Menjadi perempuan maka harus tahan banting akan stigma-stigma yang terus bergaung dari generasi ke generasi. Mulai dari standar kecantikanlah, standar skill minimal, sampai kebiasaan sehari-hari.
Bahkan, ketika saya membuka buku Pepak Basa Jawa, saya tertohok oleh satu peribahasa menyebalkan yang berbunyi Karubyung kabotan pinjung sarwa. Dari buku cetakan tahun 1999 ini, tergurat kalimat cantik nan bikin darah tinggi wong wadon iku anane ribed yang bermakna perempuan itu adanya ribet.
Wah, ini sih seperti stigma di masyarakat mengenai perempuan memanglah makhluk yang ribet.
Entah siapa yang menciptakannya, tetapi saya pikir stigma itu agak nyerempet benar. Walau begitu, sebagai kaum Hawa kami mampu membantah stigma tersebut meski dalam hati mengakui bahwa kami (lumayan) ribet.
Melansir dari Suara.com perempuan itu dianggap ribet karena tingkah laku mereka sendiri. Entah dari sifat perfeksionis mereka, skill ngeyel dan cerewet yang pro, hingga terlalu menaruh ekspektasi tinggi.
Kebanyakan, perempuan itu memiliki skill mengerjakan dua pekerjaan sekaligus, alias nyambi. Yang mana, laki-laki enggak bisa melakukannya. Ditambah lagi, perempuan yang sudah lelah maka bakal nyerocos tiada habis. Untuk poin ini, saya anggap valid karena yah, terkadang laki-laki pun menyebalkan. Dimintai tolong pasti bilangnya nanti yang membuat perempuan harus kuat mengerjakannya sendiri. Semisal ngangkat galon air, sampai mengganti bohlam yang mati.
Belum lagi dalam keseharian, perempuan memang lebih ribet dalam hal berpenampilan. Se-efisien mungkin perempuan, rupanya mereka menghabiskan waktu lebih lama dalam berdandan.
Dimulai dari mandi dan keramas, apalagi yang rambutnya panjang maka butuh waktu lebih untuk mengeringkan dan menyisirnya. Lalu memilih pakaian yang sesuai, ditambah kerudung yang juga harus terpasang rapi, dan kadang memadu padankan warna. Kemudian sentuhan make up, atau pol-polan tanpa make up dan hanya ditutup masker saja. Namun, dari sini pun sebetulnya sudah kelihatan ribetnya.
Hanya saja, rasanya enggak etis kalau langsung diucapkan bahwa perempuan itu ribet. Oleh karenanya, peribahasa Karubyung kabotan pinjung sarwa ini barangkali dimunculkan sebagai majas penghalus, demi menjaga hati perempuan. Maklum, meski cerewet, kami ini juga rapuh haha.
So, menurutmu gimana?
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Manhwa I Became A Tyrant's Chambermaid: Lika-Liku Komedi Bareng Putra Mahkota
-
The Perks of Being A Villainess: Manhwa Romcom, Art Dewa, Para MC Mempesona
-
Menguak Makna 'Maharatu' dalam Film Pabrik Gula, Selalu Perempuan Kah?
-
As You Wish, Prince: Manhwa dengan Alur Ringan, Art Lumayan, Tapi Penuh Plot Hole
-
Lovesomnia: Manhwa Romcom, Alur Ringan, Art Kece, dan Penderita Insomnia
Artikel Terkait
-
Lindungi Masa Depan Perempuan: AdMedika Gelar Seminar Eliminasi Kanker Serviks
-
Thole, Gendhuk, dan Ngger: 3 Sapaan yang Makin Jauh Ditelan Kemajuan Zaman
-
Kolaborasi Pemerintah dan Swasta Jadi Kunci Program Rehabilitasi & Pemberdayaan Perempuan
-
Warga Bara-Baraya Mengadu ke Komnas Perempuan, Diintimidasi Aparat: Hak Kami Dirampas!
-
Bertemu Putra Mahkota Abu Dhabi di UEA, Puan Suarakan Gagasan tentang Perempuan
Kolom
-
Gubernur Jawa Barat Hapus PR: Solusi Pendidikan atau Tantangan Baru?
-
Bukan Sekadar Hiburan: Membaca Novel Bisa Asah Daya Ingat dan Sehatkan Otak
-
Pertambangan Nikel di Raja Ampat: Kronologi dan Bayangan Jangka Panjang
-
Daster Bukan Simbol Kemalasan: Membaca Ulang Makna Pakaian Perempuan
-
Ekosistem Raja Ampat Rusak Demi Nikel, Masihkah Perlu Transisi Energi?
Terkini
-
Terbaru 2025! Ini 10 Cara Memperkecil Ukuran File di Ponsel iPhone
-
Jackie Chan Dibuat Pusing Chris Tucker saat Syuting Rush Hour, Ini Sebabnya
-
Resmi Lolos ke Round 4, Indonesia akan Rotasi Pemain saat Lawan Jepang?
-
Ulasan Cerpen Teh dan Pengkhianat:Ketika Pejuang Diperalat Menindas Sesama
-
Yuk, Sambut Komedi-Aksi Film Agen +62!