Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Wahyu Astungkara
Ilustrasi rumah (Freepik/wirestock)

Kebijakan baru yang mewajibkan pekerja menjadi peserta Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) tengah menuai pro dan kontra. Bulan hanya para pekerja yang meminta Tapera dicabut, bahkan para pengusaha dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia juga dikabarkan tidak setuju.

Dasar hukum

Sesuai Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2024, pekerja harus menyisihkan 3 persen dari gaji mereka untuk iuran Tapera. Dari jumlah tersebut, 2,5 persen ditanggung pekerja dan 0,5 persen oleh perusahaan.

Lalu, untuk apa saja dana yang dikumpulkan melalui Tapera ini digunakan? Menurut laporan pengelolaan program Tapera tahun 2022, dana ini dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). 

Skema pembiayaan

Skema pembiayaannya meliputi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Tapera atau KPR Tapera Syariah, Kredit Pembangunan Rumah (KBR) Tapera atau KBR Tapera Syariah, serta Kredit Perbaikan Rumah (KRR) Tapera atau KRR Tapera Syariah.

Masing-masing jenis pembiayaan memiliki jangka waktu maksimal yang berbeda. Untuk KPR Tapera/KPR Tapera Syariah, maksimal jangka waktunya adalah 30 tahun, KBR Tapera/KBR Tapera Syariah hingga 15 tahun, dan KRR Tapera/KRR Tapera Syariah sampai 5 tahun.

Jejak pengelolaan dan realisasi 

Usut punya usut, memang pada 2022, Tapera berhasil merealisasikan akad pembiayaan untuk 5.712 unit rumah dengan total nilai Rp 640,78 miliar. Namun, dana yang telah disalurkan oleh bank penyalur Tapera hanya mencakup 4.534 unit rumah dengan nilai Rp 521,50 miliar.

Selain itu, BP Tapera juga mengelola dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebagai Operator Investasi Pemerintah (OIP). Hingga akhir 2022, BP Tapera berhasil menyalurkan FLPP untuk 226.000 unit rumah dengan total nilai Rp 25,15 triliun. Bahkan Aset BP Tapera dilaporkan mencatatkan pendapatan neto sebesar Rp 139,72 miliar pada Desember 2022, dengan imbal hasil investasi awal sebesar 5,19 persen.

Perlu ditiadakan

Kontroversi mengenai iuran Tapera ini terutama berkaitan dengan beban tambahan yang harus ditanggung pekerja dan perusahaan, meski tujuannya adalah untuk membantu masyarakat memiliki rumah.

Kita semua memahami bahwa di satu sisi peraturan presiden tentang Tapera terlihat "baik" dan menggiurkan semua pekerja. Namun, di sisi lain terbitnya aturan tersebut membuat khawatir-takut pekerja akan kehilangan sekian persen gaji yang biasanya mereka terima setiap bulan. Belum lagi ancaman PHK juga ada di depan mata.

Melihat hal tersebut sangat layak Tapera ditangguhkan atau bahkan ditiadakan, mengingat kondisi pekerja di Indonesia masih memperjuangkan hak atas kesejahteraan yang lebih layak. 

Wahyu Astungkara