Pendidikan di Indonesia telah mengalami transformasi besar-besaran sejak masa perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Salah satu hal yang paling penting dalam pemikiran beliau adalah pentingnya pendidikan yang berbasis pada pengembangan karakter dan pemahaman yang mendalam.
"Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" merupakan filosofi yang beliau ajarkan, mengutamakan pendidikan sebagai sarana untuk membentuk pribadi yang utuh, bukan hanya dari aspek pengetahuan, tetapi juga dari nilai-nilai moral dan sosial yang dapat mengarahkan perubahan positif dalam masyarakat.
Namun, tantangan yang kini dihadapi adalah hadirnya kecerdasan buatan (AI) yang membawa berbagai kemudahan dalam akses informasi. Sebagai contoh, kita dapat menemukan segala pengetahuan dalam hitungan detik melalui internet atau aplikasi berbasis AI.
Tetapi, apakah kemudahan ini benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi proses pendidikan, atau justru malah menjauhkan kita dari proses belajar yang sesungguhnya?
Anak-anak zaman sekarang lebih cenderung mengandalkan teknologi daripada membaca buku atau melakukan penelitian mendalam. Kecerdasan buatan memberi kemudahan dalam mendapatkan jawaban instan tanpa melalui proses berpikir yang kritis. Hal ini menjadi ancaman bagi perkembangan pemahaman yang lebih kompleks, yang seharusnya menjadi landasan pendidikan seperti yang diimpikan oleh Ki Hadjar Dewantara.
Kecerdasan Buatan: Meningkatkan Akses atau Mereduksi Proses Pemahaman?
Saat ini, banyak siswa yang lebih memilih menggunakan mesin pencari atau aplikasi berbasis AI untuk menemukan jawaban daripada membaca buku atau mengumpulkan informasi dari berbagai sumber yang lebih mendalam. Kecanggihan teknologi memberikan kemudahan dan mempercepat proses pencarian informasi, tetapi banyak siswa yang cenderung malas membaca buku panjang atau berpikir secara kritis.
Ketergantungan terhadap teknologi ini, terutama pada aplikasi yang menggunakan kecerdasan buatan, telah mengurangi kemampuan siswa untuk menyerap informasi secara kompleks. Bahkan, banyak dari mereka yang kehilangan keterampilan dasar dalam berpikir analitis dan reflektif, yang merupakan inti dari pendidikan yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara.
Hal ini tentu menjadi dilema besar dalam dunia pendidikan kita saat ini. Meskipun teknologi dapat mempermudah akses informasi, namun tidak semua informasi yang didapatkan dengan cepat melalui AI dapat memberikan pemahaman yang mendalam dan bermakna. Seperti yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara, pendidikan harus melibatkan proses internalisasi dan pemahaman, bukan sekadar penyerapan informasi secara instan (Harini dkk, 2023).
Buku, sebagai salah satu sarana utama dalam memperoleh ilmu, mengajarkan kita untuk berpikir kritis dan menggali informasi dengan lebih mendalam. Namun, dengan dominasi AI, banyak siswa yang mulai kehilangan minat untuk membaca buku dan mengandalkan sumber informasi yang lebih cepat dan lebih mudah.
Malas Membaca dan Ketergantungan pada Informasi Instan
Salah satu dampak paling nyata dari perkembangan AI adalah munculnya kecenderungan untuk memilih cara-cara instan dalam memperoleh pengetahuan. Anak lebih cenderung menggunakan aplikasi yang memberikan jawaban cepat, tanpa harus membaca buku atau artikel yang lebih panjang.
Ini menjadi masalah yang signifikan, karena proses membaca buku bukan hanya tentang memperoleh informasi, tetapi juga tentang mengasah kemampuan berpikir, memahami konsep yang lebih dalam, dan mengembangkan imajinasi. Sebaliknya, kecerdasan buatan cenderung memberikan jawaban yang bersifat langsung dan mudah dipahami, tanpa melalui proses pemikiran yang lebih mendalam.
Ketergantungan pada AI untuk mencari jawaban instan menurunkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis. Mereka lebih mengandalkan hasil dari mesin pencarian tanpa mengevaluasi atau menggali informasi lebih lanjut. Hal ini bertentangan dengan semangat Ki Hadjar Dewantara, yang menekankan pentingnya pendidikan untuk membangun karakter dan pengetahuan yang berlandaskan pada pemahaman yang mendalam. Pendidikan yang terlalu bergantung pada teknologi bisa berisiko membuat generasi muda kehilangan kemampuan untuk berpikir kritis dan mandiri.
Literasi dan Pentingnya Pendidikan yang Mengembangkan Kemampuan Kritis
Meskipun kecerdasan buatan memberikan kemudahan dalam akses informasi, kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa kecerdasan yang sesungguhnya terbentuk melalui proses pembelajaran yang mendalam. Literasi yang dulu ditekankan oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai salah satu pilar pendidikan tidak hanya mencakup kemampuan membaca, tetapi juga kemampuan untuk mengkritisi dan memahami informasi yang diterima. Ketergantungan pada AI, yang cenderung memberikan jawaban tanpa ada usaha untuk menggali lebih dalam, justru mengurangi kemampuan literasi yang sesungguhnya.
Pendidikan yang baik harus dapat mengembangkan pemahaman yang lebih luas, melatih anak-anak untuk berpikir secara kritis, dan membentuk kemampuan mereka untuk memahami informasi secara kompleks. Buku, sebagai sumber utama pengetahuan, memberikan kesempatan untuk mempelajari suatu hal dengan cara yang lebih menyeluruh dan mendalam. Oleh karena itu, meskipun AI memberikan kemudahan, kita harus tetap menjaga keseimbangan dengan memperkuat budaya literasi di kalangan siswa, agar mereka tidak hanya mengandalkan teknologi, tetapi juga tetap menghargai proses berpikir dan belajar yang lebih dalam.
Menghidupkan Kembali Semangat Literasi di Era Digital
Untuk menjaga semangat pendidikan yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara, penting untuk kembali menekankan pentingnya buku dan proses pembelajaran yang tidak hanya berbasis pada informasi instan. Di era digital ini, buku tetap memiliki tempat yang penting, karena buku mengajarkan kita untuk meluangkan waktu untuk berpikir, menyerap informasi secara sistematis, dan memperkaya wawasan dengan cara yang lebih mendalam. Meskipun teknologi seperti AI dapat meningkatkan efisiensi dalam mencari informasi, buku memberikan kesempatan untuk menjelajahi ide dan konsep yang lebih kompleks.
Kembali menekankan pentingnya literasi adalah tantangan besar, mengingat dominasi teknologi yang semakin meningkat. Namun, dengan memadukan teknologi dan literasi yang kuat, kita dapat menciptakan generasi yang tidak hanya terampil dalam menggunakan teknologi, tetapi juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang dunia di sekitar mereka. Pendidikan yang baik harus mampu mengintegrasikan teknologi dengan pembelajaran yang lebih mendalam, seperti yang diimpikan oleh Ki Hadjar Dewantara.
Menghadapi Tantangan Teknologi dengan Pendidikan Berkarakter
Sebagai langkah konkret untuk menghadapi tantangan ini, kita perlu menciptakan sistem pendidikan yang lebih holistik, yang menggabungkan teknologi dengan pengembangan karakter. Para pendidik harus diberdayakan untuk tidak hanya mengajarkan keterampilan teknis, tetapi juga untuk membimbing siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis, menghargai proses belajar, dan menjaga semangat literasi. Hal ini sejalan dengan cita-cita Ki Hadjar Dewantara yang mengutamakan pendidikan sebagai sarana untuk membentuk karakter bangsa yang bermoral dan berintegritas.
Dengan menghidupkan kembali semangat membaca buku dan mengintegrasikan teknologi secara bijak, kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih seimbang dan berkelanjutan. Pendidikan bukan hanya tentang mengejar informasi yang mudah dan cepat, tetapi juga tentang menggali pengetahuan yang mendalam dan membangun karakter yang kuat.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Menyelami Filosofi Ki Hadjar Dewantara di Era Pendidikan Deep Learning
-
Mewujudkan Cita-Cita Ki Hadjar Dewantara di Era Digital dan Sosial
-
Politika Ki Hajar Dewantara dalam Membangun Pendidikan dan Bangsa Indonesia
-
Lebaran Lebih Berwarna dengan Arisan Keluarga, Ada yang Setuju?
-
Menghadapi Mental Down setelah Lebaran, Mengapa Itu Bisa Terjadi?
Artikel Terkait
-
5 KM Lewati Hutan Demi Sekolah, Mimpi Siswi Lebak Terancam Pupus karena Tak Punya Sepatu-Alat Tulis
-
20 Kewajiban Orang Tua kepada Anak dalam Islam Sesuai Al-Quran dan Hadis, Apa Saja?
-
Kurikulum Ganti Lagi? Serius Nih, Pendidikan Kita Uji Coba Terus?
-
Xiaomi Rilis Rice Cooker Anyar Berteknologi Tinggi, Dukung Fitur AI
-
Politik Pendidikan Ki Hadjar: Masihkah Sekolah Jadi Ruang Perjuangan?
Kolom
-
Misi Kemanusiaan Prabowo: Siapkah Indonesia Menampung Pengungsi Gaza?
-
Filosofi Tongkrongan: Saring Pikiran Biar Gak Jadi Ujaran Kebencian
-
Modal Impor Mahal, Harga Jual Naik: Apakah Daya Beli Konsumen Stabil?
-
Menyelami Filosofi Ki Hadjar Dewantara di Era Pendidikan Deep Learning
-
Mewujudkan Cita-Cita Ki Hadjar Dewantara di Era Digital dan Sosial
Terkini
-
Film 'The Exit 8' Tayang Perdana di Cannes ke-78 Sesi Midnight Screenings
-
Sinopsis Home About Us, Drama China yang Dibintangi Qin Lan dan Allen Ai
-
Intip Trailer Resmi Eddington, Film Terbaru A24 yang Bertabur Bintang
-
Army Bersiap! Jin BTS Umumkan Comeback Solo 'Echo' pada 16 Mei 2025
-
Tanpa Tyronne Del Pino saat Jamu Bali United, Persib Bakal Sulit Cetak Gol?