Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Christina Natalia Setyawati
Ilustrasi uang (Freepik/rawpixel.com)

Pernahkah Anda mengambil pensil atau kertas dari kantor untuk keperluan pribadi? Atau mungkin pernah tergiur untuk memalsukan data presensi? Tindakan-tindakan kecil ini mungkin dianggap sepele oleh sebagian orang, tetapi itu sebenarnya merupakan bentuk awal dari korupsi. Menilep, yang seringkali dianggap sebagai tindakan yang tidak begitu berarti, ternyata memiliki dampak yang sangat signifikan bagi negara. Jika kita terus menyepelekan tindakan menilep, mungkinkah Indonesia benar-benar bebas dari jeratan korupsi di masa depan?

Berdasarkan data terbaru, kerugian negara akibat korupsi mencapai angka yang fantastis. Namun, tahukah Anda bahwa korupsi tidak selalu dimulai dari tindakan besar seperti penggelapan dana proyek? Seringkali, korupsi bermula dari hal-hal yang dianggap sepele, misalnya saja tindakan menilep.

Sebuah postingan di media sosial menyoroti tindakan ini sebagai tindakan biasa dan wajar dilakukan oleh segala kalangan. Beberapa pemilik akun membagikan pengalaman mereka melakukan tindakan penggelapan dana sederhana, seperti memalsukan jumlah biaya sekolah dari 1 juta menjadi 6 juta, memalsukan nota belanja, atau mengganti kualitas produk yang dibeli lebih rendah agar uang sisa belanja bisa masuk dompet.

Pernyataan miris lainnya bahwa mereka mengakui tindakan itu bukan sekali dua kali, tetapi memang sering terjadi. Apalagi dengan dalih ketika diberi kritik, “Sebagai anak, kita harus menghabiskan uang orang tua kita. Toh mereka akan mendapatkannya kembali.”

Sejak zaman dahulu, tindakan menilep sudah ada. Namun, seiring perkembangan zaman, tindakan menilep semakin kompleks dan terorganisir. Yang lebih memprihatinkan adalah, tindakan menilep yang awalnya dianggap sepele kini telah menjadi masalah serius yang menghambat pembangunan negara.

Menilep itu ibarat rayap yang perlahan-lahan menggerogoti pondasi sebuah bangunan. Meskipun awalnya hanya terlihat kecil dan tidak berbahaya, namun jika dibiarkan terus-menerus, kerusakan yang ditimbulkan akan sangat fatal. Begitu pula dengan korupsi, yang dimulai dari tindakan menilep yang dianggap sepele.

Mungkin banyak dari kita yang berpikir berpikir, "Ah, mengambil pensil satu saja tidak akan masalah." Namun, perlu diingat bahwa tindakan menilep, sekecil apapun, dapat merusak karakter seseorang. Ketika kita terbiasa menilep, maka akan sulit bagi kita untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Lama-kelamaan, kita akan cenderung melakukan tindakan korupsi yang lebih besar.

Tindakan menilep yang dianggap sepele bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Sebaliknya, tindakan ini merupakan bagian dari suatu sistem yang lebih besar. Ketika seseorang terbiasa menilep, maka ia akan lebih mudah melakukan tindakan korupsi yang lebih besar. Misalnya, pegawai yang terbiasa menilep alat tulis kantor, mungkin akan tergoda untuk melakukan penggelapan dana perusahaan. Jika kita terus membiarkan tindakan menilep terjadi, maka kita akan menciptakan lingkungan yang subur bagi tumbuhnya korupsi dalam skala yang lebih besar. Apakah kita ingin hidup di negara seperti itu?

Jika banyak pegawai yang melakukan tindakan menilep, maka akan sulit bagi institusi tersebut untuk mencapai tujuannya. Selain itu, tindakan menilep juga dapat memicu persaingan tidak sehat di antara para pegawai. Tindakan menilep yang dilakukan secara massal juga dapat menghambat pembangunan negara. Anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, justru digunakan untuk kepentingan pribadi oleh oknum-oknum yang korup. Akibatnya, pembangunan infrastruktur terhambat, pelayanan publik menjadi buruk, dan kesenjangan sosial semakin melebar.

Jika kita tidak segera bertindak untuk mencegah tindakan menilep, maka kita akan mewariskan masalah korupsi kepada generasi mendatang. Anak-anak kita akan tumbuh dalam lingkungan yang korup dan sulit untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Akibatnya, negara kita akan sulit untuk maju dan bersaing dengan negara-negara lain.

Menilep dalam konteks korupsi merujuk pada tindakan mengambil sesuatu yang bukan haknya secara sembunyi-sembunyi. Tindakan ini bisa berupa mengambil uang, barang, atau bahkan kesempatan yang seharusnya menjadi hak orang lain. Bentuk menilep sangat beragam, mulai dari tindakan sederhana seperti mengambil alat tulis kantor untuk keperluan pribadi, hingga tindakan yang lebih kompleks seperti melakukan pengadaan barang atau jasa dengan cara yang tidak transparan.

Dampak dari tindakan menilep sangatlah luas. Dalam skala kecil, menilep dapat merugikan institusi tempat seseorang bekerja. Kepercayaan publik terhadap institusi tersebut akan menurun, dan produktivitas kerja pun akan terganggu. Dalam skala yang lebih besar, tindakan menilep dapat menghambat pembangunan negara. Anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, justru digunakan untuk memperkaya diri sendiri. Akibatnya, pembangunan infrastruktur terhambat, pelayanan publik menjadi buruk, dan kesenjangan sosial semakin melebar.

Mengapa banyak orang cenderung menyepelekan tindakan menilep? Ada beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Kurangnya kesadaran akan dampak korupsi menjadi salah satu penyebab utama. Banyak orang belum sepenuhnya memahami betapa merugikannya korupsi bagi negara dan masyarakat.

Norma sosial yang permisif juga turut berperan. Di beberapa lingkungan, tindakan menilep bahkan dianggap sebagai hal yang wajar atau biasa. Ungkapan seperti "rezeki anak soleh" sering digunakan untuk membenarkan tindakan korupsi.

Lemahnya penegakan hukum membuat orang merasa aman untuk melakukan tindakan korupsi. Ketika hukum tidak ditegakkan secara konsisten, maka orang akan cenderung mengulangi perbuatannya. Ketika pelaku korupsi tidak mendapatkan sanksi yang setimpal, maka orang lain akan terdorong untuk melakukan hal yang sama. Ketidakadilan yang terjadi akibat lemahnya penegakan hukum akan semakin memperparah masalah korupsi. Selain itu, lemahnya pengawasan juga memberikan peluang bagi para koruptor untuk terus melakukan aksinya.

Tindakan menilep yang sering dianggap sepele merupakan pintu gerbang menuju praktik korupsi yang lebih besar dan sistematis. Apa yang dimulai sebagai tindakan kecil, seperti mengambil alat tulis kantor, perlahan-lahan dapat berkembang menjadi tindakan korupsi yang lebih kompleks dan merugikan banyak pihak. Ketika seseorang terbiasa dengan tindakan menilep, batasan moralnya akan semakin kabur, membuatnya lebih mudah tergoda untuk melakukan tindakan korupsi yang lebih besar.

Selain itu, tindakan menilep yang dilakukan secara individu akan membentuk jaringan korupsi yang lebih luas, menciptakan budaya korupsi yang sulit diberantas. Jika kita tidak segera bertindak untuk mencegah tindakan menilep, maka kita akan menciptakan lingkungan yang subur bagi tumbuhnya korupsi dalam skala yang lebih besar.

Untuk mencegah tindakan menilep dan memutus mata rantai korupsi, diperlukan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan. Salah satu langkah penting adalah pendidikan antikorupsi sejak dini. Dengan menanamkan nilai-nilai kejujuran dan integritas sejak usia dini, diharapkan generasi muda dapat tumbuh menjadi individu yang antikorupsi. Selain itu, penguatan pengawasan dan pengendalian juga sangat krusial. Melalui sistem pengawasan yang efektif, tindakan-tindakan yang berpotensi korup dapat dideteksi sejak dini.

Terakhir, penegakan hukum yang tegas dan konsisten merupakan kunci untuk memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi. Hukuman yang setimpal harus diberikan kepada siapa pun yang terbukti melakukan tindakan korupsi, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, masyarakat akan semakin takut untuk melakukan tindakan korupsi.

Christina Natalia Setyawati