Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Agus Siswanto
Prestasi 2 atlet non pelatnas, Sabar Karyaman/Reza Pahlevi dan Dejan/Gloria dalam ajang BWF menjadi tamparan halus bagi program pembinaan PBSI (Instagram/ @badminton.ina)

Pasca Olimpiade Paris 2024, raihan prestasi bulutangkis Indonesia belum menunjukkan titik cerah. Kemarau gelar masih saja terjadi bagi atlet-atlet bulutangkis Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari raihan 2 gelar saja dalam 2 bulan ini.

Gelar pertama diraih pasangan baru Leo/Bagas alam ajang Korea Open 2024. Pasangan baru ini dengan heroic mampu menundukkan pasangan kuat tuan rumah, Kang Min Hyuk/Seo Seung Jae dalam 2 gim langsung.

Gelar kedua datang dari Ana/Tiwi di nomor ganda putri. Pasangan ini meraih gelar di Taipei Open 2024 setelah terlibat dalam perang saudara dengan Amalia/Jesita Putri. Ana/Tiwi akhinya menggondol gelar di turnamen dengan level super 300 ini.

Selebihnya, para pemain Indonesia hanya sempat menyentuh babak final tanpa meraih gelar. Hal ini dialami oleh Putri KW, Dejan/Gloria, Sabar Karyaman Gutama/Reza Pahlevi, dan Leo/Bagas.

Meskipun pencapain ini terhitung lumayan, namun jika dibandingkan dengan junlah turnamen yang ada, tetap terasa kurang. Dalam 2 bulan ini, paling tidak 4 turnamen digelar BWF. Mulai dari Japan Open 2024, Taipei Open 2024, Korea Open 2024, Hong Kong Open 2024, dan Macau Open 2024.

Jika dilihat dari banyaknya turnamen yang digelar, dengan hanya meraih 2 gelar, terasa sangat kurang. Sementara itu, negara-negara lain pun sudah mulai melebihi pencapaian Indonesia. Seperti Malaysia yang kini juga mengalami kebangkitan di sektor ganda.

Dalam beberapa even tersebut, muncul pemandangan menarik terkait raihan prestasi dalam 2 bulan terakhir. Tercatat ada 2 wakil yang datang dari non pelatnas. Mereka adalah Dejan/Gloria dan Sabar Karyaman Gutama/Reza Pahlevi.

Dalam  rangkaian turnamen 2 bulan ini, terhitung Sabar Karyaman Gutama/Reza Pahlevi mampu meraih 2 kali babak final, Hong Kong Open 2024 dan Macau Open 2024. Demikian pula dengan Dejan/Gloria.

Raihan prestasi 2 sosok ini menjadi sebuah tamparan halus bagi PBSI. Bagaimana tidak, keduanya datang dari jalur non pelatnas. Namun langkah mereka dapat bergitu jauh, meninggalkan para pemain pelatnas yang justru rontok di babak-babak awal.

Hal ini menjadi sebuah ironi tersendiri bagi PBSI. Sebab kalau PBSI mau mengklaim prestasi 2 sosok tersebut, pasti tidak pas. Kehadiran mereka di turnamen tersebut boleh dibilang tidak menggunakan biaya pelatnas, toh mereka mampu berprestasi.

Kenyataan ini seharusnya membuat PBSI membuka mata lagi dengan progress para pemain pelatnas. Kalaupun mereka sudah mentok, saatnya dipinggirkan digantikan dengan atlet yang lebih potensial. Sebab jika tidak segera dilakukan, mungkin saja nama para pemain Indonesia akan hilang di bagan setiap pertandingan.

BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE

Agus Siswanto