Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Abdillah Qomaru Zaman
Ilustrasi percakapan menggunakan bahasa asing (pexels.com/SHVETS production)

Xenoglosofilia, atau kecintaan terhadap bahasa asing, telah menjadi topik perdebatan yang hangat dalam beberapa tahun terakhir. Fajri, dkk (2021) menjelaskan bahwa Xenoglosofilia mengacu pada kecenderungan untuk memprioritaskan bahasa asing daripada bahasa daerah atau bahasa ibu, yang sering terjadi di masyarakat perkotaan.

Di Indonesia, bahasa Inggris menjadi bahasa asing yang paling populer, dan banyak orang Indonesia menganggap penting untuk menguasai bahasa tersebut untuk memperluas peluang karir atau untuk menunjukkan status sosial yang lebih tinggi. Namun, pandangan tentang pentingnya menguasai bahasa asing ini beragam, terutama ketika melibatkan identitas budaya Indonesia.

Pendidikan adalah salah satu bidang di mana xenoglosofilia sering muncul. Di beberapa sekolah di Indonesia, bahasa Inggris diajarkan secara eksklusif, bahkan dalam materi non-bahasa Inggris seperti sains atau matematika. Hal ini menyebabkan beberapa orang khawatir bahwa penggunaan bahasa Inggris yang berlebihan dapat mengabaikan dan mengancam identitas budaya Indonesia.

Rahmawati, dkk (2022) menjelaskan bahwa fenomena xenoglosofilia memiliki dampak yang signifikan terhadap bahasa, termasuk bahasa Indonesia yang saat ini mengalami pergeseran dengan adanya campuran bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari. Jika hal ini terus berlanjut, maka bahasa Indonesia dapat terancam punah karena kehilangan penutur aslinya dan digantikan oleh bahasa baru.

Penelitianlin juga di lakukan oleh Sari,dkk (2023) dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa fenomena xenoglosofilia yang terjadi pada akun Instagram Indonesian Event dan dampaknya terhadap retorika tulisan Indonesia serta implikasinya terhadap pendidikan bahasa Indonesia. Penulis menjelaskan bahwa penggunaan bahasa asing yang berlebihan pada media sosial dapat mempengaruhi kemampuan penutur bahasa Indonesia dalam mengekspresikan diri secara efektif. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, terutama dalam konteks pendidikan bahasa Indonesia.

Oleh karena itu, penting untuk menjaga dan melestarikan bahasa Indonesia di era globalisasi ini dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menggunakan bahasa Indonesia serta mengembangkan strategi untuk mempromosikannya. Namun, di sisi lain, ada juga argumen bahwa kemampuan berbahasa Inggris yang baik dapat membantu orang Indonesia dalam mengakses sumber daya internasional dan memperluas wawasan.

Pada sisi retorika tulisan, xenoglosofilia juga mempengaruhi cara orang Indonesia menulis dan berbicara. Banyak orang Indonesia menganggap penggunaan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya sebagai tanda prestise atau kesan intelektual yang lebih tinggi, bahkan jika tidak dibutuhkan untuk tujuan komunikasi yang efektif. Namun, beberapa orang juga percaya bahwa terlalu banyak menggunakan bahasa asing dapat mengurangi kejelasan dan keterbacaan tulisan atau pidato.

Bagaimanapun, penting untuk diingat bahwa bahasa tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai bagian penting dari identitas budaya. Ketika mempertimbangkan penggunaan bahasa asing di pendidikan atau retorika tulisan, penting untuk mempertimbangkan nilai-nilai dan identitas budaya Indonesia. Sebagai bangsa yang kaya akan warisan budaya dan bahasa, mempertahankan bahasa dan identitas budaya Indonesia harus menjadi prioritas utama.

Oleh karena itu, penting bagi pendidikan di Indonesia untuk mempertahankan pengajaran bahasa Indonesia dan budaya Indonesia dalam kurikulum, sambil tetap memberikan akses dan kemampuan berbahasa asing yang memadai. Dalam retorika tulisan, orang Indonesia harus mempertimbangkan keterbacaan dan efektivitas komunikasi serta keindahan dalam penggunaan bahasa asing, sambil tetap mempertahankan identitas budaya Indonesia.

Oleh karena itu, perlu ada keseimbangan dalam penggunaan bahasa asing di pendidikan dan retorika tulisan di Indonesia. Penggunaan bahasa asing harus menjadi alat bantu, bukan pengganti bahasa Indonesia atau identitas budaya Indonesia. Selain itu, penting bagi kita untuk mempertahankan bahasa dan budaya Indonesia sebagai sumber daya yang tak ternilai, yang dapat memperkuat identitas nasional dan mempertahankan keanekaragaman budaya.

Salah satu cara untuk mempromosikan bahasa dan budaya Indonesia adalah dengan meningkatkan kebanggaan dan kesadaran masyarakat terhadap warisan budaya Indonesia. Pemerintah, organisasi masyarakat, dan institusi pendidikan harus berperan aktif dalam mempromosikan kekayaan budaya Indonesia, termasuk bahasa Indonesia, melalui program-program pendidikan dan kebudayaan yang berkelanjutan. Di samping itu, penggunaan bahasa Indonesia dalam media sosial dan dunia maya harus didorong agar bahasa Indonesia tetap relevan dan tidak kehilangan tempatnya di dunia digital yang semakin berkembang.

Kesimpulannya, xenoglosofilia merupakan sebuah fenomena yang kompleks dan kontroversial di Indonesia. Penggunaan bahasa asing dapat membantu memperluas wawasan dan mempertajam kemampuan komunikasi, tetapi juga dapat mengancam identitas budaya Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempertahankan bahasa dan budaya Indonesia sebagai sumber daya nasional yang tak ternilai dan menjadikannya sebagai bagian dari kebanggaan kita sebagai bangsa.

Referensi:

Sari, Lusi Komala. "Xenoglosofilia pada Akun Instagram Indonesian Event; Potret Terkini Retorika Tulisan Indonesia dan Implikasinya terhadap Pendidikan Bahasa Indonesia." Journal on Teacher Education 4.3 (2023): 28-41.

Rahmawati, Karina Diah, et al. "Xenoglosofilia: Ancaman Terhadap Pergeseran Bahasa Indonesia di Era Globalisasi." Jurnal Penelitian Pendidikan 22.2 (2022): 168-181

Fajri, Lalu Muhammad Ilham, and Atiqa Sabardila. "Humor Bahasa Dalam Film Ooo Menu Jarin: Kurang Menge Sebagai Kritik terhadap Xenoglosofilia di Ruang Publik." CAKRAWALA LINGUISTA 4.1 (2021): 11-21.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Abdillah Qomaru Zaman