Transisi pemerintahan telah usai. Prabowo-Gibran sudah dilantik memimpin roda pemerintahan baru. Sebagai pendidik tentu saja yang saya tunggu adalah kebijakan pemerintahan baru tentang pendidikan dan masa depannya.
Pada akhirnya, sebagus apa pun kurikulum yang akan diterapkan di negeri ini, gurulah yang akan menjadi ujung tombak maju tidaknya pendidikan kita.
Para guru sudah kenyang dengan gonta ganti kurikulum, bongkar pasang, serta revisi kurikulum kita. Guru mau tidak mau hanya bisa ikut apa maunya pemerintah. Meski begitu, guru yang kreatif dan inovatif tidak mau duduk dan diam menunggu komando. Ia akan terus belajar, berkarya dan berinovasi lebih jauh.
Beban Ganda
Guru kita masih memiliki beban ganda di lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah. Pada level internal, guru masih disibukkan dengan beban pikiran dan pekerjaan rumah yang menuntut harus diselesaikan.
Pak guru dan bu guru adalah sosok yang memiliki tanggung jawab dan kewajiban domestik. Salah satu kewajiban yang dilakukan bapak dan ibu guru di rumah adalah beban pendidikan anak anak mereka.
Mereka para guru harus membagi waktu yang singkat itu untuk memberi pendidikan terbaik kepada anak anak bangsa. Di sisi lain, mereka memiliki kewajiban mendidik anak mereka sendiri.
Beban lain yang masih dominan di kalangan guru kita terutama swasta adalah beban ekonomi. Secara domestik, mereka masih memikirkan ulang bagaimana ekonomi mereka bisa mapan dan cukup untuk memenuhi kebutuhan primer mereka seperti sandang (pakaian) , pangan (makanan) dan papan (rumah).
Bagi sebagian besar guru di Indonesia, kondisi ekonomi yang masih di bawah standar ini menuntut mereka mencari tambahan penghasilan selepas memenuhi kewajiban mengajar. Bagi guru swasta, ini tidak mudah. Apalagi untuk guru yang mengajar di sekolah penuh hari.
Di satu sisi mereka dituntut kebutuhan sehari-hari yang mendesak. Selain itu, mereka juga dituntut untuk memenuhi kewajiban mereka sebagai pendidikan.
Pekerjaan rumah pendidikan kita yang perlu kita tuntaskan adalah problem kesejahteraan guru. Jangan menuntut guru kréatif, inovatif, serta bisa mengajar dengan atraktif dan berkesan, tanpa memberikan solusi kesejahteraan mereka.
Kita bersyukur guru-guru swasta maupun honorer di sekolah negeri adalah guru bermental tangguh. Mereka kritis, inovatif sekaligus terus bersabar dengan kondisi mereka. Perjuangan mereka harus ditebus dengan kebijakan yang memuliakan martabat dan menyejahterakan mereka.
Satrio Pinandito
Guru itu satrio pinandito, artinya seorang kesatria. Luhur dan utama budinya. Akhlak dan juga adabnya begitu luhur, serta memiliki kemampuan "linuwih" dalam keahlian atau bidang tertentu.
Konsep guru sebagai sosok agung telah sirna. Guru kini jadi tempat dan sasaran protes maupun kemarahan para wali murid mereka.
Sebagai insan di sekolah, guru kini dituntut untuk menjaga dan mengawasi anak didiknya. Jika ada suatu masalah, guru sangat rentan menjadi korban dalam sistem kekuasaan yang tidak berpihak padanya.
Sementara, posisinya sebagai " Satrio Pinandito" seolah sirna karena sistem dan kecenderungan masyarakat yang mulai menganggap guru sebatas pengajar semata.
Di sisi lain yang saat ini dikhawatirkan adalah krisis etik dan adab. Makin minimnya buku pendamping dengan tema pergaulan, sopan santun serta adab, makin membuat penguatan pendidikan karakter semakin berat.
Guru-guru di masa lalu bukan hanya dikenal oleh pejabat, tetapi juga oleh masyarakatnya karena sifat rendah hatinya, sikap tawadu' serta tinggi ilmunya.
Kita berharap Prabowo-Gibran terkhusus Kemendikdasmen benar-benar melibatkan guru dalam menyusun kebijakan baru, melindungi nasib guru serta memberi ruang kreatif dan apresiasi yang lebih besar kepada guru yang mampu menjadi motor perubahan bagi sekolah maupun masyarakat.
Guru tetap menjadi ujung tombak sekaligus tempat bergantung anak-anak kita, masyarakat dan pemerintah. Kita berharap pemerintahan Prabowo dan Gibran akan memenuhi dan memahami nasib pendidikan kita terutama guru.
Semoga pemerintahan Prabowo kali ini lebih memperhatikan nasib guru dan merelisasikan janjinya menyejahterakan guru Indonesia.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Era Emas Kebudayaan: Jejak Prestasi Jokowi dan Harapan di Tangan Prabowo
-
SMK Naik Kelas: Transformasi dan Kebangkitan Pendidikan Vokasi di Era Jokowi
-
Meratakan Pendidikan dengan Visi Indonesiasentris: Tantangan dan Harapan
-
Pesta Mewah di IKN vs Nasib Warga Tergusur: Inikah Kemerdekaan Sejati?
-
Melawan Dominasi Maskulin, Mengapa Kekerasan Seksual di Kampus Terus Terulang?
Artikel Terkait
-
Gratis! Ini Kumpulan Logo dan Poster Hari Guru Nasional 2024 Format PNG
-
Mengenal Basuki Endropranoto, Sosok Jenius di Balik Mars PGRI
-
Pendidikan Nissa Sabyan, Diduga Diam-Diam Sudah Nikah dengan Ayus
-
Kuliah S2 di Australia dengan Biaya Lokal, Bagaimana Caranya?
-
Bongkar Pasang Kurikulum Pendidikan: Jangan Sampai Siswa dan Guru jadi Kelinci Percobaan!
Kolom
-
Trend Lagu Viral, Bagaimana Gen Z Memengaruhi Industri Musik Kian Populer?
-
Usai Kemenangan Telak di Pilpres AS, Apa yang Diharapkan Pendukung Donald Trump?
-
Standar Nikah Muda dan Mengapa Angka Perceraian Semakin Tinggi?
-
Indonesia vs Arab Saudi: Mencoba Memahami Makna di Balik Selebrasi Seorang Marselino Ferdinan
-
Matematika Dasar yang Terabaikan: Mengapa Banyak Anak SMA Gagap Menghitung?
Terkini
-
Strategi Mengelola Waktu Bermain Gadget Anak sebagai Kunci Kesehatan Mental
-
Cetak 2 Gol, Bukti "Anak Emas" Tak Sekadar Julukan bagi Marselino Ferdinan
-
Nissa Sabyan dan Ayus Resmi Menikah Sejak Juli 2024, Mahar Emas 3 Gram dan Uang 200 Ribu
-
Ulasan Buku Sabar, Syukur, dan Ikhlas: Kunci Sukses Bahagia Dunia Akhirat
-
Spoiler! Hunter X Hunter Chapter 403: Balsamilco vs Pangeran Halkenburg