
Setiap individu tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga yang membentuk cara pandang serta nilai-nilai hidupnya, termasuk dalam membangun relasi romantis di masa dewasa. Salah satu figur yang memegang peran penting dalam kehidupan anak perempuan adalah ayah.
Meski sering kali yang lebih diperhatikan adalah peran ibu, hubungan ayah dan anak perempuan justru memiliki pengaruh mendalam, khususnya dalam membentuk persepsi dan preferensi anak perempuan terhadap pasangan hidup.
Figur Ayah sebagai Model Pertama Pria

Sejak kecil, ayah menjadi sosok pria pertama yang dikenal oleh anak perempuan. Interaksi, perhatian, serta cara ayah memperlakukan istri dan anak-anaknya secara tidak langsung menciptakan citra tentang laki-laki yang "ideal" atau "normal" dalam benak anak perempuan.
Apabila seorang ayah menunjukkan kasih sayang, tanggung jawab, kehadiran emosional, serta sikap menghargai, maka besar kemungkinan anak perempuan akan mencari kualitas serupa dalam diri calon pasangannya kelak.
Sebaliknya, apabila ayah bersikap otoriter, dingin, atau bahkan absen secara emosional maupun fisik, maka anak perempuan mungkin akan mengalami kesulitan dalam membangun kepercayaan terhadap laki-laki, atau malah mencari pasangan yang tanpa sadar mencerminkan pola relasi disfungsional yang sama.
Pengaruh Kedekatan Emosional Ayah dan Anak Perempuan
Hubungan emosional yang sehat antara ayah dan anak perempuan membantu membangun rasa percaya diri, harga diri, dan konsep diri positif pada anak.
Ketika anak merasa dicintai dan dihargai oleh ayahnya, ia tidak akan merasa perlu "membuktikan diri" di hadapan pasangan di masa depan. Ia akan lebih selektif dalam memilih pasangan karena tahu bagaimana ia layak diperlakukan.
Dalam banyak studi psikologi perkembangan, ditemukan bahwa anak perempuan yang memiliki kedekatan emosional dengan ayah cenderung lebih sedikit terlibat dalam hubungan yang toxic atau abusive, dan lebih mampu mempertahankan relasi yang sehat karena memiliki standar relasi yang terbentuk dari figur ayahnya.
Ayah dan Pembentukan Attachment Style
Gaya keterikatan atau attachment style yang terbentuk sejak dini melalui interaksi dengan orang tua, termasuk ayah, sangat menentukan bagaimana seseorang menjalin hubungan interpersonal di masa dewasa.
Anak perempuan yang memiliki ayah responsif dan suportif cenderung mengembangkan secure attachment, yaitu gaya keterikatan yang sehat dan seimbang.
Namun, ketika hubungan dengan ayah penuh dengan penolakan, inkonsistensi, atau ketiadaan, anak perempuan bisa mengembangkan insecure attachment, yang membuatnya merasa cemas ditinggalkan, kurang percaya diri dalam hubungan, atau cenderung terlalu bergantung secara emosional pada pasangan.
Representasi Ayah dalam Memori dan Imajinasi Anak
Menariknya, bahkan jika seorang ayah tidak lagi hadir secara fisik dalam kehidupan anak perempuan (karena perceraian, kematian, atau ketidakhadiran lainnya), bayangan atau kenangan tentang ayah tetap melekat dan memengaruhi cara berpikirnya tentang laki-laki.
Figur ayah dalam pikiran anak perempuan bisa menjadi acuan, baik untuk diteladani maupun untuk dihindari, tergantung pada kualitas relasi yang pernah terjalin.
Hal ini menunjukkan betapa kuatnya peran ayah sebagai kiblat persepsi anak perempuan, tidak hanya dalam bentuk nyata, tetapi juga dalam ranah psikologis dan emosional.
Ayah adalah representasi awal mengenai laki-laki bagi anak perempuan. Melalui interaksi, kasih sayang, dan cara ayah memperlakukan dirinya, anak perempuan belajar tentang bagaimana ia layak diperlakukan dalam sebuah hubungan.
Maka dari itu, membangun hubungan yang sehat dan penuh cinta antara ayah dan anak perempuan bukan hanya membentuk kepribadian anak, tetapi juga menentukan arah relasi romantis yang akan ia jalani kelak. Ayah bukan hanya pelindung keluarga, tetapi juga kiblat persepsi bagi anak perempuannya dalam memilih pasangan hidup.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan A Wind in the Door: Perjalanan Mikroskopis Memasuki Sel-Sel Tubuh
-
Penurunan Fungsi Kognitif Akibat Kebiasaan Pakai AI: Kemajuan atau Ancaman?
-
Digital Fatigue dan Mental Overload: Saat Notifikasi Jadi Beban Psikologis
-
Collective Moral Injury, Ketika Negara Durhaka pada Warganya
-
Belajar dari Film Adolescence: Bagaimana INCEL Buat Anak Lakukan Kekerasan
Artikel Terkait
-
Kasih Kado Ratusan Juta Rupiah ke Dinar Candy, Sang Ayah Jual Hasil Panen Beras
-
Diisukan Jadi Orang Ketiga Arya Saloka dan Putri Anne, Amanda Manopo Spill Pria Paling Spesial
-
Darurat Kekerasan Seksual Anak: Saat Ayah dan Kakek Jadi Predator, Negara Malah Pangkas Anggaran
-
Kenapa Wanita Jatuh Cinta pada Pria dengan Kepribadian Mirip Ayah? Lisa Mariana Salah Satunya
-
Anak Lisa Mariana Lahir Tahun Berapa? Teka-teki Nama Ayah di Akta Kelahiran Akhirnya Terungkap
Kolom
-
Dulu Sekolah Melawan, Sekarang Hanya Mengejar Lulus Ujian
-
Bukan Kualitas, Tapi Stereotip yang Kadang Halangi Perempuan Menjadi Pemimpin
-
Ketika Loyalitas Karyawan Tidak Dibalas dengan Kemanusiaan
-
Dari Taman Siswa ke Demokrasi: Perbandingan Gagasan Dewantara dan Dewey
-
Tale of the Land Juara! Percaya Film Fantasi Punya Tempat di Hati Penonton?
Terkini
-
Presiden dan Menag RI Kenang Paus Fransiskus saat Berkunjung ke Indonesia pada September 2024 Lalu
-
ASEAN All Stars, AFF dan Label Tim Pemain Terbaik yang Dikhianati Para Anggotanya
-
Comeback Solo Setelah 2 Tahun, Kai EXO Nangis di Showcase Album Wait On Me
-
Eliano Reijnders Dikabarkan Gabung Klub Selangor FC, Ini 3 Kerugiannya!
-
Review Sore - Istri dari Masa Depan: Romansa dan Pesan Sehat yang Sempurna