Belakangan ini, jagat media sosial dan perbincangan publik di Indonesia kembali diramaikan dengan kutipan-kutipan puisi karya seorang penyair legendaris, Wiji Thukul.
Di tengah berbagai isu krusial terkait kebijakan pemerintah yang dianggap kurang berpihak pada rakyat, peraturan yang menuai kontroversi, dan berbagai kejadian yang dirasa tidak adil, puisi-puisi Thukul seolah menemukan relevansi dan kekuatan baru. Salah satu yang paling sering muncul dan menjadi perbincangan adalah puisi berjudul Peringatan.
Kemunculan kembali puisi-puisi Wiji Thukul bukanlah tanpa alasan. Di tengah situasi di mana masyarakat merasa suara mereka kurang didengar, hak-hak mereka terabaikan, dan keadilan terasa semakin jauh, kata-kata yang pernah dituliskan Thukul puluhan tahun lalu terasa begitu relevan dan mampu mewakili kegelisahan yang dirasakan banyak orang saat ini.
Puisi-puisi Thukul, dengan gaya bahasanya yang lugas, tajam, namun sarat makna, mampu menyentuh relung hati masyarakat yang merasa terpinggirkan dan tidak berdaya.
Sejarah Singkat Widji Thukul dan Latar Belakang Puisi Peringatan
Wiji Thukul, atau yang memiliki nama asli Wiji Widodo, adalah seorang penyair dan aktivis hak asasi manusia yang sangat vokal pada masa Orde Baru.
Ia dikenal sebagai suara kaum marginal dan mereka yang tertindas. Karya-karyanya sering kali berisi kritik sosial dan politik yang pedas terhadap kekuasaan yang dianggap otoriter dan tidak adil.
Puisi Peringatan sendiri merupakan salah satu karya ikonik Wiji Thukul yang ditulis pada masa-masa krusial tersebut. Puisi ini merupakan bentuk refleksi dan sekaligus peringatan bagi mereka yang berkuasa untuk tidak melupakan rakyat kecil, untuk tidak bertindak semena-mena, dan untuk selalu mengedepankan keadilan.
Jika rakyat pergi.
Ketika rakyat pergi.
Ketika rakyat tidak percaya lagi pada pemerintah.
Ketika rakyat tidak peduli lagi pada negara.
Itulah bahaya besar bagi negara.
Bait-bait ini begitu kuat dan mudah dipahami. Ia menggambarkan betapa pentingnya kepercayaan dan kepedulian rakyat terhadap pemerintah dan negara.
Ketika kepercayaan itu hilang, ketika rakyat merasa diabaikan dan tidak diperhatikan, maka itulah saat bahaya sesungguhnya bagi keberlangsungan sebuah negara.
Relevansi Peringatan di Masa Kini
Kemunculan kembali puisi Peringatan dan karya-karya Wiji Thukul lainnya di tengah isu-isu terkini menunjukkan bahwa keresahan dan harapan rakyat terhadap keadilan dan kesejahteraan masih terus ada.
Ketika kebijakan dan peraturan pemerintah dirasa tidak berpihak pada rakyat, ketika suara-suara kritis dianggap sebagai ancaman, maka puisi-puisi Thukul menjadi semacam pengingat akan pentingnya suara rakyat dan bahaya mengabaikannya.
Puisi Peringatan menjadi semacam cermin bagi penguasa untuk merenungkan kembali kebijakan-kebijakan yang telah dibuat. Apakah kebijakan tersebut sudah benar-benar berpihak pada rakyat?
Apakah suara rakyat sudah didengarkan dan diperhatikan? Atau justru sebaliknya, kebijakan tersebut semakin menjauhkan rakyat dari rasa percaya dan kepedulian terhadap negara?
Warisan Widji Thukul yang Abadi
Hilangnya Wiji Thukul secara misterius pada tahun 1998, di tengah gelombang reformasi, tidak mengakhiri semangat perjuangannya. Ternyata justru karya-karyanya terus hidup dan menginspirasi banyak orang.
Puisi-puisinya menjadi warisan tak ternilai yang terus mengingatkan kita akan pentingnya keberanian untuk bersuara, pentingnya memperjuangkan keadilan, dan pentingnya menjaga agar suara rakyat selalu didengar.
Kembalinya popularitas puisi Wiji Thukul di Indonesia saat ini adalah bukti bahwa semangat dan pesan yang ia sampaikan masih relevan dan dibutuhkan.
Di tengah berbagai tantangan dan dinamika sosial politik, kata-kata Thukul terus menjadi pengingat bagi kita semua untuk terus berjuang demi terciptanya masyarakat yang lebih adil, makmur, dan berkeadilan.
Sebagai penutup, mari kita renungkan kembali pesan yang terkandung dalam puisi Peringatan dan karya-karya Wiji Thukul lainnya.
Semoga semangatnya terus menginspirasi kita untuk terus mengawal dan memperjuangkan hak-hak kita sebagai warga negara, serta mendorong terciptanya pemerintahan yang benar-benar berpihak pada rakyat.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Pembelaan dan Pemecatan Guru: Dugaan Standar Ganda Menggerogoti Pendidikan
-
Normalisasi Bikin Janji dengan Jam Pasti, Bukan Patokan Waktu Salat
-
Tak Ada Salahnya Perkenalkan KBBI pada Anak seperti Belajar Bahasa Asing
-
Naskah Akademik Pembelajaran Koding Telah Diterbitkan, Gimana Penerapannya?
-
Anak Tidak Hidup Demi Jadi Objek Ambisi Orang Tua: Kasus Altet Taekwondo
Artikel Terkait
-
Presiden Prabowo Ingin Perbaiki Komunikasi Pemerintah ke Rakyat
-
Rayakan Hari Puisi Sedunia Lewat 5 Buku Puisi Terbaik Karya Sastrawan Dunia
-
EaJ Park eks Day6 Ikut Kritisi Pengesahan UU TNI: Stay Strong Indonesia!
-
Pemerintah Diminta Libatkan Swasta Demi Cegah Gelombang Pengangguran Imbas Efisiensi
-
Usai Lakukan OTT, KPK Geledah Kantor Dinas PUPR Kabupaten OKU
Kolom
-
Salah Paham Demokrasi: Hak Bebas Berpendapat Bukan Alasan untuk Asbun
-
Strategi Kreatif Para Fans: Tenggelamkan Hate Comment dengan Resep Makanan
-
Game Online: Hiburan atau Jerat Kecanduan?
-
Phubbing dan Gen Z, Ketika Smartphone Menghancurkan Interaksi Nyata
-
Ketika Ramadan Menjadi Konten: Antara Dakwah dan Engagement
Terkini
-
Swiss Open 2025: Jadwal Laga Wakil Indonesia di Babak Semifinal
-
5 Drama Korea yang Dibintangi Kim Hye Soo, Terbaru Ada Unmasked
-
Tetap Waspada! Ini 10 Cara Efektif Amankan Ponsel dari Pencurian saat Mudik
-
Review Novel 'Yami-hara': Manipulasi Psikologis yang Menghantui Kehidupan
-
3 Beban Berat Kevin Diks saat Eksekusi Penalti Lawan Australia, Pantas Jika Gagal?