Di balik segala kontroversi yang menyertai rencana pemindahan ibukota republik ini, berkah akan selalu hadir bagi mereka yang memandang secara pragmatis dan oportunis, terutama bagi ASN muda yang bekerja di Jakarta. Perlu diingat bahwa dalam rentang umur 20an tahun, dua hal menjadi spending terbesar dalam hidup seorang anak muda (berdasarkan kultur Indonesia).
Dua spending tersebut adalah: hunian dan pernikahan. Subjektif dan mungkin akan berbeda bahkan bisa saja tidak disetujui beberapa kalangan, tetapi dapat disepakati bahwa menikah dan membeli rumah adalah “momok” yang menghantui anak muda, khususnya bagi generasi milenial dan generasi Z.
Empat tahun terakhir sudah cukup banyak artikel atau berita yang memuat ganjaran dan iming-iming yang diterima oleh ASN yang “mau” pindah ke IKN. Kebanyakan dari insentif tersebut bersifat finansial bahkan ada juga insentif penyediaan rumah dinas.
Tidak perlu kita ulas secara hitung-hitungan, data, dan statistik untuk meyakini bahwa harga rumah dan properti di Jakarta serta daerah penyangganya sudahlah tidak normal dan MUSTAHIL untuk dikejar oleh main income kita selaku ASN, ditambah lagi dengan adanya fluktuasi suku bunga dan inflasi.
Memiliki rumah yang proper di Jakarta akan selalu menjadi mimpi utopis setiap ASN muda, yang harus diwujudkan dengan memerah darah dan keringat. Pengecualian untuk mereka yang memang akamsi atau berdomisili di Jabodetabek sejak lahir, atau yang memang terlahir dengan “sendok perak di mulut”.
Insentif hunian yang disediakan bagi ASN yang “mau” pindah ke IKN Nusantara di Kalimantan Timur adalah berupa rumah susun. Beberapa media arus utama yang gemar menjadikan “ASN” sebagai tajuk gorengan, mengutip dan jor-joran dalam mengglorifikasi spesifikasi rusun yang disediakan bagi ASN di IKN.
Lepaskan segala kontroversi pro kontra mengenai spesifikasi rusun tersebut. Saya mencoba mengajak ASN muda sekalian untuk berpikir logis, sederhana, dan pragmatis. Melihat fakta bahwa membeli rumah di Jabodetabek adalah kemustahilan, bukankah penyediaan rusun ini adalah “berkat” dari Tuhan?
Alih-alih terjebak penjara KPR selama belasan hingga puluhan tahun, kita selaku ASN muda yang berprivilese untuk “dipindah” ke IKN sudah disediakan hunian khusus, yang tentu sewanya lebih murah dari affordable. tatkala kita bertempat tinggal di rusun tersebut, kita sudah secured secara temporer dalam kebutuhan papan karena kita tidak perlu berpikir untuk mencari KPR dengan harga “tidak ngotak” seperti di Jabodetabek.
Ini adalah peluang. Ruang finansial yang tersedia dengan tidak perlunya kita mencicil KPR bisa kita gunakan untuk mencari tanah atau lahan di luasnya jagat Kalimantan. Kita bisa shifting dari mindset KPR ke mindset “membeli lahan kosong”. Lahan kosong tersebut tentunya relatif lebih terjangkau dibandingkan di Jabodetabek.
Jika masih belum berani berspekulasi seperti itu, ruang finansial tersebut juga bisa gunakan untuk self-development atau meningkatkan kualitas diri kita dengan berbagai pembelajaran, course, atau hal lainnya. Intinya, pindah ke IKN setidaknya sudah menyelesaikan salah satu masalah utama ASN muda yaitu tidak perlu memikirkan untuk mencicil rumah KPR di Jabodetabek.
Jika kita mengasumsikan bahwa janji dan iming-iming dari negara tersebut akan terlaksana secara sempurna, maka benarlah seperti yang dikatakan oleh Pak Iwan Suprijanto, Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, tentang pembangunan rumah susun ASN di IKN (dikutip dari beberapa artikel media arus utama): “ASN tinggal masuk dan membawa pakaian dan peralatan seperlunya”.
Jika kita adalah ASN muda, apalagi yang single, janji manis ini tentu harusnya bisa membuat kita tersenyum manis pula. Selesainya masalah spending hidup untuk mencari hunian tentu akan membantu kita lebih fokus bekerja sebagai ASN. Kita, ASN muda, hanya perlu berdoa dan berharap segera dipindah cepat ke IKN Nusantara, lalu mendapat hunian layak dan affordable, sisanya kita tinggal fokus bekerja profesional selaku ASN dan kita kembangkan diri kita di sana dan. Karena kota baru adalah peluang baru dan peluang baru adalah rezeki baru.
Tag
Artikel Terkait
-
Menteri PPPA Terenyuh Nonton Rumah untuk Alie: Film Ini Sentuh Luka Tersembunyi Anak Indonesia
-
Tutorial Lengkap Cara Aktivasi MFA ASN Digital Tanpa Eror
-
Sah! Indonesia Tuan Rumah, Kapan dan di Kota Apa Piala AFF U-23 2025?
-
Komisi II DPR Siap-siap Revisi UU ASN, Naskah Akademiknya Kini Sedang Digodok
-
Benarkah Cuci Piring dan Beres-Beres Rumah Bisa Redakan Stres? Cek Faktanya
Kolom
-
Belajar Pendidikan dan Pembangunan Jati Diri Masyarakat dari Taman Siswa
-
Perantara Melalui Sang Dewantara: Akar Pendidikan dan Politik Bernama Adab
-
Benarkah 'Kerja Apa Aja yang Penting Halal' Tak Lagi Relevan?
-
Ngopi Sekarang Bukan Lagi Soal Rasa, Tapi Gaya?
-
Penurunan Fungsi Kognitif Akibat Kebiasaan Pakai AI: Kemajuan atau Ancaman?
Terkini
-
Ulasan A Wind in the Door: Perjalanan Mikroskopis Memasuki Sel-Sel Tubuh
-
Tapaki Partai Puncak, Romantisme Pendukung Uzbekistan dan Indonesia Terus Berlanjut
-
Review Film Muslihat: Ada Setan di Panti Asuhan
-
5 Rekomendasi Film Baru Sambut Akhir Pekan, Ada Pengepungan di Bukit Duri
-
Mengenal Chika Takiishi, Antagonis Wind Breaker Terobsesi Kalahkan Umemiya