Peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) oleh Presiden Prabowo Subianto pada 24 Februari 2025 menandai langkah ambisius Indonesia dalam mengelola aset negara secara lebih profesional dan transparan.
Namun, penunjukan beberapa figur dengan rekam jejak kontroversial dalam struktur kepemimpinan Danantara telah memicu perdebatan luas di kalangan masyarakat. Muncul pertanyaan: Benarkah ini langkah revolusioner, atau justru blunder yang mengancam masa depan aset negara?
Salah satu penunjukan yang paling disorot adalah Thaksin Shinawatra, mantan Perdana Menteri Thailand, sebagai anggota Dewan Penasihat Danantara.
Thaksin dikenal sebagai figur yang penuh dengan dinamika dan kontroversi dalam sejarah politik Thailand. Ia pernah digulingkan melalui kudeta militer pada tahun 2006 dengan tuduhan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Selain Thaksin, nama Muliaman Hadad sebagai Dewan Pengawas Danantara juga menjadi sorotan tajam. Muliaman, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pernah diperiksa secara intensif oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait mega skandal Bank Century.
Meskipun tidak dijatuhi hukuman, keterlibatannya dalam kasus tersebut menimbulkan keraguan publik terhadap integritas dan kredibilitasnya dalam mengelola institusi keuangan.
Tak hanya itu, penunjukan Burhanuddin Abdullah sebagai Ketua Tim Pakar Danantara juga menambah daftar kontroversi.
Burhanuddin, yang pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, terlibat dalam kasus korupsi aliran dana Bank Indonesia ke DPR sebesar Rp100 miliar pada tahun 2008, yang mengakibatkan dirinya divonis lima tahun penjara.
Penunjukan para tokoh dengan rekam jejak kontroversial ini telah memicu reaksi negatif dari berbagai kalangan, termasuk ekonom, pengamat politik, investor, hingga masyarakat luas.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menuturkan bahwa daftar nama pengurus Danantara membuat investor bereaksi negatif.
Menurutnya, masuknya sosok seperti Thaksin sebagai dewan penasihat berpotensi merusak kepercayaan investor dan mitra bisnis terhadap institusi ini.
Keberadaan figur-figur dengan sejarah kontroversial dapat menimbulkan ketidakpastian dan kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya praktik korupsi atau penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan aset negara.
Selain itu, kritik juga mengalir deras dari warganet dan pegiat media sosial yang mempertanyakan keputusan pemerintah dalam memilih figur yang akan menduduki posisi strategis di Danantara.
Banyak di antara mereka yang menyuarakan keprihatinan bahwa penunjukan ini mencerminkan lemahnya komitmen pemerintah terhadap reformasi tata kelola yang bersih dan profesional.
Beberapa warganet bahkan menyebut bahwa keputusan ini adalah bentuk pengabaian terhadap prinsip meritokrasi, individu dipilih bukan berdasarkan kapabilitas dan integritas, melainkan karena koneksi politik atau kedekatan dengan elit penguasa.
Di tengah kritik yang semakin meluas, pemerintah sejauh ini belum memberikan respons konkret terkait tuntutan evaluasi kepemimpinan Danantara.
Meskipun ada klaim bahwa pemilihan tokoh-tokoh tersebut didasarkan pada pengalaman dan keahlian mereka di bidang ekonomi dan investasi, banyak pihak menilai bahwa faktor kredibilitas dan rekam jejak harus menjadi pertimbangan utama dalam membangun lembaga yang bertanggung jawab atas aset negara.
Penunjukan tokoh-tokoh dengan rekam jejak kontroversial dalam struktur kepemimpinan Danantara menimbulkan pertanyaan serius mengenai arah dan integritas lembaga ini.
Danantara bisa jadi lembaga hebat, tapi harus dimulai dengan tim yang bersih. Jangan biarkan masa lalu kelam para petingginya jadi bom waktu untuk masa depan aset negara kita.
Untuk memastikan keberhasilan Danantara dalam mengelola aset negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali penunjukan tersebut.
Ketika aset triliunan rupiah dipercayakan kepada mereka yang pernah tersandung kasus korupsi, apa yang bisa kita harapkan?
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ironi Hari Guru: Ketika Cokelat Murid Dianggap Ancaman Gratifikasi
-
Kegagalan Sistem: Mengkritisi Pernyataan Mendikdasmen soal Nilai TKA
-
Judicial Review: Strategi Politik Menghindari Tanggung Jawab Legislasi
-
Banjir Bukan Takdir: Mengapa Kita Terjebak dalam Tradisi Musiman Bencana?
-
Pasal 16 RKUHAP: Bahaya Operasi Undercover Buy Merambah Semua Tindak Pidana
Artikel Terkait
-
CEK FAKTA: Petugas Temukan Tumpukan Uang Terkait Kasus Korupsi Pertamina
-
Rp30 Triliun Zakat: Benarkah Cukup untuk Hapus Kemiskinan Ekstrem?
-
Tema Ketahanan Pangan: Intip Hampers Lebaran 'Sehat' ala Prabowo Subianto
-
Dikumpulkan di Istana, Prabowo ke Anak-anak Sekolah: Jangan Ikut-ikut Hal Negatif!
-
Teken PP, Prabowo Was-was Akhlak Anak-anak Bisa Rusak Gegara Dunia Digital
Kolom
-
Hari Guru Nasional 2025: Hukuman Fisik di Sekolah Disorot, Publik Sentil Pendidikan Etika
-
Refleksi Hari Guru: Euforia Perayaan, Beban Tugas, hingga Polemik Hukuman
-
Ironi Baru Sinema: Bioskop Kian Sepi di Tengah Ramainya Platform Streaming
-
Solo Activity Bukan Tanda Kesepian, tetapi Bentuk Kemandirian Emosional
-
25 November Punya Dua Penanda, Guru dan Keberanian Perempuan
Terkini
-
Wajib Tonton: 7 Film Adaptasi Kisah Nyata dengan Cerita Penuh Makna
-
Romansa dan Luka Masa Lalu dalam Novel Reuni Berdarah 1995
-
Belum Rilis, Netflix Umumkan One Piece Live Action Musim 3
-
SEA Games 2025 dan Target Medali Perak yang Terlalu Rendah bagi Timnas Indonesia U-22
-
Cerita Kiki Eks CJR Harus Jadi Tulang Punggung Keluarga di Usia Sangat Muda