Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Rini Septiyani
ilustrasi pendidikan.(pexels)

Sepuluh tahun masa kepemimpinan Jokowi telah memberikan banyak perubahan signifikan, terutama dalam sektor pendidikan. Salah satu program yang paling berdampak adalah Program Indonesia Pintar (PIP), yang ditujukan untuk membantu anak-anak dari keluarga kurang mampu agar tetap dapat bersekolah. Program ini merupakan penyempurnaan dari program sebelumnya yaitu Bantuan Siswa Miskin (BSM). PIP telah menjadi salah satu tonggak penting dalam upaya meningkatkan akses pendidikan di seluruh pelosok negeri, memberikan kesempatan kepada mereka yang sebelumnya sulit menjangkau pendidikan formal.

Seperti yang dipaparkan Nurokhmah (2020), Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang diluncurkan pada tahun 2015 merupakan kelanjutan dari Program Indonesia Pintar yang menjadi janji kampanye dan program unggulan Jokowi. Tujuannya jelas yaitu memastikan bahwa anak-anak Indonesia, tanpa terkecuali, memiliki akses pendidikan yang layak. Melalui pemberian bantuan tunai langsung kepada siswa dari jenjang SD, SMP hingga SMA. Program ini telah membantu jutaan anak tetap bersekolah, mengurangi angka putus sekolah, serta mendorong mereka menyelesaikan pendidikan 12 tahun.

PIP memang terbukti efektif dalam memberikan bantuan ekonomi bagi keluarga yang membutuhkan. Menyadur data dari Portal Informasi Indonesia, bahwa sejak diluncurkan, PIP telah membantu hampir 20 juta pelajar di seluruh Indonesia. Angka putus sekolah, yang sempat tinggi di beberapa daerah terpencil, perlahan menurun berkat program ini. Kartu Indonesia Pintar juga mendorong kesetaraan dalam akses pendidikan, terutama di daerah-daerah tertinggal dan terpencil yang sebelumnya minim fasilitas dan dukungan.

Seperti yang dilaporkan Suparman (2020), tidak dapat dipungkiri bahwa program ini masih memiliki beberapa tantangan. Pelaksanaan PIP masih menghadapi dua kendala utama. Pertama, masalah akurasi data penerima, karena pada awalnya data berasal dari TNP2K yang kurang akurat. Lalu, data dikombinasikan dengan Dapodik untuk memastikan akurasi. Kedua, penyaluran dana KIP tidak sederhana, karena bank tidak menerima upah, hanya diberi izin menahan dana selama satu bulan, yang tidak cukup untuk menutupi alokasi SDM. Akibatnya, penyaluran dana sering terlambat hingga tiga bulan, yang sangat berdampak bagi keluarga miskin. Selain itu, keterlibatan orang tua dalam proses ini kadang memicu penyalahgunaan dana KIP.

Sebagai tambahan, meskipun komunikasi sudah dilakukan dengan baik, masih terdapat masalah dalam pelaksanaan program ini, yaitu masih adanya penerima PIP yang bukan dari golongan ekonomi miskin dan masih banyak siswa yang memenuhi kriteria penerima bantuan namun belum mendapatkan KIP, sehingga mereka belum tercatat sebagai penerima bantuan (Rahayuningsih & Sirait, 2020).

Di sinilah kemudian pentingnya evaluasi dan penyempurnaan sistem penyaluran bantuan, agar program ini benar-benar tepat sasaran dan tidak ada anak yang tertinggal.

Selanjutnya, harapan besar juga tertuju pada peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri. Memastikan anak-anak tetap bersekolah memang satu hal yang krusial, namun memastikan mereka mendapatkan pendidikan yang berkualitas adalah hal lain yang sama krusialnya. Di masa depan, bagi pemerintahan berikutnya, khususnya di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, untuk dapat melanjutkan dan meningkatkan kualitas serta memaksimalkan program-program pendidikan yang sudah ada.

Menyadur dari Ratnaningsih (2017), pendidikan memiliki peran yang sangat krusial dalam proses pembangunan karena pendidikan yang berkualitas akan menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan kompeten untuk mendukung pembangunan tersebut. Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan menjadi hal yang sangat penting untuk terus dikembangkan. Sebab, pendidikan merupakan elemen penting dalam kemajuan suatu bangsa

Seperti yang kita tahu bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang yang tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga pada kesejahteraan sosial dan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan adalah kunci untuk membuka pintu masa depan yang lebih cerah bagi setiap anak Indonesia.

PIP telah menjadi cahaya harapan bagi jutaan anak yang sebelumnya terpinggirkan dari akses pendidikan, dan kita patut mengapresiasi dedikasi pemerintahan Jokowi dalam mewujudkan keadilan pendidikan. Namun, perjuangan belum selesai. Tantangan dalam pelaksanaannya menuntut kita semua untuk lebih waspada, agar tidak ada anak yang tertinggal, tidak ada mimpi yang terhenti hanya karena sistem yang belum sempurna.

Di bawah kepemimpinan Prabowo, harapan baru bertumbuh. Tidak hanya untuk melanjutkan apa yang telah dimulai, tetapi juga untuk membangun pendidikan yang lebih kuat, lebih berkualitas dan lebih relevan dengan tantangan zaman. Ini bukan lagi hanya soal memastikan anak-anak tetap bersekolah, tetapi juga memastikan mereka belajar, berkembang dan siap menghadapi dunia global yang penuh kompetisi.

Generasi muda Indonesia pantas dan layak mendapatkan lebih dari sekadar akses. Mereka berhak atas pendidikan yang mampu membentuk mereka menjadi pribadi-pribadi unggul yang siap menghadapi masa depan dengan percaya diri. Kita membutuhkan komitmen dari pemimpin yang teguh untuk mencetak generasi Indonesia yang cerdas, tangguh dan siap membawa Indonesia ke panggung dunia.

Kini, semua mata tertuju pada pemerintahan yang baru. Mampukah pemerintahan Prabowo melanjutkan dan memperbaiki fondasi yang telah dibangun? Mampukah Prabowo membawa inovasi yang akan menjawab tantangan di masa depan? Hanya waktu yang akan menjawab. Namun, kita tidak bisa hanya menunggu. Kita harus bersama-sama berjuang, turut mendukung dan memastikan bahwa pendidikan di Indonesia bukan sekadar membaik, tetapi tumbuh menjadi kekuatan yang membentuk generasi hebat, siap membawa bangsa ini melangkah lebih jauh dari yang pernah bisa kita impikan.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Rini Septiyani