Dalam dunia media sosial yang terus bergerak cepat, fenomena Fear of Missing Out (FOMO) tidak hanya melibatkan tren mode atau gaya hidup, tetapi juga menyentuh ranah isu politik. Penulis Boy Candra dalam unggahan Instagramnya mengungkapkan, "Fomo pada isu politik itu fomo yang baik. Tak perlu malu untuk ikutan dan belajar."
Pernyataan ini membuka diskusi penting tentang bagaimana ketertarikan terhadap isu politik dapat menjadi alat pembelajaran yang berharga, dan bukan sekadar tren yang harus diikuti tanpa pemahaman yang mendalam.
FOMO pada isu politik, seperti yang diutarakan Boy Candra, mencerminkan keinginan untuk tidak tertinggal dari perkembangan penting yang mempengaruhi masyarakat luas. Ini bukan hanya tentang mengikuti berita terbaru atau terlibat dalam perdebatan online, tetapi juga tentang memupuk kesadaran politik yang lebih mendalam.
Dalam konteks demo yang terjadi di Indonesia baru-baru ini, terkait kawal putusan MK, pernyataan ini relevan karena menunjukkan bahwa partisipasi aktif dalam isu politik bukanlah hal yang harus dianggap remeh atau dipandang sebelah mata. Terlibat dalam diskusi politik dan memahami dinamika di balik keputusan-keputusan penting dapat memperkuat sistem demokrasi dan memberi suara pada aspirasi rakyat.
Namun, meski FOMO dalam politik dapat dianggap sebagai dorongan positif, ada risiko ketika ketertarikan ini tidak diimbangi dengan pemahaman yang mendalam. Isu politik sering kali kompleks dan memerlukan analisis yang tajam untuk benar-benar memahami dampak dari setiap kebijakan atau keputusan.
Kritis terhadap fenomena FOMO dalam politik juga berarti mengakui bahwa tidak semua partisipasi sama. Menjadi terinformasi secara mendalam dan memahami konteks dari isu-isu yang dibahas adalah langkah penting. Dengan demikian, ketertarikan terhadap politik tidak hanya berhenti pada mengikuti berita atau bergabung dalam diskusi, tetapi juga melibatkan upaya untuk belajar dan memahami substansi dari setiap isu.
Pada akhirnya, pernyataan Boy Candra mengenai FOMO dalam isu politik mengajak kita untuk melihat ketertarikan ini sebagai peluang untuk belajar dan berkontribusi. Dalam dunia yang semakin terhubung, keterlibatan aktif dalam isu politik dapat memperkaya pemahaman kita tentang proses demokrasi dan memperkuat posisi kita sebagai warga negara yang bertanggung jawab. Dengan melibatkan diri dan berusaha memahami, kita tidak hanya mengikuti tren, tetapi juga berperan dalam membentuk masa depan politik yang lebih baik.
Baca Juga
-
The New Era of Raisa! Menyelami Sisi Rapuh dan Ramai Seorang 'AmbiVert'
-
Raisa Mengubah Pasrah Menjadi Self-Respect Bertajuk Terserah di Ambivert
-
Stop Barter Kuno! Permen Bukan Mata Uang Wahai Para Tukang Fotokopi
-
Kesejahteraan atau Keterasingan? Gen Z dan Paradoks di Tengah Badai Digital
-
Dua Sisi Mata Uang Asmara Kampus: Antara Support System dan Pembatal Mimpi
Artikel Terkait
-
Sebentar Lagi Lengser, Jokowi Bisa Dikenang Rakyat jadi Presiden Paling Serakah karena Politik Dinasti
-
Politik Identitas Di Pilkada Jakarta Diprediksi Tak Akan Terjadi Lagi Meski Anies Resmi Jadi Cagub
-
Cak Imin Tegaskan PKB Lepas dari Bayang-bayang PBNU, Deklarasi Jadi Partai Independen
-
Resmi! KPU Tetapkan Jumlah Kursi Parpol di DPR RI: PDIP Terbanyak, Demokrat Paling Dikit, PPP hingga PSI Kosong
-
Prabowo Ucapkan Terima Kasih kepada PAN karena Selalu Dukung di 3 Pilpres
Kolom
-
Curly Hair Journey: Semakin Banyak Orang Mulai Mencintai Rambut Keritingnya
-
Nggak Semua Orang Harus Dengerin Musik Indie buat Dianggap Punya Selera
-
Kamu Kan Anak Pertama: Tekanan Tak Kasat Mata di Balik Label Panutan
-
Saat Film Animasi Anak Bicara Tentang Semangat Juang dalam Keterbatasan
-
Rupiah Melemah, Produk Lokal Jadi Kekuatan
Terkini
-
Meski Telah Pulih, Cedera Ole Romeny di Piala Presiden Masih Berimbas hingga Kini
-
Setali Tiga Uang, 4 Raksasa Sepak Bola ASEAN Dirundung Permasalahan dan Skandal!
-
Bisa Main Bareng! Game Bully Kembali Bangkit Lewat Versi Online Buatan Fans
-
Pernikahan 3 Tahun Kandas, Sabrina Chairunnisa Gugat Cerai Deddy Corbuzier
-
Sinopsis The Golden Hairpin, Drama China Terbaru Yang Zi dan Peng Guanying