Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Lena Weni
Ilustrasi kebebasan berpendapat (Pixabay/Rudy and Peter Skitterians)

78 tahun Indonesia merdeka, lantas bagaimanakah wajah kemerdekaan itu hari ini? Sejauh mana kemerdekaan itu dinikmati oleh seluruh anak bangsa di bumi pertiwi? Jikalau wajah kemerdekaan boleh dipandang dari kebebasan mengemukakan pendapat, lantas sampai di mana kebebasan berpendapat itu dimanfaatkan anak bangsa hari ini? 

Salah satu nikmat yang kita dapat setelah merebut kemerdekaan ialah kebebasan mengemukakan pendapat. Oleh hukum di negeri kita, kebebasan berpendapat itu dilindungi sebagai hak yang melekat dalam tiap diri manusia. 

Saat ini para pemuka, rakyat biasa, sampai ke para figur yang diberi panggung oleh media, lantang betul memuntahkan isi kepalanya di media sosial, stasiun televisi nasional, maupun di ruang publik yang jejak digitalnya masih berserak di jagat maya dan siapa pun punya akses gratis untuk menelannya mentah-mentah. Fenomena ini tentu menjadi bukti konkret bahwa Bangsa Indonesia telah diberi ruang untuk menyampaikan pendapatnya. 

Kebebasan berpendapat itu sayangnya telah meluntur esensinya hari ini. Kebebasan berpendapat yang maksud keberadaannya sebagai alat penyampai buah pikiran yang dapat mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan negara, malah dibengkokkan tujuannya oleh oknum-oknum yang mungkin sengaja menimbulkan kegaduhan dengan menyebar berita bohong, hingga menggiring opini publik yang sifatnya tak hanya merendahkan nilai kebebasan berpendapat itu sendiri namun juga berisiko membahayakan kesatuan bangsa. 

Pada bidang politik misalnya, seseorang diperkenankan menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah, namun tidak dibenarkan untuk menggiring opini, menyebarkan berita bohong yang sifatnya menghina, menjatuhkan reputasi dan martabat orang lain. 

Kebebasan berpendapat yang bablas, yang melunturkan budaya santun bangsa, tentu bukanlah suatu yang elok kita rayakan bersama. Tak elok pula kita serta merta ikut gaduh, menyoalkan bahkan membenarkan kebebasan berpendapat yang bablas itu, lagi-lagi dengan dalih hak kebebasan mengemukakan pendapat. 

Sebab, pada hakikatnya, hak atas kebebasan berpendapat bukanlah hak yang bersifat mutlak. Tentu, ada hak orang lain yang tak boleh dilanggar saat seseorang tengah memanfaatkan haknya. Dengan demikian, tak seharusnya semua yang keluar dari lisan ataupun tulisan seseorang dapat dibenarkan dengan dalih hak atas kebebasan mengemukakan pendapat.

Memang betul menyuarakan pendapat adalah hak semua orang. Namun perlu pula kita ingat, sejatinya kebebasan mengemukakan pendapat bukanlah suatu pembenaran untuk menimbulkan kegaduhan, bukan pula alat bantu tebar dari benih-benih kebencian.

Sejatinya, kebebasan berpendapat adalah hak dan kekuatan bangsa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, membawa perubahan baik di lingkungan dan negaranya dengan cara yang arif, bermoral dan menguarkan perasaan aman dan mengencangkan tali persatuan bangsa.

Lena Weni