US Dolar untuk anggaran militernya. Jumlah tersebut tentunya sangat kecil jika dibandingakn dengan anggaran militer negara adidaya semacam Amerika Serikat, Rusia, China bahkan India. Dengan budget yang terbilang sangat minim tersebut tentunya melakukan kebijakan pertahanan yang strategis dan sesuai merupakan tugas rumah yang cukup menantang. Hal inilah yang membuat penggunaan kapal induk di Indonesia sangat tidak relevan dan dapat membebani keuangan negara.

zahir zahir