Fenomena #KaburAjaDulu yang marak di media sosial mencerminkan kekecewaan mendalam generasi muda Indonesia terhadap kondisi negara saat ini. Tagar ini menjadi simbol keinginan untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri, yang dipicu oleh berbagai kebijakan kontroversial pemerintah di era Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Di tengah janji-janji pemerintahan Prabowo-Gibran yang mengusung kesejahteraan rakyat, realitas di lapangan justru menunjukkan hal sebaliknya. Kenaikan pajak, pemotongan anggaran untuk sektor-sektor penting, dan pemborosan di tingkat elit menjadi kombinasi yang mematikan harapan banyak orang untuk bertahan dan berkembang di tanah air.
Banyak anak muda kini berpikir realistis: jika pemerintah tidak bisa memberikan jaminan kehidupan yang lebih baik, mengapa mereka harus tetap tinggal?
Ketimpangan yang semakin lebar antara kebijakan yang dijalankan dan realitas di lapangan membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin menurun. Banyak yang merasa bahwa janji kampanye hanyalah retorika kosong, sementara kebijakan yang dijalankan lebih banyak menguntungkan kelompok elit.
Dampak dari kebijakan ini terasa langsung di masyarakat. Harga kebutuhan pokok naik, biaya pendidikan semakin mahal, sementara lapangan kerja yang layak semakin sulit ditemukan. Banyak orang yang merasa tidak memiliki masa depan di negara ini dan mulai mencari peluang di luar negeri.
Pemerintah seharusnya memahami bahwa daya saing Indonesia tidak hanya bergantung pada investasi asing, tetapi juga pada kesejahteraan rakyatnya. Jika masyarakat terus-menerus dibebani dengan kebijakan yang memberatkan, wajar jika banyak yang memilih untuk "kabur" daripada bertahan dalam ketidakpastian.
Salah satu dampak paling serius dari kebijakan yang tidak konsisten ini adalah menurunnya kepercayaan terhadap pemerintah. Ketika masyarakat melihat bahwa pemimpin mereka lebih sibuk mengamankan kekuasaan daripada memperbaiki kehidupan rakyat, rasa ketidakpuasan akan terus membesar.
Jika pemerintah tidak segera merespons kritik ini dengan kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat, maka fenomena #KaburAjaDulu hanya akan menjadi awal dari gelombang perlawanan yang lebih besar.
Fenomena #KaburAjaDulu bukan sekadar tren sesaat, tetapi cerminan dari masalah yang lebih dalam. Pemerintah harus mulai bertanya: apakah kebijakan yang mereka buat benar-benar berpihak pada rakyat, atau justru hanya untuk kepentingan segelintir elit?
Jika kondisi ini terus berlanjut, Indonesia bukan hanya kehilangan generasi mudanya, tetapi juga kehilangan harapan untuk masa depan yang lebih baik. Apakah pemerintah akan tetap berpura-pura tidak melihat krisis ini, atau akhirnya mulai mendengarkan suara rakyat?
Baca Juga
-
Harta Koruptor Aman, RUU Perampasan Aset Mandek Lagi
-
FOMO tapi Hemat: Rahasia Gen Z Bisa Nonton Coachella Meski Dompet Pas-pasan
-
Misi Kemanusiaan Prabowo: Siapkah Indonesia Menampung Pengungsi Gaza?
-
Keadilan Rp60 Miliar: Ketika Hakim Jadi Makelar Hukum untuk Korporasi Sawit
-
Antara Ambisi Digital dan Realita: Mengkritisi Wacana Migrasi ke e-SIM
Artikel Terkait
-
Komunikasi Rezim Prabowo Disebut 'Belepotan', Apa yang Sebenarnya Terjadi?
-
Asisten Patrick Kluivert Singgung Presiden Prabowo, Ada Apa?
-
Di Forum Parlemen, Puan Tegas Tolak Relokasi Warga Palestina: Gaza Itu Rumah Mereka
-
Cek Fakta: Jokowi Sebut Pertemuan Prabowo dan Megawati Langgar Etik Politik
-
Jokowi Masih Dianggap 'Bos', Ganjar Komentari Matahari Kembar
Kolom
-
Manusia Is Value Ekonomi, Bukan Sekadar Objek Suruhan Kapitalisme
-
Peran Transformatif Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan dan Nasionalisme
-
Ki Hadjar Dewantara: Pilar Pendidikan dan Politik Bangsa melalui Tamansiswa
-
Taman Siswa: Mimpi dan Perjuangan Ki Hadjar Dewantara
-
Belajar Pendidikan dan Pembangunan Jati Diri Masyarakat dari Taman Siswa
Terkini
-
Asnawi Mangkualam Perkuat ASEAN All Stars, Erick Thohir Singgung Kluivert
-
Cinta dalam Balutan Hanbok, 4 Upcoming Drama Historical-Romance Tahun 2025
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
-
Stray Kids Raih Sertifikasi Gold Keempat di Prancis Lewat Album HOP
-
Ulasan Novel 1984: Distopia yang Semakin Relevan di Dunia Modern