Guru adalah suatu profesi yang pekerjaannya adalah mengajar murid (KBBI online). Guru sendiri selalu identik dengan frasa pahlawan tanpa tanda jasa saking berjasanya mereka dalam dunia pendidikan.
Hingga lahirlah hymne guru, yang kerap kita senandungkan semasa sekolah dulu. Ada yang ingat?
Tak ayal, keberhasilan murid terkadang terletak pada ketulusan dan komitmen guru. Apabila guru selalu mengajarkan kebaikan dan budi pekerti luhur, maka para murid akan senantiasa mengamalkannya. Meski tentu ada satu atau dua yang tidak ya.
Bahkan, menyadur dari Suara.com, guru disebut-sebut sebagai agen pembelajaran hingga agen peradaban karena perannya dalam mendidik para murid hingga memiliki kecerdasan, keterampilan, dan karakter mulia (Abdul Mu’ti - Mendikdasmen 2024). Hal ini didukung dalam pembukaan UUD 1945 khususnya pada bagian mencerdaskan kehidupan bangsa.
Guru sendiri dalam filosofi Bahasa Jawa memiliki makna hebat dan mengemban tanggung jawab besar. Menurut materi Keratabasa, guru mengurai makna bisa digugu lan ditiru, atau yang secara harfiah bermakna bisa diikuti dan ditiru atau dicontoh.
Sebab, apa yang mereka ajarkan maupun tingkah polah keseharian mereka merupakan wacana dan praktik yang dilakoni oleh para muridnya. Bisa dibilang, murid terkadang ibarat spons yang menyerap zat yang bernama guru. Ribet?
Gini lho maksudnya, apa yang guru lakukan, para murid akan mengamati dan menirunya. Ada yang plek ketiplek, ada juga yang memodifikasinya sedikit.
Hal ini pun didukung oleh pernyataan peribahasa lama Jawa yang berbunyi Yoga anyangga yogi, yang bermakna murid selalu mengikuti gurunya (Daryanto S.S, 1999).
Maka, benarlah anggapan bahwa guru merupakan orang tua kedua kita. Sehingga, menghormati guru pun harus dilakukan bukan karena status usia mereka yang lebih tua, melainkan karena kasih sayang antar sesama janma alias manusia.
Bila boleh berpendapat, rasanya sedikit miris menyaksikan situasi zaman sekarang di mana murid yang berani menyerang guru, sampai kasus melaporkan guru ke pihak berwajib. Namun, nggak bisa langsung kita hakimi juga ya. Intinya, penting sekali untuk menelaah latar, situasi, dan kondisi sebelum menetukan sikap. Plus, tetap sebisa mungkin menjunjung sikap menghormati kepada guru. Sekian.
Baca Juga
-
Moringa Oleifera: Suara Alam dalam Intrik Mistik dan Gema Reboisasi
-
Mengompos: Healing Buat Manusia Yang Patah Hati, Healing Buat Bumi
-
Bancakan Pitulasan: Tradisi Unik Ramaikan HUT RI yang Menyatukan Perbedaan
-
Ulasan Novel Lewat Tengah Malam: Teror dan Misteri dari dalam Kulkas Bekas
-
Luka dan Tangis Pengampunan dalam Cerpen Mengarungi Samudra Kehidupan
Artikel Terkait
-
Isu Plagiarisme dalam Disertasi Menteri Bahlil, Ini Penjelasan Menohok dari 2 Guru Besar
-
Uniknya Konotasi Bunga Jambu dan Kemaruk dalam Wangsalan Jawa, Estetik Pol!
-
Babak Baru Polisi Tembak Pelajar di Semarang: Aipda Robig Segera Diadili Kasus Gamma
-
Validasi Rekening TPG 2025 untuk Pencairan Tunjangan Profesi Guru ASN & Honorer
-
Info GTK 2025: Cara Validasi Rekening dan Solusi Masalah "Rekening Belum Ada"
Kolom
-
Bukan Sekadar Coretan, Inilah Alasan Poster Demo Gen Z Begitu Estetik dan Berpengaruh
-
Budaya Trial and Error dalam Kabinet Indonesia
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
-
Demokrasi Digital, Kuasa Influencer dan Krisis Kepakaran
-
Protes Gen Z di Nepal: Refleksi Kritis tentang Empati dan Keadilan Sosial
Terkini
-
Lebih dari Sekadar Keponakan Prabowo, Ini Profil Rahayu Saraswati yang Mundur dari DPR
-
Nabung Itu Wacana, Checkout Itu Realita: Melihat Masalah Nasional Gen Z
-
Bukan Cuma Anak Menkeu, Ini Sumber Kekayaan Yudo Sadewa yang Dihujat Netizen
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Ironis! Hanya Indonesia, Tim Semifinalis yang Gagal Lolos ke Putaran Final AFC U-23