Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Elica Alvionita
Ilustrasi 'gede' dapat THR (Pexels/RDNE)

Andai aku dapat THR tetapi baru ingin berandai-andai, sudah ditampar dengan ucapan legendaris. Ucapan "Yang kecil aja, kalian udah gede" yang menjadi sangat popular saat pembagian THR. Membuat kita bertanya-tanya mengapa usia menjadi permasalahan dalam pembagian THR.

Jika kita melihat dari sudut pandang logika, orang yang dianggap 'gede' atau bisa dikatakan bukan anak-anak lagi sebenarnya justru memiliki banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Sedangkan bagi mereka yang masih 'kecil', uang tersebut mungkin digunakan untuk membeli jajan dan mainan atau bahkan ditabung kepada orang tua mereka yang belum tahu apakah mereka akan menggunakan atau justru hilang begitu saja.

Jika memang alasan di balik pemberian THR karena nominalnya sedikit sehingga dianggap bahwa uang tersebut tidak berguna bagi orang yang dianggap 'gede', aku rasa itu adalah pemikiran yang sangat salah. Untuk itu, mari kita berandai-andai jika orang 'gede' mendapatkan THR dengan menggunakan prespektif orang 'gede' yang berstatus mahasiswa perantauan.

Andai seseorang bertamu di 10 rumah kemudian dari 10 rumah itu, 4 rumah memberikan THR dengan nominal Rp5000/rumah maka terkumpullah uang THR dengan total Rp20.000. Dengan Rp20.000,  bisa membeli makanan yang cukup untuk 4 hari. Kenapa 4 hari? Karena ada sebagian besar mahasiswa hanya membeli lauk saja seharga Rp5000/hari sedangkan nasi masak sendiri dan jika tidak masak nasi pun, uang itu cukup membeli nasi bungkus Rp10.000/hari sehingga THR itu berguna untuk dua hari makan dengan catatan makan dalam sehari itu sekali.

Lihat bukankah itu sudah menjadi salah satu faktor alasan mengapa orang 'gede' lebih berhak menerima THR, walaupun tak semua perandaian itu tidak terjadi di semua orang namun sebagian besar itu sering terjadi.

Dalam hal ini aku berpikir, mengapa pembagian THR itu tidak ditentukan dengan melihat kebutuhan orang yang menerimanya saja. Jangan melihat usianya. Ya … meskipun semua itu tergantung si pemberi THR. Kita tidak bisa mengatur orang lain sesuai kemauan kita. Apalagi status kita hanya sebagai penerima THR. Kita hanya bisa berandai-andai saja untuk mendapakan THR.

Dari semua keluhan itu, sebenarnya mau ada THR ataupun tidak kita akan tetap bersilahturami kemudian saling bermaaf-maafan dan berkumpul bersama. Tapi tetap saja ketika mendengar "Yang kecil aja, kalian udah gede” di dalam hati berteriak, “Tante dan Om, kami yang udah gede ini juga butuh THR”

Oleh sebab itu, kita sebagai orang 'gede' hanya bisa mencari THR melalu media sosial dan salah satunya dari Yoursay. Yoursay sekarang sedang mengadakan kompetisi menulis dengan tema “Andai aku dapat THR”. Hal ini menjadi peluang bagi kita sebagai orang 'gede' untuk mendapatkan THR di tahun 2024 dan salah satunya adalah aku sebagai mahasiswa perantauan. Meskipun tidak terlalu optimis untuk bersaing dengan beratus-ratus atau mungkin beribu-ribu peserta, namun aku ingin tetap mencobanya.

Andai aku dapat THR dari Yoursay, pertama yang aku beli adalah beras 10kg untuk sebulan selama kos setelah lebaran ini. Kenapa 10 kg? karena kebetulan aku dan adikku berkuliah di tempat yang sama dan mau tidak mau kos pun harus bersama untuk berhemat.

Jika medapatkan THR dari Yoursay itu sangat membantu karena akhir-akhir ini harga beras naik di wilayah kampus. Sisanya uangnya akan kubelikan celana pramuka adik kedua yang sebentar lagi masuk SMP karena celananya itu turunan dari adik keduaku dan itu sudah kecil untuknya. Kemudian sebagiannya lagi akan kubelikan sepatu baru adik ketigaku yang berusia 11 tahun karena sepatunya hilang entah kemana sehingga ketika sekolah ia sering memakai sendal dan untungnya guru tidak mempermasalahkan itu. Jika masih ada sisa, uang itu akan aku simpan untuk membeli lauk ketika berkuliah.

Itu saja yang akan kulakukan jika mendapat THR dari Yoursay. Aku tidak bermaksud untuk menyedihkan tapi inilah keadaan dan pikiranku sekarang. Ini juga tulisan pertamaku di Yoursay dan sejujurnya aku tidak pandai menulis tapi selalu ingat ucapan tetangga, “siapa tahu rezeki?”

Elica Alvionita