Stigma dan perlakuan tidak adil masih saja kita jumpai dalam kehidupan si tengah masyarakat yang menciptakan "standar" dan cenderung mengatur tindakan manusia. Namun, beberapa standar tersebut sering kali tumpang tindih dan sungguh tidak mencerminkan kenyataan yang sebenarnya.
Bagi kaum perempuan, tampaknya sudah terlalu sering mengalami fenomena yang disebut sebagai standar ganda. Dikutip dari psychologytoday.com, standar ganda merupakan ukuran moral dengan membuat penilaian yang berbeda terhadap situasi yang sebenarnya sama.
Lalu apa saja bentuk-bentuk standar ganda yang kerap dialami oleh perempuan? Simak ulasannya.
1. Dicap "Nakal" Kalau Pulang Malam
Perempuan sering kali dicap 'perempuan nakal' ketika pulang larut malam, padahal bisa jadi ada alasan pekerjaan atau urusan mendesak. Sebaliknya, pria yang pulang larut sering dianggap wajar dan kerap dimaknai sangat bekerja keras.
Tentu saja perlakuan tidak adil di atas akhirnya berdampak pada ruang gerak perempuan yang dibatasi oleh norma-norma "usang" ketinggalan zaman. Terlebih pada era digital seperti sekarang.
2. Jadi Sasaran Pelecehan
Kekerasan seksual juga lebih sering menimpa perempuan. Ketika menjadi korban, perempuan sering dikucilkan dan diberi stigma negatif. Di sisi lain, ketika laki-laki menjadi pelaku dianggap wajar dan 'jantan', meskipun perilaku seperti ini menyuburkan praktek patriarki. Contohnya dalam kasus cat calling atau pelecehan seksual di jalan.
Merujuk pada laporan dari data SIMFONI PPA, pada 1 Januari 2022, terdapat 14.196 kasus kekerasan seksual, dengan 2.193 kasus dialami oleh pria dan 13.110 kasus dialami oleh perempuan. Data ini menunjukkan bahwa perempuan masih menghadapi risiko tinggi menjadi korban kekerasan seksual.
3. Wajib Serba Bisa Mengurus Rumah Tangga
Saat berumah tangga, perempuan sering kali diwajibkan serba bisa untuk mengambil semua peran. Namun hal ini tidak diberlakukan sama pada laki-laki agar menguasai segala hal di rumah tangga selain sebagai pencari nafkah.
Padahal, keputusan berumah tangga adalah keterlibatan dua belah pihak. Semestinya urusan domestik bukan sebagai kewajiban perempuan, namun tanggung jawab setiap orang yang tinggal di rumah tersebut.
Itulah sejumlah bentuk standar ganda yang kerap dialami oleh perempuan. Namun, sering kali tidak disadari sebagai bentuk pelabelan seperti yang disarikan oleh penulis dari buku "The Beauty Myth" karya Naomi Wolf dan "The Second Sex" oleh Simone de Beauvoir.
Baca Juga
-
5000 Langkah dan Satu Liter Bensin, Refleksi Tentang Ketidakadilan
-
Membincang Pertolongan Pertama pada Psikologis
-
Menyambangi Bukit Rhema dan Eksplorasi Perjalanan Spiritual di Gereja Ayam
-
Sudah Tahu Well Being? Ini Cara Mewujudkannya agar Hidupmu Jadi Lebih Baik
-
Mengulik Polemik Iuran Tapera yang Diprotes Banyak Pekerja
Artikel Terkait
-
Jaringan Predator Seks Anak di NTT: Sosok VK Diduga Jadi 'Makelar' Eks Kapolres Ngada!
-
Gempa Magnitudo 5 Guncang Mandalay, Myanmar Kembali Bergetar
-
Myanmar Berkabung: 7 Hari Masa Berkabung Nasional Usai Gempa Dasyat
-
Kronologi Pohon Tumbang di Pemalang Saat Salat Id: 2 Tewas, 17 Terluka
-
Gempa Dahsyat Guncang Myanmar, Oposisi Sepakat Gencatan Senjata untuk Selamatkan Korban
Kolom
-
Indonesia Krisis Inovasi: Mengapa Riset Selalu Jadi Korban?
-
AI Mengguncang Dunia Seni: Kreator Sejati atau Ilusi Kecerdasan?
-
Lebaran di Tengah Gempuran Konsumerisme, ke Mana Esensi Kemenangan Sejati?
-
Jalan Terjal Politik Ki Hajar Dewantara: Radikal Tanpa Meninggalkan Akal
-
Lebaran: Hari Kemenangan Sekaligus Kekalahan
Terkini
-
Review Anime Mob Psycho 100 Season 2, Kekuatan Esper Bukanlah Segalanya
-
Ulasan Buku Terapi Luka Batin: Menemukan Kembali Diri Kita yang Belum Utuh
-
Dilema Tristan Gooijer: PSSI Ngebet Naturalisasi, tetapi Sang Pemain Cedera
-
Rilis Foto Pembacaan Naskah, Ini 5 Pemeran Drama Labor Attorney Noh Moo Jin
-
Selain Donatur Dilarang Ngatur: Apakah Pria Harus Kaya untuk Dicintai?