Di era yang serba digital ini, kecerdasan buatan (AI) telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Mulai dari rekomendasi film di Netflix hingga algoritma media sosial yang mengatur feed kita, AI hadir di mana-mana.
Namun, seiring dengan semakin canggihnya teknologi ini, muncul pula pertanyaan mendasar: siapkah kita, khususnya generasi Z, menghadapi era AI dalam dunia kerja?
Alih-alih terpukau dengan janji-janji kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan oleh AI, kita perlu bersikap kritis dan realistis. Sebab, di balik kilau teknologi ini, tersimpan potensi disrupsi yang dapat mengubah lanskap pekerjaan secara fundamental.
Disrupsi Lapangan Kerja
Tidak dapat dipungkiri, otomatisasi yang didorong oleh AI akan menggantikan banyak pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh manusia.
Pekerjaan-pekerjaan yang bersifat repetitif, administratif, atau membutuhkan keterampilan rendah (low-skilled) adalah yang paling rentan tergusur.
Namun, ironisnya, ketakutan ini justru sering kali diabaikan. Kita lebih sering disuguhi dengan narasi optimis tentang bagaimana AI akan menciptakan lebih banyak pekerjaan daripada yang dihilangkan. Benarkah demikian? Mari kita telaah lebih lanjut.
Memang, AI akan membuka peluang baru di bidang-bidang seperti data science, AI engineering, atau machine learning. Akan tetapi, pekerjaan-pekerjaan ini membutuhkan keterampilan yang sangat spesifik dan tidak semua orang memiliki akses atau kemampuan untuk menguasainya.
Di sinilah muncul pertanyaan mendasar: siapa yang akan diuntungkan dan dirugikan dalam proses disrupsi ini? Apakah Gen Z yang berasal dari keluarga mampu dan memiliki akses ke pendidikan berkualitas akan lebih siap menghadapi era AI dibandingkan dengan mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu atau daerah terpencil?
Kesenjangan Keterampilan Antara Harapan dan Kenyataan
Saat ini, terdapat kesenjangan yang mengkhawatirkan antara keterampilan yang dimiliki oleh Gen Z dan keterampilan yang dibutuhkan oleh industri di era AI.
Banyak lulusan baru yang masih kekurangan keterampilan teknis (hard skills) seperti programming, data analysis, atau cloud computing.
Namun, masalahnya tidak hanya terletak pada hard skills. Era AI juga menuntut keterampilan non-teknis (soft skills) yang semakin penting, seperti kreativitas, kemampuan problem-solving, komunikasi, kolaborasi, dan kemampuan beradaptasi. Keterampilan-keterampilan inilah yang akan membedakan manusia dari mesin.
Lalu, bagaimana kita dapat mengatasi kesenjangan keterampilan ini? Apakah kurikulum pendidikan formal saat ini sudah memadai untuk mempersiapkan Gen Z menghadapi era AI?
Bagaimana pemerintah, lembaga pendidikan, dan sektor swasta dapat bekerja sama untuk memastikan akses pendidikan dan pelatihan yang merata bagi semua?
Etika dan Tanggung Jawab Penggunaan AI
Pengembangan dan penggunaan AI tidak lepas dari isu-isu etika yang kompleks. Algoritma AI dapat mengandung bias yang mencerminkan prasangka atau diskriminasi yang ada di masyarakat.
Jika bias ini tidak diatasi, AI dapat memperburuk ketidaksetaraan di tempat kerja, misalnya dalam proses rekrutmen atau promosi.
Selain itu, siapa yang bertanggung jawab jika AI melakukan kesalahan atau menyebabkan kerugian? Apakah perusahaan, pengembang AI, atau pengguna akhir? Bagaimana kita dapat memastikan bahwa AI dikembangkan dan digunakan secara etis dan bertanggung jawab?
Pertanyaan-pertanyaan ini menuntut refleksi mendalam dan tindakan nyata dari semua pihak terkait. Kita perlu menanamkan nilai-nilai etika pada generasi muda agar mereka dapat mengembangkan dan menggunakan AI secara bijak dan bertanggung jawab.
Keterampilan Teknis vs Keterampilan Non-Teknis
Di era AI, keterampilan teknis memang sangat penting. Namun, kita tidak boleh melupakan pentingnya keterampilan non-teknis.
Kreativitas, kemampuan problem-solving, komunikasi, kolaborasi, dan kemampuan beradaptasi adalah keterampilan-keterampilan yang akan membuat manusia tetap relevan dan berdaya di tengah gempuran teknologi.
Bagaimana Gen Z dapat memanfaatkan AI untuk meningkatkan kreativitas, produktivitas, dan efektivitas kerja mereka, tanpa kehilangan sentuhan manusiawi? Bagaimana kita dapat mengembangkan kedua jenis keterampilan ini secara seimbang?
Rentetan pertanyaan ini bisa kita jawab dengan renungan kita sendiri. Jika Anda adalah Gen Z, maka Anda harus meningkatkan literasi digital dan mulailah mencari peluang seperti pelatihan atau magang supaya bisa menemukan jawaban dari pertanyaan saya sebelumnya.
Hanya Anda yang bisa menjawab karena Anda yang menentukan jalan karier Anda sendiri.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
FOMO Literasi: Ketika Membaca Berubah Jadi Ajang Pamer dan Tekanan Sosial
-
Pangkas Lahan Basah: Ketika Rawa Dihancurkan Demi Pembangunan
-
Masalah Emisi Rendah dan Kenyamanan Penumpang: Apa Kabar Janji Pemerintah?
-
Lipstik Beracun: Industri Kosmetik dan Bahaya Dibalik Racikan Kimia
-
Generasi Urban Minimalis: Kehidupan Simpel untuk Lawan Konsumerisme
Artikel Terkait
-
Pertama di Fujifilm! GFX100RF Dilengkapi Aspect Ratio Dial & AI Autofocus, Ini Keunggulannya
-
Chemistry Juara! 4 Drama China Dai Gao Zheng dan Chen Fang Tong Bikin Baper!
-
Diminta Temui Mahasiswa, Gibran Akhirnya Datangi Kampus Elit: Bahas AI Lagi
-
Fitur Baru WhatsApp: Sesi Panggilan dengan Meta AI
-
Phubbing dan Gen Z, Ketika Smartphone Menghancurkan Interaksi Nyata
Kolom
-
35 Ribu Lapangan Kerja atau Sekadar Angka Pemanis Proyek Baterai Kendaraan Listrik?
-
Mahasiswa dan Detik-Detik Terakhir: Budaya Deadline atau Kurangnya Urgensi?
-
Melampaui Slogan: Menantang Ketimpangan Digital bagi Penyandang Disabilitas
-
Reading Slump: Saat Buku Favorit Tak Lagi Menggugah Selera Baca
-
Book Buying Ban: Ujian Terbesar Bagi Pecinta Buku di Era Banjir Diskon
Terkini
-
Tanpa Ahmad Dhani, Ketua AKSI dan VISI Akhirnya Bertemu, Bahas Apa?
-
Lain dari Biasanya! Timnas U-17 Panggil 9 Pemain Keturunan, Media Vietnam Berikan Sanjungan
-
Mengenal Pacu Jalur Riau: Warisan Lomba Tradisional yang Mendunia
-
10 Tablet Murah Buat Belajar: Dompet Aman, Tugas Lancar, Mata Nggak Pegel
-
Resmi Hijrah ke Liga Jerman, Rekor Kawasan Langsung Dipecahkan oleh Kevin Diks!