Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | hanifati radhia
Ilustrasi batik (Freepik)

Baru-baru ini, seorang YouTuber dan streamer asal Amerika Serikat menjadi perbincangan hangat di kalangan warganet Indonesia. Hal itu bermula ketika IShowSpeed melakukan live streaming di Malaysia, salah satu penggemar memberikan batik kepadanya.

Penggemar tersebut mengatakan bahwa batik berasal dari Malaysia, pakaian tradisional Malaysia. Sontak, warganet Indonesia pun tak terima. Mereka mengatakan jika batik berasal dari negaranya, Indonesia.

Sebenarnya kita tak perlu berdebat, karena memang ada batik di Malaysia dan di beberapa kawasan Asia Tenggara lainnya. Tentu saja Batik juga merupakan pakaian tradisional, pakaian kebanggaan nasional di Indonesia.

Bukan kali pertama klaim budaya antar dua negara serumpun ini mencuat. Sebelumnya, Reog, wayang kulit, lagu Rasa Sayange, tari Pendet, Angklung hingga Rendang pernah diklaim oleh negeri Jiran tersebut.

Padahal, kalau kita mau sedikit saja belajar budaya dan sejarah, tak ada yang mengherankan dengan kemiripan dan kesamaan budaya kedua negara yang berada di kawasan Asia Tenggara.

Sejarah mencatat, sejak zaman kolonial telah terjadi migrasi orang Jawa ke Malaysia. Sekitar tahun 1500an, orang Jawa tersebut dikirim menjadi tenaga perkebunan kelapa sawit di Semenanjung Malaya.

Mereka tinggal di Malaysia dalam kurun waktu cukup lama hingga membangun keluarga dan komunitas. Sebagai misal, komunitas Jawa di Kawasan Batu Pahat.

Sebuah penelitian oleh George Quinn, seorang pakar sastra dan budaya Jaya dari Australian National University memperkuat hal itu dengan menyampaikan bahwa gelombang migrasi orang Jawa ke Malaysia terjadi pada abad ke-19 dan ke-20.

Tidak hanya suku Jawa yang migrasi dan membangun kehidupan di sana, terdapat suku lainnya seperti Banjar, Minangkabau, Bugis dan Mandailing. Bahkan di Semenanjung Malaya yang sekarang dikenal dengan nama Negeri Sembilan, suku Minangkabau mendirikan pemerintahan sendiri.

Sejak dulu, oleh masyarakat Indonesia, batik berfungsi sebagai pakaian sehari-hari, pakaian kasual hingga bagian dari ritual adat tertentu.

Batik dengan demikian juga ditemukan dan digunakan oleh masyarakat di sejumlah negara termasuk Myanmar, Singapura, Malaysia hingga Afrika. Batik menjadi warisan budaya dunia milik Indonesia setelah ditetapkan oleh Educational Scientific and Cultural Organisation (UNESCO) pada, 2 Oktober 2009.  

Hal yang menjadi pertanyaan, bagaimana UNESCO mengakui batik Indonesia? Ada beberapa kriteria di balik penetapan UNESCO terhadap batik.

Adapun kriteria pertama yang menjadikan Batik Indonesia diakui oleh UNESCO adalah ilmu membatik. Ilmu membatik ini mencakup pemilihan dan penggunaan canting, cara mencanting, desain, motif, proses pewarnaan. Hal yang terpenting, ilmu atau pengetahuan mengenai batik tersebut diturunkan atau diwariskan dari generasi ke generasi.

Jika kita merujuk pada konsep kebudayaan, bahwa budaya memiliki sifat dinamis. Dengan demikian, batik merupakan kesenian dan bentuk pengetahuan tradisional yang sisi sejarah awalnya ada di Indonesia.

Namun kemudian, orang-orang Indonesia, terlebih dalam hal ini masyarakat Jawa, menyebar, bermigrasi ke banyak wilayah di luar negara sehingga batik bisa ditemukan juga di luar Indonesia.

Masyarakat cenderung membawa budaya asal mereka ke tempat baru. Selanjutnya, ada proses dinamika yakni budaya diperanguhi dan saling mempengaruhi dengan budaya lainnya. Seperti Batik Malaysia yang mulai dikembangkan pada 1920an.

Ada perbedaan antara Batik Malaysia dan Indonesia. Seperti ditinjau dari sisi motif, Batik Malaysia memiliki motif besar, sederhana, cerah dan dipengaruhi budaya peranakan.

Sementara itu, Batik Indonesia memiliki motif dan corak yang lebih kaya serta beragam, adanya perpaduan unsur warna hitam, cokelat, keemasan melambangkan filosofi dan makna tersendiri di setiap motif.  

Meski industri batik di Malaysia berumur kurang dari satu abad, tetapi kesenian tersebut juga berperan penting dalam upaya pembangunan identitas nasional. Dalam keseharian di sana, tidak hanya dikenakan menjadi sarung oleh warga setempat.

Bahkan serupa di Indonesia, baik warga, petugas publik dari ASN, anggota parlemen juga memiliki “hari batik”, yakni hari mereka mengenakan pakaian batik.

Melupakan Perselisihan, Merayakan Keberagaman Budaya 

Meskipun batik telah diakui sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia oleh UNESCO, namun penting untuk dipahami bahwa budaya bersifat dinamis.

Budaya mampu berkembang serta beradaptasi di berbagai tempat. Seperti misalnya, batik yang berasal dari Indonesia, juga ditemukan di berbagai negara, termasuk Malaysia.

Bahkan, menjadikan batik sebagai bagian dari identitas nasional mereka. Dengan demikian, perdebatan mengenai asal-usul budaya, seperti dalam kasus batik, semestinya tak perlu memicu perselisihan atau gesekan baik di dunia nyata maupun maya.

Harapannya, hal ini justru menjadi peluang untuk memperkaya pemahaman tentang interaksi serta keragaman budaya lintas negara.

 Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

hanifati radhia