Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Fauzah Hs
Ilustrasi dunia pendidikan (Freepik/katemangostar)

Pendidikan selalu menjadi harapan bagi banyak orang untuk meraih masa depan yang lebih baik. Namun, di tengah kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pada tahun 2025, sektor pendidikan justru mengalami dampak besar.

Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan efisiensi anggaran dengan memangkas Rp8,03 triliun dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) serta Rp14,3 triliun dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek).

Salah satu dampak terbesar dari kebijakan ini adalah ribuan mahasiswa penerima KIP Kuliah yang terancam tidak dapat melanjutkan pendidikan mereka. Pemotongan anggaran menyebabkan keterlambatan pencairan dana beasiswa dan berkurangnya kuota penerima.

Akibatnya, mahasiswa dari keluarga kurang mampu harus mencari cara lain untuk membiayai kuliah mereka, atau lebih buruk lagi, terpaksa berhenti di tengah jalan.

Selain mahasiswa, pemangkasan anggaran juga berdampak pada tenaga pengajar dan fasilitas pendidikan. Banyak guru honorer yang mengalami keterlambatan pembayaran gaji, bahkan ada yang tidak lagi mendapatkan kontrak kerja karena keterbatasan dana operasional sekolah.

Fasilitas pendidikan pun ikut terdampak, dengan banyak sekolah mengalami kesulitan dalam pemeliharaan infrastruktur serta akses terhadap buku dan alat pembelajaran.

Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyebutkan bahwa pemotongan anggaran pendidikan dapat memperburuk ketimpangan akses pendidikan di Indonesia.

Sekolah-sekolah di daerah terpencil yang sebelumnya sudah kekurangan fasilitas akan semakin kesulitan menyediakan pendidikan berkualitas bagi siswa mereka.

Banyak pihak mengkritik keputusan pemerintah yang memangkas anggaran pendidikan sementara belanja negara untuk sektor lain, seperti kementerian pertahanan dan badan intelijen, tetap tinggi. Kebijakan ini dianggap tidak sejalan dengan visi membangun sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing.

Selain itu, keputusan untuk memprioritaskan program lain di atas pendidikan dianggap sebagai langkah yang kurang bijak. Pendidikan seharusnya menjadi investasi jangka panjang bagi negara, bukan beban anggaran yang harus dipangkas ketika terjadi krisis keuangan.

Pemerintah perlu mencari solusi yang lebih adil dan berimbang dalam menerapkan efisiensi anggaran. Alih-alih memangkas sektor pendidikan, seharusnya ada strategi lain yang dapat diterapkan tanpa mengorbankan masa depan anak bangsa. Sebab, pendidikan bukan hanya tentang angka dalam APBN, tetapi juga tentang investasi bagi kemajuan negara.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Fauzah Hs