Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menegaskan kembali salah satu program prioritas pemerintahannya yaitu distribusi Smart TV ke 330 ribu sekolah di seluruh Indonesia hingga akhir tahun 2025. Program ini diumumkan dengan nada optimistis bahwa layar digital interaktif akan menjadi jendela baru bagi jutaan siswa terutama mereka yang berada di daerah terpencil untuk bisa mengakses materi pembelajaran berkualitas.
Rencana ini digadang sebagai bagian dari digitalisasi pendidikan. Smart TV nantinya akan berfungsi untuk menayangkan materi pembelajaran interaktif, menghubungkan sekolah dengan konten digital, bahkan memfasilitasi pengajaran jarak jauh. Secara sekilas ambisi ini terasa sejalan dengan cita-cita modernisasi pendidikan yang menghadirkan teknologi sebagai jembatan pemerataan akses. Namun pertanyaan sederhana tetap muncul. Apakah program ini benar-benar jawaban atas tantangan pendidikan kita hari ini?
Antara Harapan dan Anggaran
Kegelisahan pertama muncul dari soal harga. Satu unit Smart TV disebut mencapai 26 juta rupiah. Angka ini menimbulkan tanda tanya besar. Apakah memang harus semahal itu. Apakah spesifikasi yang ditawarkan benar-benar sebanding dengan harga. Sejumlah kalangan bahkan sudah mengingatkan pemerintah agar tidak mengulangi kesalahan pengadaan barang yang harganya membengkak dan rawan persoalan transparansi.
Di sisi lain pemerintah menargetkan setidaknya 100 ribu unit sudah tersalurkan pada 10 November 2025. Ambisi ini luar biasa besar. Namun publik tentu menuntut detail lebih. Siapa penyedia barangnya, bagaimana proses tender dilakukan, dan berapa total nilai anggaran yang disiapkan. Pertanyaan-pertanyaan ini wajar karena kita berbicara tentang dana publik dalam jumlah triliunan rupiah.
Infrastruktur yang Masih Tertinggal
Membayangkan Smart TV masuk ke ruang kelas memang terdengar menarik. Anak-anak bisa belajar lewat video interaktif, simulasi, atau bahkan siaran langsung guru dari kota besar. Namun kenyataan di lapangan sering kali berbeda.
Di banyak daerah listrik masih belum stabil apalagi koneksi internet. Ada sekolah dasar di pedalaman yang bahkan kekurangan meja belajar, ada pula madrasah kecil yang gurunya harus merangkap mengajar empat mata pelajaran sekaligus. Jika Smart TV masuk ke sekolah-sekolah ini tanpa persiapan infrastruktur dasar apakah perangkat itu benar-benar bisa dimanfaatkan atau sekadar menjadi pajangan di pojok kelas
Guru Tetap Menjadi Kunci
Faktor lain yang sering luput adalah kesiapan guru. Smart TV secanggih apa pun tetap hanya alat. Yang menentukan makna sebuah alat adalah manusia yang menggunakannya.
Saat pandemi Covid-19 kita belajar bahwa tidak semua guru siap dengan digitalisasi. Ada yang kesulitan mengoperasikan perangkat, ada pula yang bingung mengelola materi digital. Tanpa pelatihan yang serius bukan tidak mungkin Smart TV hanya dipakai sesekali atau malah tidak dipakai sama sekali. Padahal inti dari digitalisasi pendidikan bukan sekadar membeli perangkat tetapi memastikan guru dan siswa bisa berinteraksi dengan teknologi itu secara bermakna.
Menimbang Prioritas Pendidikan
Di titik ini muncul perdebatan soal prioritas. Sebagian kalangan menilai alih-alih membeli perangkat mahal sebaiknya pemerintah memperhatikan hal-hal yang lebih mendasar. Misalnya kesejahteraan guru honorer, ketersediaan buku ajar, perbaikan gedung sekolah yang rusak, atau peningkatan kualitas kurikulum.
Digitalisasi memang penting. Dunia bergerak ke arah sana. Tetapi digitalisasi tanpa memperkuat pondasi bisa membuat langkah ini rapuh. Bayangkan anak-anak belajar dengan Smart TV di ruang kelas yang atapnya bocor. Atau guru yang masih kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kontradiksi seperti inilah yang membuat publik ragu apakah kebijakan ini adalah solusi atau sekadar simbol modernitas.
Jawaban atau Janji yang Terlalu Besar?
Jika dieksekusi dengan hati-hati dengan transparansi anggaran, pemetaan kebutuhan sekolah, pelatihan guru, dan pemeliharaan jangka panjang, program Smart TV bisa menjadi langkah maju. Ia bisa menghadirkan materi visual yang menarik, membantu daerah kekurangan guru, dan memperkaya proses belajar mengajar.
Namun jika terburu-buru hanya berfokus pada angka distribusi tanpa memikirkan kesiapan sekolah maka Smart TV berisiko menjadi sekadar proyek ambisius. Anak-anak tetap menghadapi kesenjangan kualitas pendidikan, guru tetap berjuang dengan keterbatasan, sementara perangkat canggih itu berdebu di pojok kelas.
Apakah Tepat untuk Tantangan Pendidikan Kita?
Jawabannya adalah tepat sebagian namun belum sepenuhnya. Program ini menyentuh satu sisi tantangan pendidikan Indonesia yaitu digitalisasi. Tetapi ia belum menyentuh sisi lain yang lebih mendasar. Kesejahteraan guru, pemerataan kualitas sekolah, ketersediaan sarana dasar, dan ketimpangan antarwilayah tetap menjadi pekerjaan rumah besar.
Smart TV bisa menjadi bagian dari jawaban tetapi bukan jawaban tunggal. Pendidikan Indonesia hari ini membutuhkan strategi yang lebih komprehensif. Teknologi penting, namun harus berjalan bersama guru yang sejahtera, kurikulum yang relevan, serta sekolah yang layak. Tanpa itu Smart TV hanya akan jadi layar besar yang menayangkan ambisi bukan perubahan nyata.
Baca Juga
-
Dari Susi, Basuki hingga Purbaya Yudhi Sadewa, Gaya Membumi Bikin Rakyat Merasa Dekat?
-
Apa yang Membuat RUU Perampasan Aset Begitu Mendesak bagi Publik?
-
Aksara Nusantara, Antara Digitalisasi dan Ancaman Kepunahan
-
Di Balik Akun Anonim dan Ironi Perundungan di Ruang Digital
-
Ketika Perpustakaan dan Kecerdasan Buatan Duduk Bersama di Senja Hari
Artikel Terkait
-
Soal Prabowo Lantik Menkopolkam dan Menpora Baru Besok, Anak Buahnya Bilang Begini!
-
Anak Buah Prabowo Beri Kode di Istana, Pelantikan Menko Polkam dan Menpora Rabu Besok?
-
Beda Pendidikan Menkeu Purbaya dan Rocky Gerung yang Disuruh Belajar Ekonomi Lagi
-
Prabowo Kumpulkan Tim Ekonomi, Airlangga: Bahas Energi Baru Terbarukan, Bukan Kelangkaan BBM
-
Momen Menarik Terjadi di DPR, Dasco Perlihatkan Keakrabannya dengan Menhan Sjafri hingga Antar Rapat
Kolom
-
Lapangan Demonstrasi dan Jarak Etis Demokrasi
-
Ketika Bioskop Jadi Papan Pengumuman Nasional
-
Purbaya Yudhi Sadewa dan Rp200 Triliun: Antara Kebijakan Berani dan Blunder
-
Bumerang Komunikasi: Ketika Video Pemerintah di Bioskop Dianggap Gangguan
-
Dari Susi, Basuki hingga Purbaya Yudhi Sadewa, Gaya Membumi Bikin Rakyat Merasa Dekat?
Terkini
-
4 Serum Heartleaf untuk Lawan Jerawat dan Kemerahan, Harga Mulai Rp45 Ribu
-
Retno Marsudi dan Sri Mulyani, dari Sahabat Sekolah hingga Rayakan Wisuda Putra
-
Kuliah di Amerika, Tapi Bahasa Inggris Anak Pejabat Ini Malah Jadi Bahan Ledekan Netizen
-
Sinopsis Drama China Encounter with You, Tayang Ulang di iQIYI
-
Sindiran Halus? Kerabat Unggah Ini saat Isu Perceraian Tasya Farasya Mencuat!