Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Rini Septiyani
Buku Surat Kecil Untuk Tuhan (DocPribadi/Rini Septiyani)

Setiap orang pasti mempunyai perjuangan hidupnya masing-masing. Namun, ketika hidup memberikan ujian yang begitu hebat, bagaimana seseorang itu dapat bertahan? Novel Surat Kecil Untuk Tuhan karya Agnes Davonar memberikan jawaban yang begitu menyentuh melalui kisah nyata seorang gadis remaja, Gita Sesa Wanda Cantika, yang akrab dipanggil Keke, ia berjuang melawan kanker langka bernama Rhabdomyosarcoma.

Kisah ini bermula dengan kehidupan Keke yang ceria dan normal. Sebagai seorang remaja berumur sekitar 13 tahun, ia memiliki banyak impian, teman-teman yang menyayanginya dan keluarga yang hangat. Namun, semuanya berubah ketika ia didiagnosis mengidap kanker jaringan lunak. Ia adalah orang pertama pengidap penyakit langka tersebut di Indonesia. Penyakit ini tidak hanya mengubah fisiknya secara drastis, tetapi juga menguji mentalnya habis-habisan.

Meski menghadapi rasa sakit yang begitu hebatnya, Keke menolak menyerah. Ia tetap bersekolah, bercanda dengan teman-temannya dan menjalani hidup seolah-olah tidak ada yang terjadi. Namun, di balik senyum dan semangatnya, ia menulis surat-surat kecil kepada Tuhan. Surat-surat inilah yang menjadi pengakuan hatinya, tempat ia mencurahkan rasa takut, harapan dan cinta kepada Sang Pencipta.

Novel ini bukan hanya tentang perjuangan Keke melawan penyakit, tetapi juga tentang bagaimana ia berusaha menghadapi takdir-Nya dengan penuh rasa syukur. Keke menunjukkan kepada pembaca bahwa hidup tidak selalu tentang panjangnya waktu, tetapi tentang bagaimana kita mengisinya. Salah satu momen paling mengharukan adalah ketika Keke memohon kepada Tuhan untuk memberinya kekuatan, bukan untuk menyembuhkan penyakitnya, tetapi agar ia bisa membuat orang-orang di sekitarnya tetap tersenyum.

Hubungan Keke dengan ayahnya menjadi sorotan utama novel ini. Sang ayah adalah pilar kekuatan Keke, seseorang yang selalu mendampinginya, bahkan di saat ia harus menyembunyikan tangisnya demi terlihat tegar. Lewat interaksi mereka, novel ini menggambarkan bahwa cinta keluarga adalah cahaya yang akan selalu ada, meskipun dunia terasa begitu gelap.

Di sisi lain, gaya penulisan Agnes Davonar yang bersahaja, melalui diksi-diksi pilihan yang menyentuh hati. Sehingga membuat saya sebagai pembaca merasa terhubung secara emosional dengan setiap kalimat di novel tersebut. Tidak ada metafora yang berlebihan, hanya narasi tulus yang menghadirkan realitas perjuangan seorang gadis kecil dengan cara yang sangat manusiawi.

Bahkan kesuksesan novel ini juga diikuti dengan adaptasi film yang juga menguras air mata. Versi film tahun 2011 menampilkan sisi personal perjuangan Keke, sementara versi 2017 merupakan versi lainnya dari Surat Kecil Untuk Tuhan dengan menambahkan isu sosial, seperti eksploitasi anak-anak terlantar.

Surat Kecil Untuk Tuhan adalah lebih dari sekadar buku bacaan biasa. Ini menjadi pengingat bahwa keajaiban hidup terletak pada bagaimana kita menghadapi cobaan dengan keberanian, cinta dan iman. Melalui novel ini, kita sebagai pembaca dapat merasakan perjuangan dan pengorbanan Keke, semangatnya yang tetap hidup dalam hati setiap pembaca.

Bagi siapa pun yang menyukai novel bertema perjuangan hidup, kisah ini adalah sebuah pelukan hangat yang mengingatkan bahwa harapan itu akan selalu ada dan selalu ada pelajaran dibalik sesuatu yang terjadi. Ada sedikit kutipan surat Keke yang paling fenomenal di novel ini.

Tuhan...
Andai aku bisa kembali
Aku tidak ingin ada tangisan di dunia ini.
Tuhan...
Andai aku bisa kembali
Aku berharap tidak ada lagi hal yang sama terjadi padaku, terjadi pada orang lain
Tuhan...
Bolehkah aku menulis surat kecil untuk-Mu
Tuhan...
Izinkanlah rambutku kembali tumbuh, agar aku bisa menjadi wanita seutuhnya
Tuhan...
Surat kecil-ku ini
Adalah surat terakhir dalam hidupku
Andai aku bisa kembali...
Ke dunia yang kau berikan padaku..
(Halaman 240-241)

Demikianlah, ulasan buku Surat Kecil Untuk Tuhan, yang sejatinya bukan hanya sebuah novel belaka, namun buku ini juga adalah warisan cerita tentang keberanian seorang gadis yang kecil tubuhnya, namun sangat besar hatinya. Selanjutnya, ketika halaman terakhir novel ini tertutup, kita tidak hanya sekadar mengingat tentang Keke dan perjuangannya. Tetapi juga sekaligus memunculkan pertanyaan di benak hati, "Sudahkah aku menjalani hidup dengan keberanian dan kesabaran sebesar ini?"

Rini Septiyani