Scroll untuk membaca artikel
Hernawan
Ilustrasi pemilu. (Suara.com/Ema Rohimah)

Melalui Panitia Pemungutan Suara (PPS), Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota secara nasional telah mengumumkan Daftar Pemilih Sementara (DPS) untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

DPS Pemilu 2024 ini diumumkan dengan cara ditempel di papan pengumuman di kantor-kantor desa/kelurahan mulai 12 April hingga 25 April 2023 mendatang. DPS Pemilu 2024 diumumkan ke publik setelah sebelumnya KPU kabupaten/kota menggelar pleno penetapan DPS pada 5 April 2023 lalu.

Dengan diumumkannya DPS, KPU berharap masyarakat atau publik dapat memberikan masukan dan tanggapan. Warga dapat memberikan masukan ataupun tanggapan kepada PPS di masing-masing desa/kelurahan atau bisa juga menyampaikan langsung ke kabupaten/kota. Masukan atau tanggapan itu bisa berupa laporan apabila ada warga yang belum terdaftar sebagai pemilih, tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai pemilih atau adanya ketidaksesuaian data diri.

BACA JUGA: Mendongkrak Semangat Literasi Generasi Bangsa

DPS yang nantinya menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT) merupakan instrument vital untuk memastikan rakyat sebagai pemilik kedaulatan terjamin haknya sebagai pemilih dalam Pemilu. Dalam konteks penyelenggaraan Pemilu, daftar pemilih juga krusial karena berkaitan dengan jumlah logistik Pemilu yang harus disiapkan.

Oleh karena itu, partisipasi atau kepedulian warga atas DPS sebenarnya merupakan poin krusial untuk menjamin hak warga negara sebagai pemilih betul-betul terakomodir. Partisipasi masyarakat penting untuk memastikan daftar pemilih yang dihasilkan nantinya dalam DPT betul-betul valid sehingga dari sisi pemilih, Pemilu yang dihadirkan adalah pemilu yang bersih karena tidak adanya kecurangan semisal pemilih ganda.

Sayangnya, sebagaimana pemilu-pemilu sebelumnya, tak jarang kepedulian masyarakat atas pengumuman DPS ini masih minim. Tak sedikit masyarakat menganggap proses Pemilu hanyalah pada saat proses pemungutan dan penghitungan suara. Padahal, tahapan Pemilu merupakan proses panjang. Untuk Pemilu 2024 ini, tahapan Pemilu sudah dimulai pada 14 Juni 2022 lalu atau 19 bulan menjelang hari H pemungutan suara. Sementara untuk pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih dimulai pada 14 Oktober 2022 lalu dan akan berakhir pada 21 Juni 2023 mendatang. Hal itu sesuai yang diatur dalam PKPU Nomor 3 Tahun 2022.

Tentu saja, KPU sebagai penyelenggara Pemilu tidak boleh menyalahkan masyarakat soal minimnya perhatian masyarakat atas DPS. Minimnya partisipasi harus menjadi tantangan atau challenge bagi KPU. Tantangan agar masyarakat aktif dalam memberikan tanggapan dan masukan atas DPS. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan memperkuat sosialisasi.

Penempelan DPS di kantor-kantor kelurahan/desa saja tentu tidak cukup. Bisa ditebak, seberapa sering orang datang ke kantor kelurahan. Masyarakat umumnya hanya datang ke kantor kelurahan/desa untuk keperluan mengurus administrasi sehingga potensi pengumuman DPS terlihat akan semakin kecil. Faktor lain, jarak kantor kelurahan/desa yang jauh dapat semakin membuat informasi mengenai DPS tidak tersampaikan.

Karena itu, penting bagi KPU dan jajarannya sejak dini mensosialisasikan DPS ke masyarakat. Beragam media sosialisasi sudah semestinya dipakai mulai dari media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter ataupun Youtube dan media massa. Tak kalah penting adalah sosialisasi melalui jejaring pemerintahan terbawah yakni RT/RW.

Mengingat RT/RW memiliki agenda pertemuan setiap bulan sehingga melalui sosiasliasi di RT/RW, masyarakat akan dapat informasi langsung mengenai DPS. Sosialisasi langsung ke titik-titik keramaian juga penting semisal ke pasar, car free day ataupun pasar malam.

Upaya ini tentu saja tidak mudah karena adanya kendala seperti keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan anggaran. Namun, apabila dirancang dengan baik, sosialisasi yang dilakukan tentu akan jauh lebih efektif.

Dari sisi teknis, KPU telah memberikan kemudahan agar warga bisa mengecek secara online apakah sudah terdaftar sebagai pemilih atau belum. Pengecekan itu dilakukan melalui laman cekdptonline.kpu.go.id. Sayangnya, tentunya tidak semua wilayah ramah internet. Wilayah-wilayah yang tidak terjangkau internet sudah semestinya menjadi perhatian KPU kabupaten/kota setempat.

Melalui sosialisasi yang massif, diharapkan akan memperkuat partisipasi masyarakat atas DPS. Dengan demikian, semakin bisa ditekan potensi data pemilih bermasalah semisal belum terdaftar, data ganda, kesalahan data diri ataupun tidak memenuhi syarat (TMS).

Pentingnya Peran Aktif Pemilih

Sebelum penetapan DPS, telah dilakukan proses pencocokan dan penelitian (Coklit) oleh Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih). Proses Coklit ini merupakan bagian dari prosedur penyusun daftar pemilih agar data pemilih yang dihimpun dalam DPS adalah data yang valid dan mutakhir. Coklit memastikan secara faktual di lapangan apakah data pemilih sudah benar atau belum.

Meski telah dilakukan Coklit, bukan berarti DPS yang dihasilkan sudah 100 persen valid. Ada beberapa hal yang membuat pemutakhiran itu tidak mudah terselesaikan. Pertama soal pemutakhiran data yang berbasis pada legal administrasi.

BACA JUGA: Menyoal Pidana Mati, Dilema Pilih Menegakkan HAM Pelaku atau Korban?

Sebagai contoh, apabila ada pemilih meninggal dunia, dia tidak bisa dihapus datanya dari data kependudukan sepanjang belum ada akta kematian. Meskipun secara de facto pemilih itu benar-benar meninggal dunia, diharuskan adanya akta kematian sebagai bukti legal untuk menghapus namanya dari daftar pemilih. Bukti pendukung semisal surat lelayu atau foto jenazah tidak bisa jadi dokumen untuk menghapus data pemilih.

Problemnya, tidak semua masyarakat memiliki kesadaran untuk segera mengurus akta kematian saat ada anggota keluarga yang meninggal dunia. Kondisi ini berpotensi pemilih yang sudah meninggal dunia masih terdaftar sebagai pemilih.

Begitu juga dengan anggota TNI/Polri yang tidak memiliki hak pilih. Apabila ada pemilih yang baru saja diterima menjadi anggota TNI/Polri, tidak serta merta SK pengangkatannya sebagai anggota TNI/Polri dapat langsung terbit lantaran adanya proses administrasi birokrasi yang terkadang membutuhkan waktu. Hal ini berpotensi adanya anggota TNI/Polri masih terdaftar sebagai pemilih.

Kedua, adalah soal mobilitas masyarakat tinggi. Mobilitas masyarakat tak selalu diikuti dengan perubahan administrasi. Misalnya, seseorang yang merantau ke kota besar untuk jangka lama, tidak selalu kemudian diikuti dengan perpindahan alamat. Sehingga ia masih terdaftar sebagai pemilih sesuai alamat di KTP asalnya. Hal ini bisa membuka potensi pemilih tersebut kehilangan suaranya apabila tidak mengurus surat pindah pemilih.

Karena itu, lagi-lagi, penting bagi KPU untuk terus melakukan sosialisasi dan membangun kesadaran masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi sejak dini dalam penyusunan daftar pemilih sampai nanti tiba hari pemungutan suara. Ujungnya, diharapkan daftar pemilih yang dihasilkan adalah  daftar pemilih yang akurat, komprehensif dan mutakhir sebagaimana dimaksudkan dalam PKPU No 7 Tahun 2022. Yuk peduli hak pilihmu sejak dini! (*)

Penulis: Daryono (Wartawan dan peserta Pelatihan Jurnalis untuk Informasi Pemilu 2024 yang Sehat, Berimbang dan Inklusif oleh Perludem di Yogyakarta, 3-5 Maret 2023)