Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Christina Natalia Setyawati
Nadiem Makarim (Instagram/@nadiemmakarim)

Media sosial sebagai panggung kontroversi kini kembali menyoroti peristiwa unik pada pergantian kepemimpinan di periode yang baru.

Nadiem Makarim, yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi belum lama ini menyampaikan harapannya agar periode pemerintahan selanjutnya tetap melanjutkan program Merdeka Belajar atau Kurikulum Merdeka yang sudah berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu.

Media yang menyoroti berita tersebut dibanjiri dengan komentar pedas warganet yang sebagian besar menyampaikan ketidaksetujuan mereka terhadap keberlanjutan program tersebut.

Ada banyak alasan yang melatarbelakangi penolakan besar-besaran itu oleh pengguna media sosial dan masyarakat umum. Salah satu kritik utama adalah bahwa Kurikulum Merdeka dinilai belum lengkap secara konsep.

Ketidakjelasan mengenai standar penilaian dan dampaknya terhadap kelulusan siswa juga memicu kecemasan di kalangan orang tua dan siswa.

Terlebih lagi, adanya anggapan bahwa Kurikulum Merdeka terlalu mengedepankan aspek kreativitas dan proyek sehingga mengabaikan penguasaan materi akademik yang dianggap penting.

Banyak guru merasa kesulitan dalam menerapkan kurikulum ini karena kurangnya pelatihan dan fasilitas pendukung.

Kurikulum ini menuntut guru untuk mendefinisikan sendiri tujuan pembelajaran (TP), sayangnya banyak guru juga yang belum memiliki keterampilan yang cukup untuk melakukan hal ini secara mandiri.

Keluhan siswa terhadap Kurikulum Merdeka saat ini beragam, tetapi secara umum banyak siswa merasa terbebani dengan tuntutan tugas proyek dan presentasi yang lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Mereka juga merasa kurang siap menghadapi pembelajaran yang lebih mandiri dan berpusat pada siswa.

Selain itu, beberapa siswa mengeluhkan kurangnya waktu untuk mendalami materi pelajaran secara mendalam karena adanya penekanan pada pengembangan proyek.

Beberapa siswa merasa bahwa guru masih belum terbiasa dengan metode pembelajaran yang baru dan kesulitan dalam memberikan bimbingan yang efektif.

Hal ini seturut dengan apa yang dikeluhkan oleh sejumlah pengguna media sosial.

“Tolong dikaji ulang Merdeka Belajar di mananya? Karakter anak belum tercapai sesuai dengan P5-nya. Teori doang bagus, nyatanya anak banyak yang membangkang,” komentar warganet.

Hapuskan program yang bikin susah orang tua. Murid SMA, membaca masih terbata-bata. Murid SMA, perkalian tidak tahu,” ujar warganet lain.

“Minat belajar anak-anak jadi berkurang,” ungkap lainnya lagi

“Ribet, kebanyakan administrasi bagi guru!” protes warganet.

“Saking merdekanya, anak-anak zaman sekarang pada ga bisa baca,” ungkap warganet yang lain. 

Mayoritas otak pentium, dikasih aplikasi yang spek core i7,” tulis warganet lain bernada sarkasme.

Banyak orang tua dan guru khawatir dengan kemampuan baca, tulis, dan hitung anak-anak setelah adanya Kurikulum Merdeka.

Meskipun kurikulum ini punya banyak hal baik, seperti membuat belajar lebih menyenangkan, ternyata ada beberapa anak yang jadi kurang lancar dalam membaca, menulis, dan berhitung.

Salah satu alasannya adalah karena Kurikulum Merdeka lebih fokus pada pengembangan kemampuan berpikir dan bekerja sama. Hal ini bagus, tapi kalau kemampuan dasar seperti membaca dan berhitung tidak kuat, anak-anak akan kesulitan dalam belajar mata pelajaran lain.

Selain itu, banyak tugas dan proyek yang harus diselesaikan, sehingga waktu untuk latihan membaca, menulis, dan berhitung jadi berkurang.

Banyak orang merasa rindu dengan Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013. Mereka berpendapat bahwa dengan kurikulum-kurikulum lama, anak-anak lebih menguasai dasar-dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung.

Selain itu, mereka juga merasa bahwa kurikulum lama lebih terstruktur dan mudah dipahami oleh guru. Salah satu alasannya adalah karena Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan yang lebih besar kepada guru dan siswa dalam memilih materi dan metode pembelajaran. Meskipun ini bagus, tapi beberapa orang khawatir kalau anak-anak jadi kurang fokus pada materi-materi dasar yang penting.

Setiap kurikulum memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kurikulum Merdeka dirancang untuk membuat belajar lebih menyenangkan dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Namun, kita perlu mencari cara agar kelebihan dari kurikulum-kurikulum sebelumnya tetap bisa kita nikmati, sambil tetap memanfaatkan kelebihan dari Kurikulum Merdeka.

Kurikulum pendidikan memang dirancang disesuaikan dengan zaman, yang prosesnya tentu tidak selalu mudah dan instan. Perlu adanya keseimbangan antara inovasi dan keberlangsungan, antara teori dan praktik, antara tuntutan zaman dan nilai-nilai luhur.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Christina Natalia Setyawati