Pada setiap tanggal 16 Februari diperingati sebagai hari Protokol Kyoto atai Kyoto Protocol Day. Protokol Kyoto sejatinya merupakan kesepakatan dunia internasional dalam pengurangan emisi gas buang kendaraan dan gas rumah kaca (GRK). Protokol Kyoto mulai dicanangkan padan tahun 1997 di Kyoto, Jepang guna merespons dari adanya dampak gas rumah kaca dan emisi karbon yang kian parah pada akhir abad ke-20.
Di dunia Internasional, Protokol Kyoto diterima sebagai sebuah usulan pada 11 Desember 1997 dan mulai berlaku pada 16 Februari tahun 2005, setelah sekian panjangnya proses ratifikasi yang dilakukan oleh beberapa lembaga dan ahli. Maka dari itu, setiap tanggal 16 Februari diperingati sebagai Hari Protokol Kyoto yang mendorong kampanye pengurangan gas rumah kaca dan gas karbon yang mengancam perubahan iklim global.
BACA JUGA: Anak Dalam Kurung Korban Kemajuan Zaman: Beratnya Perkembangan Teknologi bagi Tubuh Kecil Mereka
Permasalahan Pemanasan Global yang Kian Parah dari Tahun ke Tahun
Pemanasan global atau global warming hingga hari ini masih menjadi salah satu momok yang kian mengancam kelangsungan hidup iklim dan ekosistem di seluruh dunia. Kondisi permukaan bumi yang kian meningkat dari tahun ke tahun memang cukup berdampak terhadap perubahan kondisi iklim di beberapa dunia dalam beberapa dekade terakhir. Melansir dari situs climate.gov, kondisi suhu dipermukaan bumi pada dekade 2020 diprediksi akan meningkat sekitar 1 derajat celcius dibandingkan pada dekade 2000-an.
Meningkatnya suhu bumi dalam kurun waktu 2 dekade terakhir memang disebabkan oleh beragam faktor, salah satunya adalah kondisi pembuangan gas rumah kaca dan emisi karbon lainnya yang tidak terkendali yang menyebabkan meningkatnya suhu bumi dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut beberapa ahli, meningkatnya suhu bumi secara global ini bisa berdampak dalam perubahan iklim dan cuaca di sebagian besar wilayah. Di kawasan Arktik misalnya, suhu bumi yang kian meningkat menyebabkan lapisan es di kawasan tersebut kian berkurang dari tahun ke tahun. Hal tersebut juga dapat memicu naiknya permukaan air laut yang menyebabkan beberapa daratan di pesisir seluruh dunia kian tenggelam oleh naiknya air laut.
Menurut data dan laporan yang dihimpun oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), pemanasan global yang disebabkan pelepasan gas rumah kaca ke atmosfir dalam jumlah besar juga dapat menyebabkan beberapa dampak lainnya. Mulai dari kekeringan berkepanjangan di beberapa daerah, kondisi cuaca dan pola hujan yang tidak dapat diprediksi, munculnya beberapa cuaca ekstrim di seluruh dunia hingga dapat terganggunya pasokan makanan imbas dari kondisi cuaca dan iklim tersebut. Hal tersebut tentunya juga diprediksi kian memburuk apabila tidak dapat ditangani secara konkrit dalam beberapa tahun ke depan.
Belum Adanya Solusi Jitu dalam Mengatasi Gas dan Emisi Karbon Berlebih
Gas rumah kaca (GRK) dan emisi karbon lainnya tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu penyumbang terbesar dari pemasanan global yang kian parah dalam beberapa tahun ini. Mulai dari gas dari asap kendaraan, gas buang dari pabrik-pabrik hingga gas atau emisi lainnya juga berperan cukup besar dalam meningkatnya suhu bumi.
Kondisi ini tentunya mendorong beberapa pihak untuk mengkampanyekan pengurangan gas rumah kaca di beberapa daerah di dunia. Mulai dari pengurangan penggunaan kendaraan yang memiliki gas buang besar hingga pengolahan limbah dan asap pabrik yang harus dilakukan sebaik mungkin sebelum dilepaskan ke lingkungan.
BACA JUGA: Memotret Wisata Desa Kete Kesu Tana Toraja yang Kaya Adat
Namun, tentunya hal ini tidak dapat serta merta menghilangkan efek dari gas rumah kaca di dunia secara singkat. Tentunya hal-hal di atas tersebut memerlukan waktu yang tidak sebentar dan juga sinergitas dan konsisten yang besar dari seluruh pihak. Belum lagi merubah kebiasaan masyarakat dalam melakukan segala aktivitas yang dapat mendorong pembuangan emisi karbon bukanlah hal yang mudah.
Kampanye-kampanye dalam pengurangan gas emisi di alam memang cukup mendapatkan pengaruh positif dari beberapa kalangan yang sadar akan pentingnya ekosistem seimbang di masa depan. Tentunya hal tersebut masih memerlukan jalan yang panjang untuk mencapai target yang diharapkan dan memerlukan bantuan serta komitmen dari seluruh pihak.
Baca Juga
-
Marc Klok Dipanggil Lagi ke Timnas Indonesia, Ini 3 Dampak Positifnya!
-
Tanpa Ole Romeny di Lini Depan Timnas Indonesia, 4 Nama Ini Jadi Pengganti!
-
Timnas U-17 Gelar TC di Bulgaria, Kode akan Banyak Pemain Keturunan Gabung?
-
Maarten Paes Cedera dan Tak Bisa Bela Timnas, 4 Pemain Ini Siap Gantikan!
-
Gabung FC Utrecht, Ini Harapan Punggawa Timnas, Claudia Scheunemann
Artikel Terkait
-
Indonesia Telah Terima Rp 718 Miliar Dari Program Pengurangan Emisi
-
28 Januari 2023 Memperingati Hari Apa? Heboh di TikTok Ternyata Ada Perayaan Ini
-
Dulu Dikenal Wisata Pantainya, Kini Desa Cemarajaya Karawang Terancam Tenggelam Akibat Perubahan Iklim
-
Hati-hati Hoaks Perubahan Iklim, Kenali Jenis Narasi yang Sering Digunakan
-
Waspada Hoaks Perubahan Iklim, Ini Pola yang Sering Digunakan
Kolom
-
Frugal Living Bukan Sekadar Hemat, Tapi Upaya Sederhana untuk Menjaga Bumi
-
Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga: Apa Artinya bagi Kredit dan Investasi?
-
Dari Girlboss sampai Tradwife: Nostalgia Patriarki dalam Balutan Estetika
-
Paradoks Pengetahuan: Semakin Banyak Membaca, Semakin Merasa Bodoh
-
Saat Film Berani dan Lantang Membahas Amyotrophic Lateral Sclerosis
Terkini
-
Drama Tes DNA Ridwan Kamil Berakhir: Begini Sikap Atalia Praratya Hadapi Badai di Keluarganya
-
Blake Lively Gabung di The Survival List, Jadi Pemain Sekaligus Produser
-
Sinopsis Bakebake, Drama Jepang Terbaru Akari Takaishi dan Tommy Bastow
-
Blunder Lagi, Nafa Urbach Bela Tunjangan DPR Rp50 Juta hingga Klarifikasi di TikTok
-
Dari Limbah Jadi Tinta: Kreativitas Anak Bangsa