Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | zahir zahir
Presiden Prabowo Subianto memberikan arahan saat sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (23/10/2024). [ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww]

Pada Minggu (20/10/2024), Republik Indonesia resmi melantik Presiden terpilih ke-8, yakni Prabowo Subianto beserta wakilnya, yakni Gibran Rakbuming Raka untuk masa bakti 2024-2029 mendatang. Melansir dari beberapa sumber di kanal berita suara.com, Prabowo Subianto resmi menjadi Presiden ke-3 Indonesia yang hadir dari kalangan militer setelah Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Prabowo Subianto yang juga sempat menjabat sebagai menteri Pertahanan Republik Indoensia dari tahun 2019 hingga tahun 2024 tentunya menjadi sosok yang cukup paham mengenai seluk beluk dunia kemiliteran di Indonesia. Sebagai salah satu mantan Jendral TNI Angkatan Darat, tentunya beliau cukup paham mengenai pengembangan kekuatan militer Indoensia yang dalam beberapa tahun terakhir memang sedang dimodernisasi dari berbagai aspek.

Pembaharuan Kekuatan Militer Menjadi Aspek Penting dalam Geopolitik Dunia

Sejak menjabat sebagai Menteri Pertahanan Republik Indoensia di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada tahun 2019-2024, banyak aspek yang mulai dibenahi oleh Prabowo Subianto di aspek kemiliteran. Salah satu hal yang paling menonjol adalah pembaharuan alutsista militer di tubuh TNI.

Melansir dari laman indomiliter.com, salah satu pembaharuan yang dilakukan oleh Prabowo Subianto adalah pembelian beberapa persenjataan terbaru guna menggantikan persenjataan tua yang berada dalam inventaris TNI saat ini. Salah satu yang cukup disorot adalah pembelian sekitar 42 unit jet tempur Dassault Rafale dari Prancis yang baru saja ditandatangani pada periode tahun 2022-2023 lalu.

Pembelian ini tentunya menjadi langkah awal yang cukup baik bagi TNI-AU yang memang cukup kekurangan dalam inventarisasi kepemilikan jet tempur. Saat ini, TNI-AU hanya memiliki 33 unit pesawat F-16 Fighting Falcon, 5 unit Sukhoi SU-27, 11 unit Sukhoi SU-30 sebagai jet tempur utama TNI saat ini. Jumlah tersebut belum termasuk sekitar 35 unit jet tempur ringan BAE Hawk dan T-50 Golden Eagle.

Jumlah tersebut jika ditotal tentunya tak mencukupi dalam menjaga kedaulatan udara Republik Indonesia yang cukup luas. Oleh karena itu, pengadaan 42 unit pesawat tempur Dassault Rafale yang direncanakan mulai tiba pada tahun 2026-2030 dianggap menjadi tonggak baru dalam modernisasi alutsista nasional.

Di sisi TNI-AL, Prabowo Subianto juga diharapkan kian melanjutkan kerjasama pengadaan kapal selam baru Scorpene Evolved-class dari Prancis yang direncanakan akan dibeli sebanyak 2 unit. Melansir dari laman berita Reuters, pembelian ini tentunya untuk menambah inventaris alutsista TNI-AL yang sejauh ini juga dianggap cukup kurang memadai untuk negara maritim seluas Indonesia.

Di sisi lain, pengadan beberapa kapal jenis frigate seperiti Arrowhead 140, Iver-Huitfeldt-class dan beberapa jenis kapal sekelas korvet tentunya diharapkan mampu menambah jumlah alutsista laut TNI-AL dan menggantikan deretan kapal tempur yang sudah harus memasuki masa pensiun kedepannya.

Di lingkup TNI-AD pengadaan Medium Tank Harimau Hitam dan Panser Pandur II yang nantinya akan dilisensi oleh PT Pindad selaku penyedia utama persenjataan TNI di dalam negeri tentu diharapkan dapat menjadi pengembangan bagi industry pertahanan nasional kedepannya. Belum lagi beberapa langkah kerjasama seperti dari Turki, Prancis, Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya yang meliputi program TOT atau Transfer of Tehchnology juga diharapkan kian memperkuat kekuatan militer di Indonesia kedepannya.

Kini, dengan menjabatnya Prabowo Subianto sebagai Presiden ke-8 Republik Indonesia, diharapkan pula beliau tetap melanjutkan pengembangan dan modernisasi dalam aspek kemiliteran di Indonesia kedepannya. Tentunya negara yang memiliki kekuatan militer yang cukup mumpuni sudah pasti akan lebih dipertimbangkan dalam percaturan geopolitik internasional kedepannya.

Melihat kondisi geopolitik internasional yang kian panas usai konflik di Ukraina-Rusia sejak tahun 2022 lalu. Memperkuat aspek kemiliteran sebuah negara memang menjadi salah satu target yang harus dilakukan saat ini, termasuk oleh Indonesia. Belum lagi Indonesia harus siap menghadapi risiko perang terbuka dari negara manapun yang dapat mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

zahir zahir