
Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, baru-baru ini bilang kalau judi online jadi salah satu penyebab utama turunnya daya beli masyarakat selama Lebaran. Menurut beliau, banyak uang masyarakat yang mestinya dipakai buat kebutuhan pokok atau belanja hari raya malah habis untuk main judi online.
Sebagai warga yang ikut merasakan harga-harga makin tinggi dan dompet makin tipis, saya gak bisa langsung bilang beliau salah. Tapi, jujur saja, pernyataan ini bikin saya bertanya-tanya: emang sesimpel itu?
Buat gambaran, menurut data Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), jumlah uang yang mengalir ke judi online mencapai angka yang luar biasa: Rp900 triliun per tahun. Iya, kamu gak salah baca. Angka itu hampir setara dengan setengah dari APBN kita.
Kebayang gak, betapa besarnya uang rakyat yang hilang ke dunia maya tanpa jejak pajak, tanpa manfaat ekonomi riil, dan tanpa perlindungan hukum?
Di satu sisi, pernyataan Menteri UMKM itu masuk akal. Di saat masyarakat butuh belanja untuk Lebaran, ada sebagian yang justru tergoda judi online dan kehabisan uang sebelum hari raya tiba. Tapi kalau mau jujur, judi online bukan tiba-tiba muncul tahun ini.
Negara di Mana saat Judi Online Merajalela?
Kalau judi online sudah menyedot Rp900 triliun tiap tahun, pertanyaan pentingnya: negara ke mana aja selama ini? Kenapa situs-situs ini masih bebas muncul? Kenapa transaksi mereka masih bisa lolos dari pengawasan?
Padahal kalau ditelusuri, platform judi online punya pola dan jaringan. Mereka bukan cuma sebar link, tapi sudah pakai influencer, akun palsu, bahkan promosi terselubung lewat game dan aplikasi. Tapi kok sistem kita selalu kalah satu langkah?
Kita jadi bertanya-tanya, apakah yang ditindak hanya pemain kecil, sementara aktor besar masih bisa santai di balik layar
Jujur aja, saya dan mungkin banyak orang lain merasakan sendiri, Lebaran kali ini gak semeriah dulu. Harga bahan pokok naik, THR gak seberapa, tapi kebutuhan numpuk. Bukan cuma buat beli baju baru, tapi juga buat mudik, kasih uang ke orang tua, beli makanan buat keluarga.
Jadi kalau daya beli turun, ya bukan karena judi online doang. Ada banyak faktor lain: inflasi, gaji gak naik-naik, cicilan, sampai tekanan sosial yang bikin orang harus tetap “terlihat mampu” meski dompet nangis.
Judi online memang memperparah, tapi bukan satu-satunya penyebab. Menyederhanakan masalah bisa bikin solusi kita gak tepat sasaran.
Solusi Jangan Setengah Hati
Kalau pemerintah serius mau selamatkan daya beli rakyat, langkahnya harus lebih dari sekadar pernyataan prihatin. Harus ada edukasi tentang keuangan sejak dini, program literasi digital yang menjangkau semua kalangan, dan sistem hukum yang tegas ke bandar-bandar besar.
Bukan malah menyalahkan warga yang terjebak, tapi gak berani mengusut pelaku utama yang mengeruk untung dari penderitaan orang lain.
Dan jangan lupa: kasih ruang buat warga buat berkembang secara legal. Buka lapangan kerja, permudah UMKM naik kelas, bikin platform digital yang aman. Kalau rakyat punya harapan dan akses yang adil, godaan untuk berjudi juga bakal berkurang.
Judi online itu masalah nyata, tapi kalau negara cuma bisa tunjuk jari ke masyarakat tanpa introspeksi, kita gak bakal ke mana-mana. Masyarakat memang perlu sadar dan waspada, tapi pemerintah juga harus berani bilang: “Kami kecolongan, dan kami siap berubah.”
Jangan tunggu Lebaran tahun depan untuk menyalahkan rakyat lagi. Mulai dari sekarang, mari sama-sama bersih-bersih sistem, bukan cuma bersih-bersih ucapan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Kronik Dehumanisasi dalam Kebijakan: Ketika Angka Membungkam Derita
-
Demokrasi, Kesejahteraan, dan Pembangunan Bangsa: Sebuah Renungan
-
Filosofi Tongkrongan: Saring Pikiran Biar Gak Jadi Ujaran Kebencian
-
Manuver Danantara, Jadi Penjaga Napas saat IHSG Bergejolak?
-
Evakuasi Gaza ke Indonesia: Solidaritas atau Legitimasi Penindasan?
Artikel Terkait
-
Dimeriahkan Festival Musik, Jakarta Lebaran Fair 2025 Ditutup dengan Capaian Rp300 Miliar
-
Jakarta Lebaran Fair 2025 Resmi Ditutup, Transaksi Tercatat Tembus Rp300 Miliar Lebih
-
Kecemasan Anak Pasca Libur Lebaran, Orang Tua dan Guru Diminta Siapkan Strategi Adaptasi Sekolah
-
BRI Bangun Posko BUMN saat Arus Balik Lebaran 2025 untuk Kemudahan Pemudik
-
Berita Kemarin: Banjir Kepung Permukiman Warga, JLF Sepi Pengunjung Imbas Ekonomi Lesu
Kolom
-
Jurusan Kuliah Bukan Tongkat Sulap, Kenapa Harus Dibohongi?
-
Opor Ayam: Masakan Lebaran Pertamaku Sepeninggal Ibu
-
Dapur Kosan Tanpa Pepes Ikan: Cerita Rasa dan Rumah yang Tertinggal
-
Ironi Indonesia: Lulusan Sarjana Melimpah dan Lapangan Kerja yang Kian Langka
-
Aku Menyandarkan Kenangan dan Kenyamanan pada Semangkuk Bubur Ayam Sejak Pagi Itu
Terkini
-
Usung Genre Survival, Ini Peran Ahn Hyo Seop di Film Omniscient Reader
-
Dua Member Baby DONT Cry Asuhan P NATION Diungkap Jelang Debut 23 Juni
-
Ulasan Novel Kills Well with Other: Kisah Perempuan Pembunuh yang Angkuh
-
Different oleh Le Sserafim: Ungkapan Bangga Jadi Diri Sendiri
-
Dicukur Malaysia 4 Gol, Vietnam Tak Beranjak dari Kenangan Pahit Bersua Indonesia dan Filipina